Oleh : Atep Afia Hidayat - Ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Yang menjadi lingkungan bagi
manusia bisa bersifat biotik seperti keberadaan mahluk hidup lainnya, dan yang
bersifat abiotik, yakni benda-benda tak hidup yang ada di sekitarnya. Setiap saat manusia dengan lingkungannya
senantiasa berinteraksi, melakukan hubungan timbal balik. Namun pengertian
timbal balik di sini begitu relatif, ada yang bermakna memberikan nilai tambah
terhadap kondisi lingkungan, ada pula yang justru kebalikannya, yakni
menyebabkan degradasi kualitas lingkungan.
Ekologi Jakarta artinya hubungan timbal balik
antara “manusia Jakarta” dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan manusia
Jakarta tak lain merupakan populasi manusia yang sudah melampaui angka 9,5 juta
(data tahun 2010). Sedangkan lingkungan daratan Jakarta meliputi wilayah sempit
di sekitar Teluk Jakarta yang luasnya 662 km persegi. Sedangkan lingkungan
perairan (lautan) mencapai 6.978 km persegi.
Populasi manusia di Jakarta sangat rapat,
bahkan tergolong yang paling rapat di dunia, yaitu mencapai 13 ribu orang per
km persegi. Dalam kondisi yang seperti itu hubungan timbal balik antara manusia
dengan lingkungannya makin tidak harmonis, hingga terjadi ketidakseimbangan
(disequilibrium). Ekosistem menjadi amburadul, berbagai siklus di dalamnya
menjadi acak-acakan, tak lain karena daya dukung yang sudah terlampaui.
Bagaimanapun untuk suatu ekosistem ada batas kemampuan tertentu dalam menampung
populasi manusia.
Ekosistem Jakarta terus mengalami penuruan
kualitas (degradasi), mulai dari kondisi perairan yang makin tidak layak pakai,
udara yang makin tercemar, serta sampah yang terus melimpah.
Degradasi ekosistem erat kaitannya dengan
berbagai aktivitas manusia, mulai dari bangun tidur hingga terlelap kembali
manusia selalu “membuang sesuatu” ke dalam ekosistemnya. Ironisnya sebagian
bahan yang dibuang itu ternyata tak mampu diuraikan oleh jasad renik, hingga
akhirnya menumpuk begitu saja.
Bisa dibayangkan berapa banyaknya konsumsi
plastik, kaleng, karet, kertas, dan bahan organik warga Jakarta dalam setiap
harinya. Kini berbagai barang hampir selalu dikemas dengan plastik, selain itu
semakin banyak barang keperluan sehari-hari yang terbuat dari plastik.
Bahan yang mengandung plastik jelas tidak
seperti daun atau sisa-sisa makanan yang langsung diuraikan oleh jasad renik
tanah. Plastik justru menghambat berbagai proses kimia, fisika dan biologi
tanah. Setidaknya permukaan tanah menjadi kedap air. Air hujan yang jatuh tidak
lagi tersimpan menjadi air tanah, namun justru dialirkan begitu saja, bahkan
menjadi banjir.
Banjir dan kekurangan air menjadi pemandangan
yang selalu menghiasi wajah Jakarta. Keduanya berpangkal dari ekosistem yang
terus-menerus mengalami degradasi. Selain itu di beberapa sub-ekosistem seperti
Jakarta Barat dan Jakarta Utara, sebagian air yang biasa dikonsumsi ternyata
menjadi asin. Artinya kadar garamnya meningkat, sumbernya dari rembesan air
laut. Proses tersebut bisa berlangsung karena sebagian air tanah di kedua
sub-ekosistem tersebut nyaris habis, hingga bawah tanah menjadi keropos dan
mudah ditembus air laut.
Permukaan ekosistem Jakarta memang sebagian
besar merupakan “hutan”. Namun ternyata bukanlah hutan yang meliputi ribuan
jenis vegetasi, tetapi tak lebih dari “hutan beton” dan “hutan aspal”. Sebagian
wajah Jakarta memang sudah dipermak, tak mulus lagi.
Semua komponen ekosistem Jakarta memang sudah
terdegradasi. Mulai dari sampah dan limbah rumah tangga, rumah sakit, pasar
tradisional, super market, hingga industri terus-menerus menjejalinya. Sebagian
sampah Jakarta memang dibuang ke ekosistem Bekasi atau Tangerang. Namun sampai
kapan, mengingat kepedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang
harmonis di kedua daerah tersebut main meningkat.
