Oleh : Atep Afia Hidayat - Berdasarkan data
dari Kementerian Koperasi dan UKM (posisi 30 Desember 2010), jumlah koperasi di
Indonesia mencapai 177.482, sebanyak 52.627 dalam kondisi tidak aktif. Jumlah
anggota koperasi mencapai hampir 30,5 juta orang, dengan volume usaha mencapai
72,822 triliun rupiah, menyerap hampir 359 ribu manajer dan karyawan.
Kenyataannya kontribusi koperasi terhadap perekonomian
nasional jauh lebih kecil dibandingkan
dengan dengan kekuatan swasta. Sektor swasta, khususnya konglomerat nomor 1, 2
dan 3 di Indonesia, memiliki kekayaan sekitar 76,5 triliun rupiah (berdasarkan
data Forbes, Maret 2011, Budi Hartono dan Michael Hartono, sama-sama memiliki
harta senilai 5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 45 triliun. Sementara Low Tuck
Kwong dengan kekayaaan senilai 3,6 miliar dollar AS, atau Rp. 31,5 triliun.),
dengan jaringan bisnis internasional.
Bayangkan, volume usaha seluruh koperasi yang ada di
Indonesia masih rendah jika dibanding jumlah aset dua konglomerat terbesar di
Indonesia. Menyangkut kepemilikan jaringan usaha yang dimiliki usaha swasta
terkemuka sudah sedemikian melebar, bahkan cenderung bersifat monopolistik.
Kalau saja koperasi membentuk jaringan kerja yang terpadu
dan terintegrasi, tidak mustahil aset dan omsetnya menggelembung. Sebagai
contoh, jaringan koperasi konsumsi di Singapura, ternyata mampu menguasai 52
persen bisnis eceran. Di Indonesia, berapa persen bisnis eceran yang dikuasai
koperasi, mungkin di bawah 5 persen saja, itupun di daerah pedesaan (non
perkotaan). Di perkotaan peranan koperasi lebih terdesak lagi, karena begitu
banyaknya usaha swasta yang mendominasi.
Padahal idelanya koperasi mampu berperan sebagai soko guru
perekonomian nasional. Meningkatnya kinerja koperasi diharapkan mampu
memperbaiki kinerja perekonomian nasional. Selain itu koperasi diharapkan
menjadi kekuatan ekonomi yang mampu mendongkrak keberadaan penduduk yang masih
hidup di bawah garis kemiskinan.
Tampaknya agak sulit bagi usaha swasta dan BUMN untuk berperan
penuh dalam upaya mengangkat sekitar 32 juta penduduk Indonesia yang masih
terpuruk dalam kemiskinan. Hal itu disebabkan misi bisnis yang lebih
dipentingkan, meskipun ada yang namanya corporate
social responsibility (CSR) sifatnya masih temporer, pada beberapa
perusahaan masih terkesan basa-basi. Koperasi selain mengemban misi bisnis juga
misi sosial, diharapkan mampu menjangkau lapisan ekonomi paling bawah .
Mengembangkan jaringan kerja koperasi berarti memeperkuat
kemampuan dalam terobosan-terobosan bisnis, sekaligus meningkatkan kualitas dan
kuantitas misi sosial. Salah satu contoh konkretnya ialah dalam program
penyaluran kredit usaha baik untuk petani, pedagang kecil atau industri kecil.
Sudah selayaknya program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) jangkauannya
diperluas, dengan disertai kemudahan namun tetap harus dipertanggungjawabkan.
Melalui jaringan kerja yang terpadu, maka kebutuhan modal
kelompok ekonomi kecil tersebut menjadi mudah untuk dipenuhi. Terbentuknya
jaringan kerja berarti terjadi akumulasi modal dan bertambahnya peluang usaha.
Dengan kata lain potensi ekonomi menggelembung dan kiprahnya bisa makin jelas.
Menurut Dr Thoby Mutis, lemahnya jaringan kerja koperasi
disebabkan oleh dua hal : pertama kepengurusan koperasi dilaskanakan sendiri-sendiri;
dua pembinaan partisipasi anggota sangat rapuh sehingga koperasi tidak
mempunyai kekuatan untuk tumbuh menjadi kuat. Sedangkan menurut Guru Besar
Ikopin Bandung, Prof Dr Yuyun Wirasasmita, bahwa kelemahan koperasi bukan
kelemahan kaidah namun dikarenakan adanya penyimpangan dari kaidah koperasi
sehingga membuat badan usaha itu tidak efektif.
