Oleh : Atep Afia Hidayat - Kehidupan manusia di Planet Bumi terus
dirundung masalah. Belum selesai masalah yang satu, muncul masalah lain, muncul
lagi, lagi dan lagi. Masalah tersebut perpangkal dari perilaku manusia sendiri,
baik secara kolektif maupun individual. Contoh yang paling mudah dirasakan
ialah perubahan iklim.
Dalam hal ini Green Peace Asia Tenggara
(www.greenpeace.org/seasia) mencatat, perubahan iklim global merupakan
malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya – yaitu manusia
yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu
bara, minyak bumi dan gas bumi.
Selanjutnya disebutkan, kita sudah mengetahui
sebagian dari akibat pemanasan global ini – yaitu mencairnya tudung es di
kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran
wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang
badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling
besar – Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang
berkembang seperti Asia Tenggara.
Dalam Konferensi Perubahan Iklim, 7 – 18
Desmber 2009, di Kopenhagen Denmark, semua itu terungkap dan didiskusikan
kembali. Agenda utama dalam konferensi kali ini ialah membahas post Protokol
Kyoto. Menurut data Wikipedia (id.wikipedia.org) , Protokol Kyoto adalah sebuah
amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang
meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon
dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan
emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang
telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Ya, bagaimanapun untuk kenyamanan hidup
bersama, dampak perubahan iklim harus diantisipasi sedini mungkin. Bagaimana
jadinya jika kondisi iklim Planet Bumi berubah secara fantastis, sehingga tidak
layak lagi sebagai habitat umat manusia. Sejauh ini belum diketahui adanya
planet lain yang diprediksi mampu menampung pengungsian manusia secara
besar-besaran.
Perubahan iklim akan berdampak secara global,
tetapi secara geografis terlebih dahulu akan menimpa kawasan pesisir pantai,
padahal sebagian kota-kota besar dunia tumbuh dan berkembang di pesisir. Dalam
hal ini WWF Global Climate Initiative mencatat, ada sekitar 11 kota di Asia
yang rawan terkena dampak perubahan iklim. Posisi pertama yang paling rawan
ialah Dhaka (Bangladesh), posisi kedua diduduki Jakarta bersama Manila.
Tekanan terhadap ekosistem Jakarta sangat luar
biasa, setiap detik terus dilakukan penambahan material berupa besi, beton,
aspal dalam bentuk bangunan-bangunan yang berdampak terhadap penurunan
permukaan tanah. Selain itu, akibat permukaan tanah ditutupi material, maka
menjadi kedap air, terutama yang bersumber dari air hujan.
Pengisian pori-pori
tanah oleh air berkurang secara fantastis, di sisi lainnya keberadaan air tanah
terus disedot melalui aneka pompa, dari pompa tangan yang paling sederhana
sampai jet pump yang kedalaman bor-nya mencapai lebih dari seratus meter.
Inilah salah satu penyebab menurunnya permukaan tanah, yang lebih jauh lagi
menjadi semakin mudah digenangi air laut dan intrusi pun terjadi. Menurut
Laporan WWF, jika kondisi lingkungan Jakarta tetap diabaikan, maka bagian utara
Jakarta seluas 160 km persegi, bisa tenggelam pada tahun 2050.
Untuk menyelematkan Jakarta dan jutaan kota
serta desa lainnya di Planet Bumi, perlu ada upaya global, nasional/lokal dan
individual. Upaya global ditempuh melalui kesepakatan-kesepakatan mengenai
perubahan iklim yang dijalankan secara konsisten. Bukan hanya sebatas
perundingan yang tidak ditindak lanjuti dengan aksinya. Konferensi Perubahan
Iklim di Kopenhagen dan Protokol Kyoto harus diikuti dengan gerakan kongkrit si
semua negara, misalnya secara kolektif menurunkan emisi karbon.
Upaya nasional/lokal perlu ditempuh oleh
pemerintah negara, pemerintah provinsi, kabupaten/kota sampai desa, untuk
menetapkan kebijakan dan peraturan yang lebih mengedepankan aspek lingkungan.
Misalnya peraturan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH), perlindungan kawasan
pesisir, kawasan industri, emisi kendaraan bermotor dan sebagainya.
Upaya individual menyangkut sikap hidup setiap
individu manusia. Bagaimanapun, setiap individu harus ramah terhadap
lingkungan. Perlu dilakukan evaluasi diri terhadap sikap dan perilaku yang
tidak bersahabat dengan lingkungan. Sebagai contoh, jika satu juta orang
menggantikan perjalanan jarak 9 km dengan speda, seminggu sekali, maka jumlah
emisi CO2 ( merupakan gas rumah kaca yang paling utama), sekitar 100 ribu ton
per tahun.
Nah, sebelum Jakarta Utara dan kawasan lainnya
tenggelam, maka setiap orang harus berpartisipasi aktif dalam mengantisipasi
perubahan iklim. Mulai dari diri sendiri, mulai saat ini juga, mulai dari
hal-hal yang paling kecil. Contohnya menanam pohon, mengurangi pemakaian BBM, mengurangi
konsumi air, pola makan yang bersahabat dengan lingkungan, dan sebagainya.
(Atep Afia)
Isu ini memang sudah lama berkembang di masyarakat, bahkn jika kita tidak memandang secara serius permasalahan ini, demikian bukan hanya menjadi sekedar isu, melainkan kenyataan. Penyelamatan lingkungan tidak melulu urusan pemerintah, tapi sebaiknya dimulai dari akar rumputnya, yaitu kita-kita sebagai manusia yang ingin tinggal di planet bumi dengan nyaman.