Pada akhirnya sampah dan limbah hanya
terkonsentrasi dalam ekosistem Jakarta, dibuang ke laut jelas tak memungkinkan,
mengingat fungsi ekosistem laut yang juga sangat penting. Di balik kemelut
persampahan ini, ternyata pernah ada sementara pihak yang hanya berpikir
dangkal. Buta terhadap persoalan ekologi, namun mampu melihat peluang bisnis,
yakni dengan mengimpor sampah hingga berpuluh-puluh kontainer. Pengusaha yang
demikian jelas sama sekali tak memiliki wawasan lingkungan.
Ekosistem Jakarta memang terus mengalami
degradasi, namun hal itu bukan berarti warga Jakata harus frustasi, menerima
apa adanya dan tanpa upaya perbaikan sama sekali. Sebaliknya warga Jakarta
perlu memiliki kesadaran lingkungan yang jauh lebih tinggi, mengingat banyak
persoalan ekologi yang perlu segera ditangani. Di antara warga Jakarta perlu
ada kerjasama atau gotong-royong untuk membenahi ekosistemnya. Jika tidak, maka
berbagai bencana akan bermunculan.
Banyak upaya yang sudah, sedang dan akan
ditempuh guna menuju harmonisasi ekosistem. Mulai dari Program Kali Bersih
(Prokasih), Program langit Biru, Gerakan Sejuta Pohon, dan sebagainya. Tak ada
pilihan lain, setiap orang yang ada Jakarta perlu berpartisipasi aktif dalam
menyelamatkan ekosistem Jakarta. (Atep Afia)
sebenarnya masalah dari semua persampahan itu hanya satu,yaitu "kepedulian" terhadap lingkungan,jika saya perhatikan di beberapa pintu - pintu air di daerah jakarta,masih banyak sampah yang menumpuk dan bukannya di kurang - kurangi oleh penduduk sekitar malah mereka sengaja buang sampah ke tempat itu,padahal kalau mereka mau peduli dengan tidak buang sampah ke sungai,tentu masalah sampah bisa dikurangi dan dihilangkan dari kota jakarta
ReplyDeleteWahh, ruwet yaa pak masalah jakarta....
ReplyDeleteApa jg sebab hal ini yaa jd ada wacana pemindahan pusat pemerintahan ?
Tpi sy optimis dgn gub. Pak jokowi-ahok, ada perubahan dan perbaikan yg jauh lbih besar dibanding yg dulu", hhe
dan sudah sepantasnya kami sebagai mahasiswa, yg katanya generasi penerus bangsa, tdk hanya jadi penonton...
Bongkar kebiasaan lama, hhe
stuju dgn bapa, harus 3p.... positif, proaktif, dn progresif.
memulai dr usaha" yg realistis... apa yaa? :-)
Jika membahas tentang Jakarta memang tidak akan habis karena jakarta memiliki 1001 cerita yang seru untuk dibahas, menurut saya kota jakarta ini memang sudah harus ada perubahan terlebih dari perubahan lingkungan. Faktor X atau faktor utama yang sangat utama dalam perubahan itu adalah penduduknya sendiri, seharusnya penduduk jakarta harus peduli dengan lingkungan sekitarnya apa lagi Jakarta adalah tempat tinggal dia masa tempat tinggal dia dirusak oleh dia sendiri dan efek sampingnya dia juga yang merasakannya? WAHAI!!! penduduk jakarta sadarlah terhadap lingkunganmu sendiri. Disamping itu semua, seharusnya pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah DKI Jakarta membatasi jumlah penduduk dan imigrasi ke wilayah DKI Jakarta, dengan tujuan agar Ibu kota jakarta tidak lebih sumpek dengan bertambahnya penduduk yang datang.
ReplyDeletejakarta adalah ibu kota negara kita Indonesia mungkin kalau kita bahas tentang kerusakan lingkungan jakarta mungkin tidak akan ada habisnya bayangkan saja jakarta termasuk kota terpadat di seluruh dunia dan setiap km berisi 13.000 jiwa begitu padatnya bukan, memang ini tugas pemerintah dalam mengentaskan jumlah penduduk yang sangat padat ini. selain itu lingkungan jakarta yang sudah tercemar air dijakarta juga sudah tidak layak untuk di konsumsi karena kualiats lingkungan yang sudah tidak mendukung lagi. saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya dalam menangani lingkungan jakarta agar pada musim hujan tidak terjadi banjir lagi. semoga saja apa yang di realisasikan pemerintah cepat terlaksana dan kita sebagai warga jakarta yang baik harus mendukung kegiatan pemerintah tersebut dengan tidak membuang sampah sembarangan dan memisahkan mana sampah basah dan sampah kering.
