Oleh : Atep Afia Hidayat - - Di antara sistem
perekonomian yang diterapkan setiap negara kini terjadi pembauran. Menyatunya
berbagai sistem tersebut menunjukkan bahwa proses globalisai tengah
berlangsung. Kenyataannya terjadi akselerasi dalam proses tersebut, terutama
karena kemajuan teknologi informasi dan transportasi.
Perekonomian dunia
semakin “sibuk”, aktivitasnya menggelembung, bahkan mampu menembus batas-batas
antar negara. Belakangan ini muncul kecenderungan terbentuknya kawasan-kawasan
perdagangan bebas, diprakarsai oleh Uni Eropa Amerika Utara, lantas Asean dan
Asia Pasifik.
Perekonomian dunia
mengalami perkembangan yang pesat, apalagi dalam, apalagi dalam suasana yang
relatif damai di mana perang dingin antara blok barat dan timur telah berlalu.
Kini setiap negara berlomba untuk membangun dan menumbuh-kembangkan
perekonomiannya, hingga kesejahteraan rakyatnya bisa benar-benar meningkat.
Sementara dideretan
papan atas negara-negara ekonomi maju terjadi persaingan ketat untuk menguasai
perekonomian dunia. Saat ini Cina ada di “peringkat satu”, jauh meninggalkan
Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Rusia dan beberapa
negara “ekonomi maju” lainnya. Dalam era globalisasi ekonomi, Cina tampaknya begitu
mendominasi, terutama dengan teknologi dan industri sebagai tulang punggungnya.
Di tengah-tengah
persaingan ekstra ketat dideretan “papan atas”, beberapa negara tetangga Cina
dan Jepang belakangan ini menunjukkan prestasi gemilang. Sebutlah Korea Selatan,
Taiwan, Hongkong dan Singapura yang sempat dikenal sebagai “empat macan Asia”
kini menunjukkan “prestasi ekonomi” yang mencengangkan dunia.
Boleh jadi kelompok
“papan atas” perekonomian dunia mulai khawatir. Apalagi bagi Amerika Serikat
dan Eropa Barat, munculnya kekuatan Asia tersebut bisa menjadi ancaman serius.
Sebagaimana diketahui dalam industri-industri tertentu (seperti otomotif dan
elektronika) negara-negara tersebut kalah bersaing dengan Jepang, bahkan
pasaran dalam negeri masing-masing nyaris didominasi produk Jepang. Nah,
kemunculan macan-macan Asia tentu saja berpotensi besar untuk membuat industri
di negara-negara tersebut menjadi kalah bersaing.
Memperhatikan “prestasi
ekonomi” beberapa negara Asia, terutama Asia Timur, tak berlebihan jika muncul
prediksi dalam beberapa dekade mendatang perekonomian dunia kan berpusat di
sekitar kawasan Asia Pasifik, dengan Cina dan Jepang motornya.
Implikasi Bagi Indonesia
Dalam hal ini memang tak
ada pilihan lain, arus globalisasi ekonomi yang semakin cepat harus mampu
diantiasipasi. Jika tidak maka akan sangat ketinggalan dan terpencil
ditengah-tengah “kompetisi ekonomi” dunia. Tentu saja sebagai “bangsa yang
besar” patut mempertahankan “kebesarannya” di segala bidang, termasuk dalam
bidang ekonomi.
Semenjak bubarnya Uni
Soviet menjadi beberapa negara merdeka dan berdaulat, dalam hal jumlah
penduduk, Indonesia naik setingkat, yakni kini menempati peringkat keempat,
yaitu setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Dengan demikian, dalam hal
jumlah penduduk kita sudah termasuk “empat besar dunia”.
Hal itu tentu saja
menjadi salah satu bukti bahwa “kebesaran” Indonesia itu sudah benar-benar
diakui dunia. Bisa juga dikatakan, bahwa dalam hal kuantitas sumberdaya
manusia, Indonesia menempati peringkat keempat dunia. Lantas, bagaimana dalam
hal kualitas, apakah peringkatnya juga termasuk “papan atas” ?
Inilah yang menjadi
persoalan belakangan ini, apalagi mengingat globalisasi ekonomi yang kian
merambah. Lalu seberapa jauhkah perananya dalam globalisasi tersebut, berapa
persenkah pangsa pasar dunia atau perdagangan internasional yang kita kuasai ?
Jawabannya, yakni sangat kecil, sangat timpang jika dibandingkan dengan
kuantitas sumberdaya manusia Indonesia. Lantas, bagaimana caranya agar
kuantitas yang besar tersebut bisa diimbangi dengan kualitas yang tinggi ?
Singapura adalah sebuah
republik, wilayahnya meliputi pulau yang letaknya tak jauh dari Pulau Batam (Propinsi
Kepulauan Riau). Sumberdaya alam Singapura jelas tak seberapa jika dibandingkan
dengan Pulau Batam. Namun yang menonjol di “republik mini” ini ialah sumberdaya
manusianya. Kuantitasnya tak banyak, sekitar 5 juta jiwa.
Tetapi kualitasnya,
khususnya dalam bidang perekonomian, sudah sangat berkembang. Maka tak heran
jika pendapatan perkapita di “negara pulau” itu sudah sangat tinggi. Ekonomi
Singapura memang tumbuh pesat, hingga segera bisa beradaptasi dengan
globalisasi. Bahkan, Singapura telah tampil sebagai salah satu pusat
pertumbuhan ekonomi dunia.
