Oleh : Atep Afia Hidayat – Selama ini Indonesia
dikenal sebagai negara agraris, terutama karena sebagian besar penduduknya
masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Melalui tahapan
pembangunan wajah agraris itu berangsur-angsur dipoles industrialisasi.
Sektor industri terus
tumbuh sehingga kontribusinya berkisar
abtara 26 – 28 persen dari PDB (produk domestik bruto). Sedangkan PDB sektor
pertanian berkisar antara 13 – 16 persen. Selama tahun 2010 sektor industri
mengalami pertumbuhan ekspor sekitar 33,47 persen, sementara pertumbuhan ekspor
hasil pertanian sebesar 14,90 persen dan
sektor hasil pertambangan 35,34 persen
Lantas, jurus apa saja yang perlu
diterapkan agar posisi sektor pertanian bisa memberikan kontribusi yang optimal
terhadap ekspor nonmigas, juga sekaligus mampu mendongkark pendapatan petani.
Dalam beberapa dekade terakhir istilah
agribisnis semakin popular, banyak diungkapkan dalam seminar atau pertemuan
ilmiah lainnya. Agribisnis seolah menjadi jurus yang ampuh untuk menuntaskan
berbagai masalah pertanian. Pertemuan-pertemuan ilmiah itupun menyimpulkan
sekaligus perekomendasikan, bahwa sebagai salah satu sektor andalan maka
pengembangan agribisnis harus makin dipacu.
Menurut Arsyad dkk (1985), yang
dimaksud dengan agribisnis ialah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah
satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran
yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Sedangkan yang dimaksud
dengan adanya hubungan dengan pertanian dalam arti luas yaitu kegiatan usaha
yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan pertanian.
Jika memperhatikan pengertian di atas
ternyata agribisnis bukan merupakan “barang baru”, kegiatannya sendiri
sebenarnya sudah berlangsung sejak 7.000 – 10.000 tahun yang silam (jaman
neolitikum), yaitu sejak manusia mulai membudidayakan tanaman.
Hal yang ditekankan dalam agribisnis
ialah keterpaduan antar sektor, baik produksi, pengolahan, pemasaran, termasuk
unsur-unsur penunjangnya seperti sarana produksi dan permodalan. Selain itu
dalam konsep agribisnis dikenal adanya manajemen pertanian modern yang menitik
beratkan segi produktivitas dan efisiensi.
Agribisnis telah direkomendasikan
sebagai jurus ampuh untuk memperbaiki nasib petani sekaligus untuk meningkatkan
ekspor nonmigas, namun dalam penerapannya seringkali dihadapkan pada hambatan
seperti unit produksi yang terletak di lokasi terpencar, dengan luas lahan yang
kecil-kecil, hal itu jelas bertolak belakang dengan konsep agribisnis.
Menghadapi kondisi yang demikian
diperlukan manajemen yang lebih fleksibel, inovasi teknologi, serta aspek sosial
dan ekonomi yang berorientasi pada kondisi lokal.
Hambatan lainya ialah infrastruktur
yang minim, bagaimanapun suatu unit agribisnis perlu ditunjang olhe sarana
transportasi yang memadai seperti jalan, pelabuhan dan bandara perintis, begitu
pula dengan telekomunikasi, sumber energi dan pengairan.
Kondisi minimnya infrastruktur
menyebabkan rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Kawasan
Indonesia Timur (Kintim). Investor merasa dibebani jika harus sekaligus
membangun infrastruktur.
Di kawasan Kalimantan, Sulawesi dan
Papua banyak dibuka perkebunan besar. Hambatan terbesar yang dihadapi tak lain
minimnya infrastruktur. Untuk mengekspor komoditinya seringkali terlebih dahulu
harus melalui Surabaya, karena belum banyak pelabuhan ekspor yang memadai, maka
biaya pengiriman pun meningkat. Adanya tambahan biaya tersebut jelas bisa
meningkatkan harga jual, yang secara langsung akan menurunkan daya saing
komoditi di pasar internasional.