ReplyDeleteTidak akan ada habisnya jika membicarakan tentang masalah di Ibukota Jakarta ini, entah itu masalah pencemaran lingkungan maupun padatnya penduduk. Kota Jakarta yg sekarang ini berubah karna banyaknya sebagian pihak yg ingin menang sendiri, terutama pihak2 asing yg ada di Jakarta ini. Seperti misalnya pembangunan mall, apartment, hotel, dll. tanpa memikirkan betapa penuh dan sumpeknya kehidupan di Jakarta 10 tahun lagi. Padatnya penduduk juga merupakan masalah yg serius. Banyak imigran dari desa2 yg ingin ke Jakarta dgn niat mencari pekerjaan, padahal nyatanya kehidupan di Jakarta itu 'keras' banget. Gak segampang itu untuk mendapatkan pekerjaan, yg ada malah menjadi pengangguran yg membuat Jakarta semakin penuh. Pemerintah juga sudah membuat banyak program untuk memperbaiki kota Jakara seperti Car Free Day pada hari Minggu dan adanya kebijakan gubernur yaitu pembatasan pembangunan gedung agar kota Jakarta tidak terlalu penuh dengan gedung2 tinggi. Pada dasarnya, memang semuanya balik lagi pada pribadi masing2, mau mencoba peduli dgn ibukota ini atau merasa bodoamat lalu menyesal dikemudian hari? :)
ReplyDeletesekali lagi jika kita membahas tentang jakarta tidak akan ada habisnya.banyak orang yang datang ke jakarta untuk beradu nasibnya.saking banyaknya orang yang beradu nasib di jakarta membuat kota jakarta menjadi sangat padat dan jumlah itu tidak sebanding dengan luas kota jakarta 662 km persegi.mereka hanya peduli dengan diri mereka sendiri tanpa memikirkan lingkungan dimana mereka tempati
ReplyDeleteSetiap tahun jumblah penduduk yang makin bertambah di karenakan banyak migrasi dari desa kee kota untuk mengadu nasib mengajibatkan tidak seimbang antars perbandingan penduduk denngan luas dareah jakarta
ReplyDeleteJangan buang sampah sembarangan dan hemat air.
ReplyDeletepeduli lingkungan, memang sangatlah penting bagi semua penduduk jakarta dengan kepadatan yang sangat tinggi membuat kehiduopan yang tidak nyaman,dan perlunya tindakan tegas terhadap sampah yang meraja lela di jakarta akan membuat jakarta lebih baik,hemat air juga sangatlah penting mengingat air yang di konsumsi penduduk jakarta rata-rata merupakan air tanah bukan air resapan membuat keroposnya lapisan bumi karena berkurangnya air akan membuat bencana jika salah satu lapisan bumi tersebut hilang misalnya air akibatnya daratan akan menjadi lebih rendahdari pada permukaan air laut atu dapat tenggelam
ReplyDeleteEkologi Jakarta?
ReplyDeletesudah benar-benar rusak!
Lagi-lagi karena ulah manusia yang notabene memang membutuhkan dana untuk kelangsungan hidupnya.
Mereka berbondong-bondong pergi ke Jakarta yang memiliki UMR/UMK yang lebih tinggi dari daerah asal mereka dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik.
Namun kenyataan yang ada adalah mereka yang istilahnya tidak mendapatkan tempat di Jakarta memilih untuk tetap memaksakan hidup di Jakarta. Oleh karena itu, daerah kosong di Jakarta yang seharusnya bisa dipakai untuk tanah penghijauan malah digunakan untuk tempat tinggal yang ilegal untuk mereka.
Seharusnya ada tindakan tegas disini!
Rutinitas serta aktivitas yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor penyebab tidak terciptanya Ekologi yang baik di daerah Ibu Kota Jakarta. Sebagian besar warganya fokus terhadap pekerjaan tanpa memperhatikan lingkungan disekitarnya.
