Oleh : Atep Afia
Hidayat - Saat ini sudah banyak
perguruan tinggi di Indonesia yang menyatakan sedang menuju kelas dunia.
Hal itu merupakan sebuah ambisi yang positif dan progresif jika disertai dengan
langkah-langkah obyektif dan faktual kearah itu. Namun untuk memperoleh status
universitas kelas dunia jelas sangat tidak mudah, harus ada unggulan tertentu
yang benar-benar berkelas dunia, dan nyaris tidak ada pesaingnya di Negara
lain. Unggulan tersebut bisa berupa sebuah program studi, pusat studi atau
pusat kajian, lembaga penelitian, kurikulum, laboratorium dan sebagainya.
Di Indonesia beberapa universitas memang sudah layak
mempromosikan diri sebagai universitas kelas dunia. Beberapa perguruan tinggi tertua seperti ITB, UGM, UI
dan IPB sudah memiliki tradisi akademik dan riset yang mumpuni. Kiprahnya di
tingkat nasional sudah tidak diragukan, baik berupa kontribusi sumberdaya
manusia maupun sumberdaya teknologi.
Ketika Orde Baru berkuasa misalnya,
Kabinet Pembangunan I – VII didominasi
oleh profesional dari perguruan tinggi tersebut. Begitu pula pengembangan
teknologi baru baik dibidang industri, pangan dan pertanian, pertambangan dan
energi, juga didominasi periset dari perguruan tinggi tersebut. Riset unggulan bidang ekonomi dan sosial pun
banyak dihasilkan perguruan tinggi tersebut. Pada lapisan berikutnya muncul
nama-nama Unair, Unpad, Undip, Unhas dan ITS. Mengikuti jejak pendahulunya,
perguruan tinggi inipun sudah bersiap untuk go internasional.
Selain deretan nama di atas, tentu saja masih banyak
universitas atau perguruan tinggi lainnya, baik yang tergolong PTN atau PTS
yang saat ini sedang berbenah mengejar status sebagai universitas kelas dunia.
Namun kalau kita cermati dengan seksama, ada beberapa kelemahan mendasar dari perguruan tinggi yang ada di
Indonesia.
Pertama, kelemahan dalam aspek kreativitas dan inovasi. Hal
itu terutama karena belenggu akademik dan administrasi yang membebani para pengajar, peneliti atau
ilmuwan yang ada di perguruan tinggi. Memang ada ketentuan mengenai beban kerja
dosen (BKD) bahkan ada yang namanya sertifikasi dosen, namun banyak manajemen
perguruan tinggi memperlakukan
sumberdaya dosen seperti tenaga
administrasi (admin).
Bahkan, ada kasus penilaian kinerja dosen diukur oleh jumlah
jam kehadiran di tempatnya bekerja. Dengan perlakuan seperti itu, tentu saja
bisa menghambat aktivitas kreatif
seorang akademisi. Bagaimanapun
eksploitasi dan eksplorasi ilmu, seni dan teknologi sulit dibatasi waktu dan
ruang kerja, sangat berbeda dengan pekerjaan administrasi biasa.
Kedua, kelemahan dalam aspek teknologi dan sistem informasi.
Sebagai contoh, keberadaan situs web perguruan tinggi di Indonesia, tampilannya
belum begitu menarik dan kontennya belum
komprehensif. Seringkali untuk menyiasati peringkat web di tingkat dunia (Webometrics) beragam cara kurang
elegan pun dilakukan. Padahal keberadaan situs web perguruan tinggi merupakan
etalase yang memberikan gambaran aktual dan faktual.
Ketiga, kelemahan dalam manajemen perguruan tinggi. Untuk
menjadi universitas kelas dunia setidaknya diperlukan wakil rektor atau pejabat
setingkat direktur yang membidangi
kerjasama internasional. Orang yang menduduki posisi tersebut selayaknya yang benar-benar
memiliki reputasi internasional dan kompetensinya dikenal secara luas minimal
di 10 negara dengan kualitas pendidikan yang terbaik. Nah, pejabat inilah yang
membawa misi “mendunia-kan” perguruan tinggi. Kerjasama internasional hendaknya
dilakukan dengan perguruan tinggi di negara lain dengan kelas yang lebih baik,
atau minimal setaraf.
Dalam hal ini menuju universitas kelas dunia sudah
selayaknya bukan sekedar semboyan dan hanya untuk menarik simpatik calon
mahasiswa baru. Posisi universitas kelas dunia harus dicapai dengan menawarkan
keunggulan tertentu, selanjutnya dibarter dengan keunggulan yang dimiliki
perguruan di luar negeri. Dengan
demikian, sebelum ber-koar-koar tentang universitas kelas dunia, sebelumnya
perlu berkonsentrasi untuk mengembangkan kekuatan internal, antara lain berupa
pencapaian dalam keunggulan keilmuan, teknologi atau seni dan budaya tertentu.
(Atep Afia).
Menuju Universitas kelas dunia memang tidak mudah, akan tetapi seperti pada artikel diatas jika beberapa kelemahan tersebut diperbaiki makan untuk menjadi Universitas kelas dunia bisa saja, Universitas yang mempunyai label kelas dunia pun harus memperbaiki segala sarana dan prasarananya sehingga memang layak untuk disebut Universitas kelas dunia
ReplyDelete@B16-KRISNA, TB05 Menuju universitas kelas dunia sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas baik bagi universitas, para pengajar maupun para mahasiswa, sehingga mampu bersaing dalam kancah internasional.
ReplyDelete@C19-HILMAN, TC05
ReplyDeleteDalam artikel ini kita bisa lihat betapa pentingnya memajukan universitas kedalam dunia internasional. Sebagai universitas swasta unggulan, Univeritas Mercubuana kedepannya harus bisa menjadi salah satu Universitas yang dipandang didunia internasional. Sebagai mahasiswa dan generasi muda sudah saatnya kita memperbanyak prestasi sehingga dapat mengharumkan nama Universitas Mercubuana di mata dunia internasional. Kita jangan mau kalah dari Universitas luar negeri yang bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru.
Hendrik Milion Silaen
ReplyDelete@E16-Hendrik, @Tugas B05
Menuju Universitas kelas dunia memang tidak mudah untuk dicapai. Banyak faktor-faktor yang menjadi hambatan dan kendala seperti yang diuraikan dalam artikel di atas. Semua hambatan dan kendala-kendala tersebut dapat kita lalui apabila semua pihak, baik dari pihak universitas, mahasiswa-mahasiswi dan pemerintah bekerja sama bersatu membangun membawa universitas tersebut ke jejang internasional. Apabila hal ini terlaksana maka universitas dan negara tersebut tidak dipandang sebelah mata lagi oleh dunia internasional. Mari kita capai dan wujudkan menuju universitas kelas dunia.