Oleh : Atep Afia Hidayat - Adanya wacana mengenai dukungan beberapa
petinggi Partai Demokrat (PD) untuk mengusung Muhammad Jusuf Kalla (JK) dalam
Pemilihan Presiden 2014 merupakan hal yang sangat menarik. Meskipun di sisi
lainnya ada juga petinggi Demokrat yang seolah “mentabukan” hal tersebut,
bahkan ada yang berkomentar miring, “Bagai pungguk merindukan rembulan”,
katanya.
Sementara pihak yang optimistik akan “nilai jual” JK berpandangan
bahwa dengan modal menduduki beberapa posisi penting yang berkaitan dengan
mayoritas rakyat seperti Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) dan Ketua
Dewan Masjid Indonesia menjadikan JK memiliki keabsahan untuk dicalonkan
menjadi orang nomor satu di republik ini. (Lihat
di sini )
Kalangan manapun yang bersedia mencapreskan JK
dalam Pemilu 2014 tentu saja memiliki pertimbangan logis. JK yang pada tahun 2014 mendatang akan berusia
72 tahun, merupakan pria kelahiran Watampone, Bone, Sulawesi Selatan. Sosok JK
selain dikenal sebagai pengusaha sukses juga merupakan mantan Wakil Presiden (Wapres)
dan pernah menjadi orang nomor satu di Partai Golongan Karya (Golkar).
Saat
mendampingi Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai Wapres (2004 – 2009), sepak
terjang JK begitu fenomenal. Banyak persoalan nasional terselesaikan karena
kepemimpinannya yang berorientasi pada tindakan. Selain itu, dalam Pilpres 2009
duet JK - Wiranto yang diusung Golkar dan Hanura menjadi pesaing SBY - Boediono.
Dari catatan itu saja bisa disimbulkan, bahwa JK memang layak menjadi RI 1.
Berdasarkan beberapa survei yang dilakukan, nama
JK masih masuk papan atas tokoh yang populer dan layak dicapreskan, selain
Megawati Soekarnoputri, Prabowo Soebianto, Aburizal Bakrie, Sultan
Hamengkubuwono X, Wiranto, Surya Paloh, Hatta Rajasa dan Boediono.
Jika mencermati hasil beberapa survei tersebut
tentu timbul keprihatinan, terutama karena nyaris tidak ada tokoh muda (40 – 50
tahun) yang masuk tokoh populer untuk dicapreskan. Namun tua atau muda tentu
saja bukan menjadi parameter kelayakan seseorang menjadi presiden, meskipun ada
sindiran bahwa Presiden di Amerika Serikat makin lama makin muda, sedangkan di
Indonesia makin lama makin tua.
Memasuki tahun 2014 saat Pilpres digelar, selain
JK yang akan berusia 72 tahun, ternyata Megawati memasuki usia 67 tahun,
Prabowo 63, Aburizal 68, Wiranto 67, Surya Paloh 63, Hatta Rajasa 61 dan
Boediono 71.
Bandingkan dengan Barack Obama yang terpilih menjadi Presiden AS
ke-44 (2009 – 2013) pada saat berumur 48 tahun, dan Perdana Menteri Singapura,
Lee Kwan Yew, yang mengundurkan diri pada saat berusia 67 tahun (tahun 1990). Tidak heran saat muncul wacana pencapresan JK
oleh demokrat, ada tokoh demokrat yang berkomentar “Mimpi kali ye. Itu usulan
punduk merindukan bulan. Banyak kader di Demokrat. Ngapain dukung calon yang
kedaluwarsa”. (Lihat
di sini).
Ketiadaan tokoh muda dalam “papan atas” daftar Capres 2014 menjadi bukti bahwa
masyarakat masih belum mempercayai, bahkan makin skeptis dan pesimis ketika
banyak politisi muda yang terjerat persoalan hukum.
Berdasarkan UUD 1945 masa jabatan Presiden RI
hanya dua kali, dengan demikian SBY tidak akan mencalonkan diri lagi dalam
Pilpres 2014. Secara fakta dan obyektif
memang di Demokrat hampir tidak ada tokoh “nomor 2” atau tokoh yang mendekati
kapabilitas dan elektabilitas SBY.
Tidak
heran muncul wacana untuk mengusung JK, bahkan sebelumnya sempat muncul
pencapresan Hatta Rajasa. Hal itu memberikan gambaran jika tanpa SBY, Demokrat
“bagai anak ayam kehilangan induknya”, tak jauh berbeda dengan kondisi jika
PDIP tanpa Megawati, Gerindra tanpa Prabowo, Hanura tanpa Wiranto, sementara
sebelumnya PKB tanpa Gusdur dan PAN tanpa Amin Rais.
Jika ingin memperpanjang
periode kekuasaannya atau sekedar mempertahankan tiga besar Partai Politik
(Parpol) peraih suara terbanyak, maka tak ada pilihan lain, Demokrat harus
bersikap terbuka dan bersinergi dengan tokoh nasional yang termasuk paling
populer, di antaranya JK.
Sementara di sisi lainnya, JK terancam
kehilangan kendaraan politik yang bakal mengusungnya dalam Pilpres 2014.
Keinginan kuat Aburizal Bakri untuk menjadi Capres tunggal dari Golkar,
bepotensi mengesampingkan peluang tokoh-tokoh Golkar seperti JK dan Akbar
Tanjung.
Dengan demikian, jika Demokrat mengusung JK dalam Pilpres 2014 bukan
merupakan hal yang mustahil. Sejarah mencatat bahwa JK pernah berdampingan
dengan SBY dalam periode pemerintahan 2004 – 2009. Pak SBY pun tentu masih
menympan kesan yang mendalam, dan memori itu akan makin terkuak menjelang 2014.
(Atep Afia).
untuk menanggapi sindiran "Presiden di Amerika Serikat makin lama makin muda, sedangkan di Indonesia makin lama makin tua." selama capres tsb memiliki pengalaman dan otoritas kerja yang baik bahkan eksis dalam memajukan kesejahteraan bangsa indonesia capres tsb msh dianggap mampu mencalonkan diri. bahkan saat ini, jusuf kala sudah menjadi wakil presiden bersama dengan jokowi dodo.
ReplyDelete