Minimnya infrastruktur menyebabkan
efisiensi menurun, apalagi jika skala agribisnis yang dijalankan berukuran
kecil. Di beberapa daerah tertentu produk pertanian sering ditumpuk dan
dibiarkan membusuk, tak lain karena tidak sempat terangkut.
Ada juga kasus lainnya yang berpangkal
dari minimnya sarana transportasi, seperti kesulitan dalam memperoleh pupuk,
pestisida, benih atau bibit, yang seringkali menimpa petani-petani di pelosok
terpencil. Bagaimana bisa mengacu pada segi produktvitas dan efisiensi jika
sarana produksi masih sulit diperoleh. Kalaupun ada ternyata harganya sangat
mahal, terutama akibat biaya pengangkutan yang tinggi. Transportasi pedalaman
dan antar pulau jelas sangat mahal dan berdampak langsung terhadap inefisiensi
agribisnis.
Agribisnis menekankan pada keterpaduan
antar sub sektor, misalnya antara produksi dan pengolahan. Namun yang terjadi
justru adanya pemusatan unit-unit pengolahan (agroindustri) di kota-kota,
sedangkan unit-unit produksi berada di pelosok pedalaman yang berjarak puluhan
hingga ratusan kilometer. Hal itu jelas menyebabkan harga bahan baku melonjak,
serta menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Melalui penerapan konsep agribisnis yang terpadu dan
menyeluruh, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional bisa
makin membaik, begitu pula terhadap kesejahteraan petani. Persoalannya faktor
keseriusan dari pemerintah belum jelas, pengurusan sektor pertanian masih
dibebani kepentingan politik, bukan kepentingan petani.
Hal itu bisa dilihat
dari posisi Menteri Pertanian yang tidak diduduki oleh pakar terkemuka bidang
pertanian, tidak seperti pada rejim orde baru, yang menjadi Menteri Pertanian
saat itu sudah pasti seorang ahli pertanian yang mumpuni, bahkan bergelar
Profesor. Ya, proses metamorfosa
pertanian ke agribisnis membutuhkan keseriusan semua pihak, terutama pemerintah
yang berkuasa. (Atep
Afia)
@C17-WASTIONO, Tugas TC05
ReplyDeleteMenurut saya memang sudah saat nya petani tidak hanya sebagai petani yang hanya menanan padi namun saatnya juga menanam padi berbisnis dimana pertanian indonesia dapat sebagai macan asia di mana pengeksporan hasil pertanian dapat merajai asia kembali . tahap tahap yang di lakukan pemerintah melalui seminar seminar memang sangat lah benar namun mengenai seminar real langsung ke petani yang ada di lapangan hal ini juga sangat menentukan dan butuh di tingkatkan di dalam pemrintahan tidak hanya di dalam parlemant parlement merencanakan tapi tidak di barengin dengan aksi di lapangan. Perlunya infrastruktur dalam peningkatan jalannya komoditi sangatlah di perlukan dan tidak menjadi sebuah kendala yang berkepanjangan dan seperti yang bapak atep bahwa semuanya butuh tangan keseriusan dari pihak yang berkuasa tanpa ada aksi dari orang orang tersebut hanya menjadi angan angan kosong. Trimakasih.
@B14-Haelis, Tugas TB05
ReplyDeleteAgribisnis adalah terobosab baru dalam hidang pertanian untuk mensejahterakan para petani. Tetapi hal yang menghambat proses agribisnis ada dalam sarana yang dibentuk pemerintah. Sekali lagi ini merupakan pr pemerintah untuk mengolah dan memperbaiki lagi sarana dan prasarana yang ada di Indonesia. Apabila sarana dan prasarana sudah baik maka sistem agribisnis bisa berjalan baik dan para petani bisa memperoleh keuntungan dari sistem agribisnis ini. Sarana yang baik juga dapat membuat suatu proses produksi yang efisien dan efektifitas.
Terimakasih