Pages

KAA Media Group

Apr 23, 2013

Menuju Universitas Kelas Dunia


Oleh : Atep Afia Hidayat - Saat ini sudah banyak  perguruan tinggi di Indonesia yang menyatakan sedang menuju kelas dunia. Hal itu merupakan sebuah ambisi yang positif dan progresif jika disertai dengan langkah-langkah obyektif dan faktual kearah itu. Namun untuk memperoleh status universitas kelas dunia jelas sangat tidak mudah, harus ada unggulan tertentu yang benar-benar berkelas dunia, dan nyaris tidak ada pesaingnya di Negara lain. Unggulan tersebut bisa berupa sebuah program studi, pusat studi atau pusat kajian, lembaga penelitian, kurikulum, laboratorium  dan sebagainya.

Di Indonesia beberapa universitas memang sudah layak mempromosikan diri sebagai universitas kelas dunia. Beberapa  perguruan tinggi tertua seperti ITB, UGM, UI dan IPB sudah memiliki tradisi akademik dan riset yang mumpuni. Kiprahnya di tingkat nasional sudah tidak diragukan, baik berupa kontribusi sumberdaya manusia maupun sumberdaya teknologi.

Ketika Orde Baru berkuasa misalnya, Kabinet Pembangunan  I – VII didominasi oleh profesional dari perguruan tinggi tersebut. Begitu pula pengembangan teknologi baru baik dibidang industri, pangan dan pertanian, pertambangan dan energi, juga didominasi periset dari perguruan tinggi tersebut.  Riset unggulan bidang ekonomi dan sosial pun banyak dihasilkan perguruan tinggi tersebut. Pada lapisan berikutnya muncul nama-nama Unair, Unpad, Undip, Unhas dan ITS. Mengikuti jejak pendahulunya, perguruan tinggi inipun sudah bersiap untuk go internasional.

Selain deretan nama di atas, tentu saja masih banyak universitas atau perguruan tinggi lainnya, baik yang tergolong PTN atau PTS yang saat ini sedang berbenah mengejar status sebagai universitas kelas dunia. Namun kalau kita cermati dengan seksama, ada beberapa kelemahan  mendasar dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Pertama, kelemahan dalam aspek kreativitas dan inovasi. Hal itu terutama karena belenggu akademik dan administrasi  yang membebani para pengajar, peneliti atau ilmuwan yang ada di perguruan tinggi. Memang ada ketentuan mengenai beban kerja dosen (BKD) bahkan ada yang namanya sertifikasi dosen, namun banyak manajemen perguruan tinggi memperlakukan  sumberdaya dosen  seperti tenaga administrasi (admin).

Bahkan, ada kasus penilaian kinerja dosen diukur oleh jumlah jam kehadiran di tempatnya bekerja. Dengan perlakuan seperti itu, tentu saja bisa menghambat aktivitas kreatif   seorang akademisi.  Bagaimanapun eksploitasi dan eksplorasi ilmu, seni dan teknologi sulit dibatasi waktu dan ruang kerja, sangat berbeda dengan pekerjaan administrasi biasa.

Kedua, kelemahan dalam aspek teknologi dan sistem informasi. Sebagai contoh, keberadaan situs web perguruan tinggi di Indonesia, tampilannya belum begitu menarik dan  kontennya belum komprehensif. Seringkali untuk menyiasati peringkat web di tingkat dunia (Webometrics) beragam cara kurang elegan pun dilakukan. Padahal keberadaan situs web perguruan tinggi merupakan etalase yang memberikan gambaran aktual dan faktual.

Ketiga, kelemahan dalam manajemen perguruan tinggi. Untuk menjadi universitas kelas dunia setidaknya diperlukan wakil rektor atau pejabat setingkat direktur  yang membidangi kerjasama internasional. Orang yang menduduki posisi tersebut selayaknya yang benar-benar memiliki reputasi internasional dan kompetensinya dikenal secara luas minimal di 10 negara dengan kualitas pendidikan yang terbaik. Nah, pejabat inilah yang membawa misi “mendunia-kan” perguruan tinggi. Kerjasama internasional hendaknya dilakukan dengan perguruan tinggi di negara lain dengan kelas yang lebih baik, atau minimal setaraf.

Dalam hal ini menuju universitas kelas dunia sudah selayaknya bukan sekedar semboyan dan hanya untuk menarik simpatik calon mahasiswa baru. Posisi universitas kelas dunia harus dicapai dengan menawarkan keunggulan tertentu, selanjutnya dibarter dengan keunggulan yang dimiliki perguruan  di luar negeri. Dengan demikian, sebelum ber-koar-koar tentang universitas kelas dunia, sebelumnya perlu berkonsentrasi untuk mengembangkan kekuatan internal, antara lain berupa pencapaian dalam keunggulan keilmuan, teknologi atau seni dan budaya tertentu. (Atep Afia).


4 comments:

  1. Menuju Universitas kelas dunia memang tidak mudah, akan tetapi seperti pada artikel diatas jika beberapa kelemahan tersebut diperbaiki makan untuk menjadi Universitas kelas dunia bisa saja, Universitas yang mempunyai label kelas dunia pun harus memperbaiki segala sarana dan prasarananya sehingga memang layak untuk disebut Universitas kelas dunia

    ReplyDelete
  2. @B16-KRISNA, TB05 Menuju universitas kelas dunia sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas baik bagi universitas, para pengajar maupun para mahasiswa, sehingga mampu bersaing dalam kancah internasional.

    ReplyDelete
  3. @C19-HILMAN, TC05

    Dalam artikel ini kita bisa lihat betapa pentingnya memajukan universitas kedalam dunia internasional. Sebagai universitas swasta unggulan, Univeritas Mercubuana kedepannya harus bisa menjadi salah satu Universitas yang dipandang didunia internasional. Sebagai mahasiswa dan generasi muda sudah saatnya kita memperbanyak prestasi sehingga dapat mengharumkan nama Universitas Mercubuana di mata dunia internasional. Kita jangan mau kalah dari Universitas luar negeri yang bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru.

    ReplyDelete
  4. Hendrik Milion Silaen
    @E16-Hendrik, @Tugas B05

    Menuju Universitas kelas dunia memang tidak mudah untuk dicapai. Banyak faktor-faktor yang menjadi hambatan dan kendala seperti yang diuraikan dalam artikel di atas. Semua hambatan dan kendala-kendala tersebut dapat kita lalui apabila semua pihak, baik dari pihak universitas, mahasiswa-mahasiswi dan pemerintah bekerja sama bersatu membangun membawa universitas tersebut ke jejang internasional. Apabila hal ini terlaksana maka universitas dan negara tersebut tidak dipandang sebelah mata lagi oleh dunia internasional. Mari kita capai dan wujudkan menuju universitas kelas dunia.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.