Oleh : Atep Afia Hidayat - Pendidikan adalah sebuah proses, bagaimana
menumbuh-kembangkan peserta didik kearah kondisi yang lebih matang. Dengan kata
lain, supaya seseorang menjadi matang aspek-aspek kemanusiaannya harus melalui proses pendidikan. Namun proses
pendidikan yang berlangsung dinilai belum menyentuh segenap aspek kemanusiaan.
Hanya sebagian sisi kemanusiaan saja yang dipoles dan diisi, sehingga muncul
kondisi pendidikan setengah mateng (baca: matang).
Kenapa pendidikan setengah mateng dan tidak mateng penuh ?
Ada beberapa faktor penyebab.
Pertama, kurikulum yang dirancang kurang lengkap dan tidak
bersinggungan langsung dengan proses dan dinamika kehidupan peserta didik.
Kurikulum pendidikan yang bersifat mengambang menyebabkan keluaran proses pendidikan
tidak siap menghadapi kehidupan nyata. Ada jurang yang melebar di antara muatan
pendidikan (teori) dengan aplikasi di
masyarakat. Dengan kata lain link and
match antara pendidikan dan kehidupan nyata tidak tercapai.
Sebenarnya hakikat pendidikan adalah sebuah proses untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik itu sendiri. Sementara ada beberapa perguruan
tinggi yang menuliskan visi dan misinya untuk memenuhi kebutuhan industri.
Terlalu ! Bagaimana jadinya proses pendidikan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan industri. Ada kesan terjadinya
eksploitasi sumberdaya manusia tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan itu
sendiri. Manusia seperti sejajar dengan mesin atau robot, upaya peningkatan
kualitasnya hanya sekedar untuk kebutuhan industri.
Sebagai akibat dari penentuan visi dan misi yang keliru,
maka kurikulum yang dibuat menjadi terkesan kurang humanis, lebih cenderung
kapitalis dan sekuler.
Kedua, institusi pendidikan baik berupa sekolah atau
perguruan tinggi yang cenderung “diseragamkan”. Padahal idealnya setiap
institusi pendidikan memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, tergantung
pada kearifan local dan warna institusi itu sendiri. Kebijakan pemerintah
menyangkut penyeragaman sudah selayaknya ditinjau ulang, mulai dari hal seperti
pakaian. Ada baiknya mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah pertama,
menengah umum dan kejuruan tidak diberikan kewajiban seragam sekolah.
Bagaimanapun seragam identik dengan penghambatan kreatifitas dank
ke-aneka-ragaman. Pada hakekatnya manusia dilahirkan dengan ke-aneka-ragaman,
bahkan pada yang kembar sekalipun, tentu ada bedanya.
Seharusnya setiap sekolah atau perguruan tinggi dipacu untuk
memiliki keunggulan, keunikan dan ke-khas-an tersendiri. Di sekolah menengah
pertama dan umum sekalipun, perlu ada kreatif masing-masing, apalagi di sekolah
menengah kejuruan. Bahkan mulai dari sekolah dasar prinsip ke-aneka-ragaman
sudah diterapkan. Setiap siswa SD adalah manusia yang unik, dengan obsesi,
fantasi dan bakat masing-masing. Perlu ada bimbingan dan konselor sejak dini
untuk mengarahkan pada upaya pematangan nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan.
Dalam hal ini posisi guru sangat menentukan, maka aspek kualitas guru menjadi
penentu. Proses pendidikan tahap awal adalah yang terpenting, selayaknya untuk
jenjang pendidikan SD dipegang oleh guru-guru yang kapabel dan professional.
Ketiga, aspek pendidik yang kurang mumpuni. Hal ini meliputi
faktor kemampuan dan atau keseriusan. Ada guru yang mampu dan serius, mampu
tapi tidak serius, tidak mampu tapi serius, serta tidak mampu dan tidak serius.
Proporsi untuk guru yang mampu dan serius menempati posisi kerucut pada sebuah
piramida. Dengan kata lain pendidik yang mampu dan serius tergolong minoritas.
Hal inilah yang menyebabkan kemampuan lulusan berada di bawah standar.
Keempat, aspek infrastruktur pendidikan. Bagaimanapun proses
pendidikan memerlukan infrastruktur yang memadai, mulai dari bangunan sekolah, perlengkapan sekolah, termasuk
kemudahan transportasi menuju sekolah. Kondisi saat ini, jangankan di luar
Pulau Jawa, di Pulau Jawa saja masih banyak sekolah yang kondisinya
memprihatinkan. Di beberapa tempat proses belajar mengajar berlangsung di
sebuah bangunan darurat, bahkan ada yang
mirip kandang kambing. Anggaran pendidikan di Negara kita sebenarnya tergolong
besar, selayaknya tidak ada kebocoran dalam pemanfaatannya.
Setiap peserta didik harus mendapatkan hak-haknya secara
penuh, termasuk mendapat pendidikan yang berkualitas. Jika proses pendidikan
berlangsung secara setengah mateng, maka bagaimana jadinya nasib bangsa ini di
masa mendatang, tentu selalu kalah dan kalah dalam persaingan. Oleh sebab itu
pendidikan perlu di renovasi dan di reformasi, supaya bangsa kita memiliki
kualitas yang matang. (Atep Afia/KangAtepAfia.com).
memang sepertinya perlu sertifikasi kualitas guru dan dosen, agar kualitas pendidikan di Indonesia full tidak setengah-setengah.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBenar sekali pak, Harusnya Kualitas Guru ataupun Dosen yang mengajar mempunyai Kualitas yang Baik dan semangat untuk Memajukan sekolah dan menanamkan semangtbagi Mahasiswa atau pun muidnya lebih mempunyai Keahlian dan kelebihan yang bisa diandalkan.
ReplyDelete@C33-TRI, TUGAS TC05
ReplyDeleteMungkin bisa jadi semua aspek harus di benahi. Yang paling penting adalah dari Dosen atau Guru pengampunya sendiri. Kualitas penyampaiannya harus ditingkatkan, dalam penyampaian materi yang mempermudah mahasiswa atau pelajar mudah menangkap dan memahaminya. Setelah itu dari segi kurikulumnya, materi-materinya setidaknya menggunakan bahasa yang mudah di pahami oleh mahasiswa ataupun pelajar. Tidak hanya itu, mungkin dari segi mahasiswa dan pelajar sendiri juga harus ditingkatkan agar semangat dalam belajar dan tidak malas-malasan.
Jessica Siahaan
ReplyDelete@E30-Jessica, @Tugas B05
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting di dunia ini. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup kita kedepannya.
Pemerintah perlu lebih fokus lagi terhadap kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Tidak hanya sekolah-sekolah di kota besar saja yang diperhatikan, tetapi juga sekolah-sekolah di daerah kecil.
Mulai dari bangunan sekolah dan kelas yang memadai, fasilitas yang cukup, bahkan kualitas pengajar pun perlu diperhatikan. Agar kualitas pendidikan yang ada di seluruh wilayah di Indonesia itu merata dan berkualitas, sehingga para pelajar pun tidak menyandang gelar pendidikan setengah matang.