Oleh : Atep Afia Hidayat – Kalau dilihat dari
kontribusinya terhadap produk domestik
bruto (PDB) peranan sector pertanian cenderung menurun. Namun ternyata dalam
penyerapan angkatan kerja masih tetap dominan. Kondisi di daerah amat beragam,
ada yang lebih dari 80 persen produk domestik regional bruto (PDRB) bersumber
dari sektor pertanian, ada pula yang kurang 15 persen.
Dalam penyerapan angkatan kerja ada daerah yang 80 persen
pekerjanya berada di sektor pertanian, ada pula yang kurang dari 5 persen.
Namun secara keseluruhan untuk sebagian besar daerah sektor pertanian masih
merupakan sektor utama, kalaupun ada industrialiasi umumnya belum mendominasi.
Industri berskala besar hanya terkonsentrasi di beberapa
daerah seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh dan Batam (Kepulauan Riau).
Mengingat pertumbuhan sektor industri cukup pesat, maka
berbagai kalangan pernah pemproyeksikan Indonesia akan menjadi Negara Industri
Baru (NIB). Seandainya posisi NIB tercapai posisi sektor pertanian masih tetap
penting.
Sektor pertanian mampu mendukung industri hulu dan hilir.
Selain sebagai penyedia bahan baku juga merupakan pemakai berbagai produksi
industri berat seperti traktor dan mesin pertanian lainnya. Selain itu petani
pun merupakan konsumen potensial untuk aneka produk industri. Bukankah petani
dan keluarganya yang melebihi 100 juta jiwa merupakan “pasar raksasa” untuk
hasil-hasil industri.
Supaya sektor pertanian tumbuh pesat hingga mampu
mengimbangi sektor industri diperlukan adanya “transformasi”, baik menyangkut
produksi, pengolahan, pemasaran maupun sumberdaya manusianya (SDM).
Dengan adanya transformasi tersebut usaha tani dalam
berbagai skala diharapkan makin produktif dan efisien, nilai tambah yang
diperoleh petani makin optimal, penguasaan teknologi tepat guna oleh petani
makin berkembang, akses petani terhadap
sumber dana dan infromasi meningkat, serta daya beli petani pun
meningkat.
Di sisi lain dengan adanya transformasi maka perolehan devisa
dari aneka produk pertanian pun diharapkan makin bertambah. Yang dimaksud
dengan tranformasi tersebut tak lain konsep agribisnis yang diharapkan bisa
mendekatkan sektor pertanian dan industri.
Menurut Arsyad (1985) yang dimaksud dengan agribisnis ialah
suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari
mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya
dengan pertanian dalam arti luas.
Yang dimaksud dengan “ada hubungannya dengan pertanian dalam
arti luas” adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan
usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”.
Agribisnis mudah diucapkan namun sulit direalisasikan.
Idealnya agribisnis bisa dijadikan “katrol” untuk kesejahteraan petani :
merupakan “senjata” yang ampuh untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah,
merupakan konsep terpadu dalam upaya peningkatan produksi pertanian, baik
pangan, perkebunan, horticultural, perikanan dan peternakan.
Namun dalam penerapannya ditemukan beberapa kendala seperti
masih rendahnya kualitas SDM, lemahnya manajemen, terbatasnya modal, serta pola
usaha tani yang terpencar dengan skala yang kecil.
Bagaimanapun konsep agribisnis merupakan pengembangan lebih
lanjut dari usaha tani tradisional, maka Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terlibat di dalamnya harus berkembang lebih lanjut. Kenyataannya sebagian besar
SDM pertanian tingkat pendidikannya masih rendah, hingga sulit unutk mengadopsi
dan menginovasi pola baru yang akan diterapkan. Padahal dalam agribisnis
berbagai inovasi teknologi, sosial dan ekonomi terus-menerus diaplikasikan.