Berbeda dengan di negara lainnya, di Indonesia ada
departemen teknis yang menangani koperasi, yakni Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah. Hal itu mencerminkan keseriusan pemerintah untuk
menumbuh-kembangkan koperasi, sehingga dalam kabinet disediakan instusi
tersendiri.
Namun campur tangan yang berlebihan terhadap penanganan
koperasi dikhawatirkan akan melahirkan semacam pseudo-koperasi, koperasi yang
posisi anggotanya kurang menentukan, hanya sebagai pelengkap, karena
pengambilan keputusan, perencanaan dan kontrol cenderung dilakukan pihak lain.
Apalagi jika koperasi dibentuk “dari atas” sesuai dengan
target tahunan yang ditetapkan. Sudah tentu koperasi yang demikian tidak
benar-benar memiliki “jiwa koperasi”, hanya semacam “sekumpulan wayang yang
digerakkan ki dalang”.
Peranan Kementerian Koperasi dan UKM bisa lebih diarahkan
pada upaya pembinaan dan konsultasi, atau sebagai “payung” bagi perkoperasian
nasional. Kementerian Koperasi dan UKM bisa bekerjasama dengan Dekopin (Dewan
Koperasi Indonesia) atau Induk Koperasi untuk memantapkan jaringan kerja
koperasi nasional.
Koperasi diharapkan menjadi soko guru dalam perekonomian
nsional, sehingga peta kekuatan ekonomi nasional tidak hanya didominasi swasta
dan BUMN. Kondisi perkoperasi memang perlu dibenahi lebih lanjut, melalui
jaringan kerja diharapkan bisa saling mengisi dan melengkapi.
Koperasi yang memiliki keunggulan dalam bidan tertentu bisa
membina koperasi lainnya yang belum maju. Begitu pula koperasi yang kelebihan
dana bisa bekerjasama dengan koperasi lainnya untuk melakukan investasi atau
proyek bersama.
Kalau kondisi koperasi sudah mapan maka proyek-proyek besar
berskala nasional bisa diperoleh, misalnya dalam pengadaan jenis barang
tertentu. Selama ini proyek pengadaan barang impor selalu ditangani usaha
swasta besar (konglomerat) dan BUMN, hal itu mengingat koperasi belum mampu
menjadi rekanan.
Untuk mengembangkan jaringan kerja koperasi tentu saja
diperlukan tenaga profesional. Dengan sedikit polesan dan penambahan wawasan,
lulusan perguruan tinggi perkoperasian bisa berperan aktif. Selain itu, sarjana-sarjana
ekonomi dan sosial ekonomi pertanian, juga dapat dikembangkan skill-nya untuk menjadi tenaga-tenaga
profesional dalam bidang perkoperasian.
Di Belanda, Jepang dan Australia sudah ada kekuatan koperasi
yang menjelma menjadi konglomerat, baik itu dalam bidang perbankan atau
menguasai produk tertentu. Untuk mengembangkan visi, tak ada salahnya
tenaga-tenaga dari Indonesia dikirim ke sana untuk memperoleh pelatihan. Atau
sebaliknya, tenaga professional dari luar didatangkan ke Indonesia untuk
mengintroduksikan kemampuannya.
Hal yang tak kalah pentingnya ialah “Memasyarakatkan Koperasi”,
namun dalam hal ini tidak berarti memaksa dengan cara-cara tertentu agar
masyarakat menjadi anggota koperasi. Bagaimanapun menjadi anggota koperasi
harus didasari sikap suka rela, tanpa paksaan.
Memasayarakatkan koperasi ialah mempopulerkan koperasi di
tengah masyarakat, baik melalui penyuluhan, kampanye atau siaran pendidikan
perkoperasian melalui media cetak, elektronik dan online. Dengan adanya jaringan kerja koperasi yang mapan, maka
luapan minat masyarakat untuk menjadi anggota bisa tersalurkan. Dalam hal ini
perbaikan kinerja koperasi berarti memperkokoh keberadaan koperasi, dengan kata
lain koperasi menjadi semakin populer, hal itu sekaligus akan menimbulkan
rangsangan bagi masyarakat untuk mendekati sekaligus menjadi anggota koperasi.