ReplyDeleteekosistem dijakarta harus sesegara mungkin di benarkan apa bila ekosistem di jakarta rusak dampak nya sangat merugikan bagi warga jakarta
ReplyDeleteAndiny Arifin - @C23-ANDINY
ReplyDeleteSaya sering membandingkan wilayah dan populasi Jakarta, mengutip artikel di atas, sebanyak 9,5 juta jiwa di atas lahan lebih kurang 650 km persegi (2010) dengan Singapura dengan wilayah sekitar 700 km persegi yang hanya ditempati sekitar 5 juta penduduk (Wikipedia, 2015). Bentuk daratan Singapura mirip Jakarta dengan banyak 'hutan beton', dataran rendah, sebagai sasaran imigrasi tinggi dan dekat dengan laut, tetapi negara tersebut sudah well-managed. Perbedaan kemajuan teknologi memang menjadi titik acuan yang mencolok. Contohnya pengolahan limbah di Singapura ditangani badan khusus NEA (National Environment Agency), dibuat oleh publik/penduduk sendiri yang hebatnya mendapat dukungan penuh dari pemerintahan. Limbah pembuangan masyarakat dikumpulkan, dipilah, ada yang didaur ulang (seperti bahan plastik, logam, dll) dan ada yang dibuang dengan pembakaran yang dirasa tidak mencemari udara. Atau menurut saya yang orang awam, kenapa tidak dibangun gorong-gorong raksasa seperti di NYC. Yang walaupun setiap sudut padat dengan bangunan beton dan jalan beton, air hujan bisa turun ke gorong-gorong dan kemudian dialirkan ke laut. Pada akhirnya itik masalah ketidak stabilan ekologi di Jakarta memang tidak terlepas dari arus urbanisasi yang tidak merata dan tidak terkendali dan sayanngya menurunkan tingkat toleransi atas kebersihan kota.
Hartandi Januar - @B19-HARTANDI
ReplyDeleteMenurut pendapat saya, hubungan manusia dan lingkungan di jakarta saat ini sudah dalam tingkat darurat di karenakan prilaku manusia itu sendiri yang sudah tidak lagi memperdulikan lingkungan. Contohnya buang sampah sembarangan dan banyak rumah di bantaran kali. Oleh karena itu, perlu peran dari pemerintah dan masyarakat untuk memberi pengetahuan terhadap masyarakat, yang paling utama yaitu anak-anak agar di kemudian hari tidak ada lagi yang merusak lingkungan sekitar.
Muhammad Soim, @B20-SOIM
ReplyDeleteMenurut pendapat saya ini tidak hanya soal "kepedulian" masyarakat yang rendah terhadap keadaan lingkungan, tetapi juga karena lemahnya instrumen lain dalam mewujudkan Jakarta yang bersih. Adanya peraturan yang tegas dengan hukuman yang keras ataupun denda yang tinggi terhadap pelanggar yaitu perusak lingkungan menjadi sangat penting, karena soal lingkungan ini tidak bisa di edukasikan atau hanya dikampanyekan saja kepada masyarakat. Harus ada aturan yang memaksa kita semua menjadi patuh dan peduli terhadap lingkungan.
Sementara disisi lain harus ada juga pengembangan dan penelitian tentang bagaimana pengelolaan limbah yang mutakhir dan juga penyaringan air sungai menjadi bersih. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada kondisi Jakarta pada 10 atau 20 tahun ke depan. Agar cita-cita jakarta menjadi kota metropolitan yang bersih dapat terwujud.
Demikian, terima kasih.
Samuel Aditya Oka H. @E20-Oka, @Tugas B05
ReplyDeleteMemang tingkat kepedulian masyarakat Jakarta terhadap lingkungan sangat rendah, namun bukan tidak mungkin Jakarta menjadi kota yang bersih. Hanya perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakatnya dalam memperbaiki lingkungan Jakarta. Selain itu juga perlu adanya tindakan yang tegas bagi siapa saja yang merusak lingkungan.
Dendi Anggara (@M28-DENDI)
ReplyDeleteJakarta dengan segala permasalahan nya adalah tanggung jawab kita bersama sebagai orang yang tinggal, bekerja, menuntut ilmu dan sebagai nya. bahkan kampus yang saya cintai (Mercu Buana) pun memiliki tanggung jawab. maka dari itu. dikampus ini bisa digalakan tentang kesadaran - kesadaran pencemaran lingkungan. baik dari kendaraan mahasiswa dan dosen nya, mau pun sampah - sampah dan kebersihan kampus itu sendiri.