Melalui konsep agribisnis maka interaksi petani dengan
perbankan menjadi intensif, dengan sendirinya petani harus memahami persoalan
bank dan perkreditannya. Begitu pula dengan quality
control mulai diterapkan secara ketat pada berbagai produk, petani pun
harus memahami masalah standarisasi produk.
Mengingat ciri dari agribisnis ialah adanya produktivitas
dan efisiensi yang tinggi, maka usaha tani yang layak diterapkan menggunakan
pola sehamparan. Beberapa petani bergabung membentuk kelompok tani, menyatukan
lahannya untuk mengusahakan komoditi tertentu yang telah diketahui memiliki
propek pasar yang cerah. Dengan demikian
petani harus siap baik secara fisik atau mental. Untuk itu diperlukan bimbingan
dan penyuluhan yang intensif.
Dalam penerapan agribisnis memang banyak hal baru yang diterapakan, faktor kesiapan SDM sangat
menentukan, oleh karena itu petani selaku SDM agribisnis harus mampu mengantisipasi
dan mengadaptasi kondisi yang relatif baru. Begitu pula dengan SDM agribisnis
non petani, baik yang bergerak di sektor input (sarana produksi), sektor
sekunder (agroindustri), atau sektor tersier (trade) perlu memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerima petani
sebagai “mitra kerja” atau “mitra usaha”, yang kedudukannya dalam sistem
agribisnis “sederajat”.
Tak dapat dipungkiri bahwa selama ini posisi petani dalam mata
rantai pertanian relatif lemah, apalagi petani kecil atau petani gurem, hingga
nilai tambah yang diperolehnya jarang mencapai posisi optimal.
Khusus menyangkut usaha tani padi, M. Dawam Rahardjo (1992)
mengemukakan bahwa laba yang diperoleh petani tidak begitu besar, apalagi
petani dengan lahan sempit. Yang memperoleh keuntungan paling besar justru
pedagang beras, sehingga “subsidi harga itu akhirnya diterima pedagang beras”.
Sebagian besar petani pun belum mengerti ihwal penerapan
manajemen yang “modern”. Kalau manajemen “gaya nenek moyang” memang sudah
diterapkan secara turun-temurun. Sedangkan yang sudah tersentuh penerapan
manajemen yang “canggih” baru sebagian kecil saja. Bagaimanapun penerapan
agribisnis selalu bersinggungan dengan aplikasi manajemen, di mana unsur-unsur planning, organizing, actuating, dan controlling harus benar-benar
diterapkan.
Rendahnya akses petani terhadap modal dengan pola usaha tani
yang sebagian besar masih tradisional memang berkaitan erat. Di satu sisi
petani merasa “tidak kenal” dengan perbankan, hingga nyaris tak ada peluang
untuk meningkatkan modal dan mengembangkan usaha.
Di sisi lainnya ada keengganan dan kekhawatiran pihak
perbankan untuk menyalurkan kredit pada petani, terutama petani kecil dengan
aset yang kecil. Perbankan agak enggan melayani karena risiko yang terlalu
tinggi, kalaupun ada keuntungan yang diperoleh namun tak seberapa, hingga
dianggap hanya menambah cost dan
memperumit operasional.
Dengan kondisi yang demikian jelas “jarak” antara petani
dengan perbankan seolah tak pernah menyempit. Untuk menjembetaninya maka konsep
usaha tani sehamparan dengan komoditi terpadu perlu diterapkan, selain itu
dukungan koperasi pun harus makin optimal. Memang tak ada pilihan lain, petani
harus membentuk kelompok yang solid, bergotong-royong dan berusaha secara
bersama, hingga bonafiditasnya dimata perbankan bisa meningkat.