Pengembangan jaringan kerja tentu saja perlu didukung oleh
pemanfaatan teknologi, paling tiak dilengkapi dengan jaringan internet. Dengan
demikian pengelolaan data dan informasi menjadi lebih mudah dan selalu online serta update.
Bagaimanapun suatu jaringan kerja memerlukan perangkat keras
dan perangkat lunak. Untuk itu diperlukan investasi yang tak sedikit. Supaya
jaringan kerja bisa beroperasi secara
efektif dan efisien, maka perlu ada pewilayahan, paling tidak mulai dari
tingkat kecamatan.
Dengan tumbuh dan berkembangnya koperasi, kondisi
perekonomian nasional diharapkan makin sehat dan bergairah. Trilogi seperti
pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan pun bisa benar-benar diwujudkan.
Sebelum mengupayakan terbentuknya jaringan kerja koperasi,
alangkah baiknya terlebih dahulu dilakukan “penyehatan” masing-masing koperasi.
Koperasi yang “kurang sehat” tak ada salahnya melakukan merger dengan koperasi
yang “sehat”, sehingga kinerjanya bisa membaik.
Dengan adanya jaringan kerja,
koperasi yang “sehat” diharapkan “makin sehat”, sedangkan koperasi yang “kurang
sehat” diharapkan menjadi “sehat”. Pada gilirannya koperasi yang sehat akan
menimbulkan dampak langsung berupa “penyehatan” ekonomi nasional. (Atep Afia).
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@C16-BAHRUDIN, Tugas TC05
ReplyDeletedengan memeprkuat jaringan koperasi adalah pilihan tepat agar perekonomian pengusaha pengusaha kecil dan petani bisa berjlan. namun koperasi harus jujur, terhindar dari korupsi dan saling menjatuhkan, akan tetapi haruslah saling tolong menolong dan bekerja sama agar terciptanya koperasi yang kuat.
@C17-WASTIONO, Tugas TC05
ReplyDeleteDidalam memperkuat jaringan koperasi memang jelas perlunya dukungan dari berbagai jaringan baik itu dalam negri maupun luar negri . peranan kementerian koperasi dan UKM bisa lebih mengarahkan pada upaya pembinaan dan konsultasi wadah dari perkoprasian nasional sebagaimana kementerial koperasi dan ukm dapat bekerja sama dengan Dekopi (dewan koprasi indonesia) gotong royong bahu membahu sangat lah di butuhkan sebagai contoh koperasi yang memiliki keunggulan dalam bidang tertentu dapat membina koprasi lainnya yang belum maju . dengan demikian koperasi nasional dapat tumbuh maju dan tegar mampu menjawab proyek – proyek nasional dengan sekala besar dalam pengadaan barang tertentu yang selama ini barang tersebut di tangani oleh pihak usaha swasta dan BUMN . kebutuhan perangkat lunak dalam jaringan koprasi juga sangat di butuhkan untuk pengontrolan kesehatan tiap tiap koprasi di setiap daerah dengan hal tersebut semua unit koprasi dapat terkontrol kesehatannya dan sehatlah ekonomi nasional . trimakasih
Saat ini keadaan koperasi sedang terkubur. Artinya masyarakat tidak terlalu tahu apa itu koperasi. Penyuluhan pada masyarakat adalah cara yang tepat agar koperasi bisa bersaing dengan BMUN ataupun swasta. Dengan adanya promosi dan penyuluhan masyaraka dapat tahu dimana koperasi di daerahnya, keuntungan koperasi, dan tentunya dapat menjadikan negara Indonesia dari segi perekonomian dapat maju. Selain ini koperasi yang memiliki visi sosial juga dapat mensejahterakan masyarakat menengah kebawah.
ReplyDeleteTerimakasih
Saat ini keadaan koperasi sedang terkubur. Artinya masyarakat tidak terlalu tahu apa itu koperasi. Penyuluhan pada masyarakat adalah cara yang tepat agar koperasi bisa bersaing dengan BMUN ataupun swasta. Dengan adanya promosi dan penyuluhan masyaraka dapat tahu dimana koperasi di daerahnya, keuntungan koperasi, dan tentunya dapat menjadikan negara Indonesia dari segi perekonomian dapat maju. Selain ini koperasi yang memiliki visi sosial juga dapat mensejahterakan masyarakat menengah kebawah.
ReplyDeleteTerimakasih