ReplyDeleteJika kita tidak ingin jakarta ini trnggelam maka mualailah dari diri kita sendiri untuk menyelamatkannya,jangan lagi kita membuang sampah sembarangan lagi.
ReplyDeleteMenurut saya, untuk menyelamatkan ibu kota Jakarta dari ketenggelaman adalah :
ReplyDelete1. Adanya pembatasan terhadap pembangunan gedung-gedung tinggi di kota jakarta, karena kenapa? karena kan gedung-gedung tinggi itukan memiliki pondasi yang sangat dalam, lama-lama apabila kota jakarta di penuhi dengan gedung-gedung bertingkat menjulang keatas dan pondasinya semakin dalam, pasti lama kelamaan struktur tanah mengalami penurunan dari permukaan laut.
2. Jakarta seharusnya mengadopsi sistem bendungan seperti kota Amsterdam di belanda agar dapat menghindari air laut naik ke permukaan daratan.
3. Sekitaran pesisir jakarta seharusnya di tanami pohon mangroove agar terhindar dari abrasi, yang dapat mengakibatkan jakarta menjadi tenggelam
4. Kesadaran masyarakat khususnya masyarakat DKI Jakarta harus lebih ditingkatkan demi menyelamatkan Jakarta dari ketenggelaman.
untuk menyelamatkan Jakarta yang berperan tidak hanya pemerintah namun seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di Jakarta, sebagai warga tetap atau pun yang hanya sekedar berkunjung pun harus bisa menjaga Jakarta, karena jika hanya satu atau dua orang saja yang sadar untuk memelihara Jakarta maka untuk menjadikan Jakarta yang akan tenggelam sebagai isu pun akan menjadi hal yang nyata pada kemudian hari. kesaradan setiap masyarakat sangat di butuhkan untuk menjadikan Jakarta yang megah.
ReplyDeleteUntuk memecahkan masalah ini diperlukan masyarakat Jakarta yg kompak ingin membuat Jakarta menjadi lebih baik lagi. Tidak hanya pemerintah ataupun kalangan bawah, tetapi semua kalangan harus ikut berpartisipasi. Menyelamatkan ibukota sebenarnya tidak sulit, yang sulit adalah mengajak org lain untuk menyelamatkan juga dan tidak merusak. Harusnya pemerintah juga menambah jalur sepeda, jalur Car Free Day dan berbagai cara untuk menghindari peningkatan global warming yg bisa membuat Jakarta tenggelam.
ReplyDeletesebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah tenggelamnya jakarta walaupun letak jakarta lebih rendah dari pada daerah di sekitarnya
ReplyDeleteBanjir sudah seperti salah satu hal yang tak terpisahkan oleh ibukota kita yaitu Jakarta. Dari tahun ke tahun Banjir terus saja menghiasi kota jakarta ketika musim penghujan datang. Kita tentu saja tidak dapat menyalahkan musim penghjan yang datang datang karena itu merupakan siklus alam yang terus terjadi dibumi ini. Hal tersebut diperparah dengan kebiasan orang - orang sekitar yang gemar sekali membuang sampah disungai. Kita tahu bahwa fakta yang terjadi saat ini adalah setiap tahun penuruna tanah terjadi 3 cm/tahun. Dan hal itu akan membuat Jakarta tenggelam. Hal tersebut dapat dihindari dengan cara sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya dan peran pemerintah untuk membangun infrastruktur unutk menangangi banjir.
ReplyDeletepembangunan gedung harus dibatasi, Ini bahaya!
ReplyDeleteApabila sikap dan perilaku masyarakat Jakarta tidak bersahabat dengan lingkungan dan tidak melakukan perbaikan diri dan warga sekitar maka tanpa disadari hal ini (Jakarta tenggelam) akan terjadi.
ReplyDeleteTanggung jawab untuk menyelamatkan Jakarta dari tenggelam tidak hanya dari Pemerintah saja tapi juga dari kita Warganya untuk sadar diri dalam memelihara lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
ReplyDelete@C25-DINI, TUGAS TC-05
ReplyDeletePembangunan serta eksploitasi lingkungan secara besar-besaran di kota-kota besar terutama di jakarta sudah pada tahap yang sangat membahayakan. Di satu sisi dilema antara mengikuti arus perkembangan zaman, globalisasi serta kemajuan teknologi, di lain sisi dilema dengan emisi serta efek-efek negatif yang ditimbulkannya. Butuh tidak butuh, mau tidak mau, sadar tidak sadar kita sudah diperbudak oleh modernisasi yang memanjakan. Kita menikmatinya, kita hanya "pemakai" yang pasive atau dibutakan oleh dampaknya. Memprihatinkan, memprihatinkan, sungguh memprihatinkan. Kezaliman apalagi yang telah kita perbuat terhadap bumi yang telah baik hati kepada kita ini. Semoga setidaknya kita bisa untuk tidak merusaknya secara nyata (membuang sampah sembarangan, penebangan hutan, pembakaran liar dan lainnya) walau modernisasi masih menjadi musuh dibalik selimut kita.
Dendi Anggara (@M28-DENDI)
ReplyDeleteArtikel ini adalah salah satu alasan mengapa reklamasi pulau dijakarta harus dihentikan dan untuk pulau - pulau yang telah jadi mestinya di jadikan suatu area lingkungan bersih dan asri. butuh biaya yang besar dan keseriusan pemerintah untuk mewujudkannya.