Sudah selayaknya seluruh komponen agribisnis, termasuk
petani dan usaha taninya mendapat dukungan permodalan secara optimal. Jika
salah satu komponen diistimewakan, misalnya terlampau berpihak pada komponen
hilir (agroindustri atau pengolahan hasil pertanian), maka sistem agribisnis
menjadi pincang. Untuk mewujudkan hal itu perlu kebijaksanaan pemerintah
menyangkut sektor moneter dan perbankan dalam kaitannya dengan upaya untuk
mengembangkan sektor ril, khususnya agribisnis.
Berbagai kendala dalam agribisnis selayaknya bisa diatasi,
untuk itu diperlukan adanya kordinasi lintas sektoral, baik antara Kementerian
Pertanian, Perindustrian, Perdagangan atau Koperasi Usaha Kecil dan Menengah.
Begitu pula dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait,
serta dunia usaha nasional. Indonesia hanya bisa bangkit secara ekonomi jika
sector pertanian terlebih dahulu dibenahi, tentu saja dengan konsep agribisnis
yang memadukan manajemen dan teknologi pertanian paling mutakhir, dengan tetap
mengutamakan upaya peningkatan kesejahteraan petani. (Atep Afia)
Dwi MUji Abako
ReplyDelete@C18-Muji, Tugas TC05
Pertanian diharapkan tumbuh pesat dengan melakukan transformasi dari segi produksi ,pengolahan, pemasaran, maupun SDM nya. Sehingga usaha tani diharapkan makin efesien dan perolehan devisa semakin bertambah. Salah satu kendala dari agribisnis adalah terbatanya modal dan rendahnya kualita SDM
Dwi MUji Abako
ReplyDelete@C18-Muji, Tugas TC05
Pertanian diharapkan tumbuh pesat dengan melakukan transformasi dari segi produksi ,pengolahan, pemasaran, maupun SDM nya. Sehingga usaha tani diharapkan makin efesien dan perolehan devisa semakin bertambah. Salah satu kendala dari agribisnis adalah terbatanya modal dan rendahnya kualita SDM
Nama :Ashim asy’ari (41615110029) TB05
ReplyDeleteMemang diindonesia industri sangat berkembang pesat diberbagai daerah , dan berbagai bagai kalanganpun pernah memproyeksikan sebagai NEGARA INDUSTRI BARU (NIB) . tapi kita hidup diindonesia yang memiliki banyak lahan seharusnya sektor pertanian juga harus dperhatikan oleh karena itu transformasi memang di perlukan , tranformasi yang dimaksud yaitu konsep agribisnis yang bertujuan pertanian meningkat dan mampu mengimbangi perkembangan industri saat ini .
konsep agribisnis memang memiliki tujuan dalam meningkatkan sektor pertanian , tetapi banyak kendala seperti ketertarikan SDM dalam pertanian karena lebih memilih bekerja di industri dan masih terbatasnya fasilitas ataupun modal .
Nama :Ashim asy’ari (41615110029) TB05
ReplyDeleteMemang diindonesia industri sangat berkembang pesat diberbagai daerah , dan berbagai bagai kalanganpun pernah memproyeksikan sebagai NEGARA INDUSTRI BARU (NIB) . tapi kita hidup diindonesia yang memiliki banyak lahan seharusnya sektor pertanian juga harus dperhatikan oleh karena itu transformasi memang di perlukan , tranformasi yang dimaksud yaitu konsep agribisnis yang bertujuan pertanian meningkat dan mampu mengimbangi perkembangan industri saat ini .
konsep agribisnis memang memiliki tujuan dalam meningkatkan sektor pertanian , tetapi banyak kendala seperti ketertarikan SDM dalam pertanian karena lebih memilih bekerja di industri dan masih terbatasnya fasilitas ataupun modal .
Fransisca Selly - 46114110128 - Kewirausahaan 1 Kamis
ReplyDeleteSelamat sore,
artikel ini sangat menarik, membahas kendala apa saja yang terjadi dalam pengembangan agribisnis.
terkadang dengan terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi, maka akan melemah di kedepannya. Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.
Terima Kasih