Oleh : Atep Afia Hidayat - Konflik
selalu mewarnai arena kehidupan, dari konflik-konflik yang sangat kecil sampai
konflik yang sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, berlainan
pendapat dan karena ketidak-samaan kepentingan. Konflik ada yang bisa
diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, ada juga yang
berlarut-larut tanpa solusi.
Jika kita memantau berita
sehari-hari yang terjadi di republik tercinta ini, nyaris tiada hari tanpa
konflik. Diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengatasi beragam konflik
tersebut. Pemerintah sebagai eksekutif tertinggi di negeri ini memang telah berupaya,
namun belum maksimal. Lantas, pihak mana lagi yang bisa diharapkan mengatasi
kekisruhan, supaya konflik tidak meluas dan makin kronis.
Konflik yang tidak tertanggulangi
jelas bisa berakibat pada iklim berbangsa dan bernegara yang tidak kondusif. Bahkan,
konflik yang menyeluruh bisa saja berakibat pada kekacauan nasional,
sebagaimana terjadi di Mesir, Libya dan Bahrain belakangan ini. Apa yang
terjadi di negara-negara Arab tersebut, sejatinya bermula dari konflik-konflik
kecil yang mengakumulasi, bahkan menggurita.
Kalau sudah sampai pada ukuran
maksimalnya, maka terjadilah apa yang disebut “ledakan sosial”. Beragam tatanan
berbangsa dan bernegara bisa berantakan dalam hitungan hari, minggu atau bulan.
Beragam bencana sosial pun terjadi di seantero negeri.
Kata kuncinya, jangan pelihara
bibit konflik, apalagi menyiraminya. Tidak tertutup kemungkinan ada pihak
tertentu yang sengaja menabur bibit konflik, kemudian memeliharanya dengan
tujuan terjadi kekacauan nasional. Di sisi lainnya, jangan pula memancing atau
mengundang kedatangan konflik. Bagikan api dengan nyala kecil, konflik bisa
disulut, terus membesar sehingga akhirnya menimbulkan kebakaran yang parah.
Konflik bisa terjadi kapanpun, di
manapun dan pada siapapun. Konflik bisa terjadi antar negara sampai antar
pribadi. Untuk mengelola konflik (manajemen konflik), jelas dibutuhkan mediasi.
Harus ada pihak ketiga yang dipercaya menjadi penengah. Untuk situasi dan
kondisi Indonesia, seorang tokoh yang piawai dalam manajemen konflik misalnya
mantan Wapres Jusuf Kalla.
Manajemen konflik adalah
serangkaian proses untuk mempertemukan kepentingan dua belah pihak,
menetralisir konflik, dan pemulihan pasca konflik. Manajemen konflik harus
diawali dengan memetakan konflik, mendengar ketarangan dua belah pihak,
mempertemukan kedua belah pihak, dan pengambilan keputusan untuk mengatasi
konflik. (Atep Afia)
@C03-ARIF
ReplyDeletejangan pelihara bibit konflik, apalagi menyiraminya.
Saya menyukai dan setuju dengan quote tersebut, memang konflik harus di selesaikan tidak boleh di biarkan berlarut larut.
Kurniyanto Bayu Anggoro
ReplyDelete@E02-Bayu, @Tugas B05
Konflik, seperti api kecil kemudian membakar hutan.
Dengan manajemen konflik, adalah salah satu cara untuk mengatasi sebuah konflik.
Step by step but sure.
@E34-Sylvana, @Tugas B05
ReplyDeleteKonflik merupakan cerminan masyarakat yang saling berlainan, apabila lain pendapat bisa menimbulkan konflik maka seorang pribadi yang baik harus bisa menempatkan diri ketika konflik terjadi, konflik terjadi bukan semata-mata karena gesekan pihak-pihak tertentu namun karna pembiaran dan profokatif yang terus gencar, mediasi merupakan langkah yang harus ditempuh agar konflik tidak berlarut, seyogyanya apapun konflik yang terjadi harus diselesaikan karena hidup kita terlalu indah jika hanya diisi dengan konflik