Belasan tahun yang lalu
muncul konsep “segi tiga pertumbuhan”,
meliputi Singapura, Batam dan Johor (Malaysia). Konsep tersebut tentu
saja diharapkan mampu mengkatrol perekonomian Indonesia, dengan Batam sebagai
pusat pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi Singapura yang meluber diharapkan
mampu memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya, termasuk Batam dan daerah
Kepulauan Riau lainnya.
Konsep segitiga pertumbuhan tak lain merupakan langkah
antisipasi terhadap globalisasi ekonomi, yang juga diharapkan mampu
menumbuh-kembangkan kualitas sumberdaya manusia di wilayah tersebut.
Dengan “didekatkannya”
Singapura dan Batam serta pulau-pulau lainnya, paling tidak “etos kerja” dan
“budaya profesionalisme” Singapura diharapkan bisa diteladanani. Memang erat
kaitannya antara pengembangan kualitas sumberdaya dengan profesionalisme,
apalagi jika dikaitkan dengan globalisasi ekonomi yang menuntut kemampuan untuk
bersaing.
Tak bisa dipungkiri
bahwa dalam situasi ekonomi global terjadi persaingan yang semakin erat.
Keunggulan secara kuantitas, yang juga dikenal sebagai “keunggulan komparatif”
sama sekali belum mencukupi. Bagaimanapun dalam
situasi dan kondisi yang semakin mengglobal dituntut adanya “keunggulan
kompetitif”. Untuk meraih hal itu, tak ada pilihan lain, budaya profesionalisme
harus dikembangkan. Kuantitas sumberdaya manusia Indonesia memang berkekuatan
sekitar 237 juta jiwa, perlu diimbangi dengan upaya pengembangan kualitasnya.
Bagaimana agar budaya
profesionalisme mengakar dan menjadi jati diri bangsa Indonesia. Hal ini
merupakan tuntutan internal dan eksternal. Menyongsong era tinggal landas
faktor kualitas sumberdaya manusia, termasuk budaya profesionalisme, perlu
lebih ditumbuhkembangkan. Selain itu, hanya dengan kualitas yang semakin
membaiklah bangsa ini bisa semakin mantap
dan stabil.
Sekali lagi profesionalisme
merupakan tuntutan mutlak dalam upaya mengantisipasi globalisasi ekonomi.
Dengan demikian, unit-unit ekonomi dan pelaku ekonomi di Indonesia sudah
selayaknya meningkatkan perhatian terhadap hal itu. Bagaimanapun, untuk
mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang dinamis perlu didukung oleh budaya
profesionalisme.
Pesatnya pertumbuhan
ekonomi Indonesia memang diakui dunia, hingga ada yang pernah mencalonkan
sebagai “macan Asia”. Hal tersebut menjadi bukti, bahwa Indonesia berpeluang
besar untuk mensejajarkan diri dengan negara-negara “ekonomi maju”. Namun
persoalannya kembali pada kualitas sumberdaya manusia, terutama menyangkut
budaya profesionalisme.
Setidaknya kita patut
memperhatikan dengan sungguh-sungguh, bagaimana orang Jepang bekerja, bagaimana
manajemen yang diterapkan di perusahaan-perusahaan Jepang. Amerika Serikat,
Jerman, atau negara-negara lainnya? Bagaimana pengelolaan dan pengembangan
kualitas sumberdaya manusia di negara-negara tersebut, serta bagaimana budaya
profesionalisme di sana? Persoalan-persoalan itulah yang patut ditelaah dan
dijadikan bahan studi kasus serta studi perbandingan.
Untuk
menumbuh-kembangkan budaya profesionalisme memang bukan pekerjaan mudah,
diperlukan beberapa dekade. Dengan demikian, dalam pembangunan jangka panjang
berikut, hal ini perlu lebih diprioritaskan. Percepatan globalisasi ekonomi
harus mampu diantisipasi agar partisipasi dan kontribusi bangsa kita bisa lebih
eksis. (Atep Afia).
@C17-WASTIONO, Tugas TC05
ReplyDeletePersaingan ekonomi yang sedang terjadi memang sangat lah ketat hal ini di buktikan bahwa penguasa ekonomi yang dulunya di pegang oleh amerika dan uni eropa kini berpindah tangan menjadi milik cina . kini negara tirai bambu itu jauh meninggalkan pertumbuhan ekonomi amerika uni eropa dan lainnya. Namun sayangnya indonesia yang memiliki kuantintas nomer 4 di dunia belum di barengi dengan SDM yang tinggi juga di mana budaya berfikir kritis belum serta merta di lakukan rakyat indonesia hal ini yang menjadikan indonesia belum menjadi diri sendiri sebagai bangsa yang besar dengan kualitas tinggi profesionalisme dalam ekonomi dan budaya. Sudah sepantasnya kita harus mengikuti kedisiplinan negara penguasa persaingan ekonomi dunia agar negara kita tercinta tetap eksis dan aktif dalam partisipasi percepatan perekonomi globalisasi ini. terimakasih
@B14-Haelis, Tugas TB05
ReplyDeletemenang benar sikap dan sifat bangsa indonesia harus diubah, terutama dalam hal etos kerjanya. sebagaimana kita ingin maju dalam bidang ekonomi sudah tentu harus diubah dari hal yang paling dalam yaitu pelakunya sendiri masyarakat Indonesia. Profesionalisme bangsa Jepang dan Amerika sudah terbukti dengan majunya kedua negara tersebut dalam segala sektor terutama ekonomi. Bila rakyat bisa mengadaptasi cara kerja negara maju tersebut diharapkan negara indonesia juga bisa menjadi negara maju. Kualitas SDM juga menentukan kualitas negaranya.
tetapi seharusnya artikel ini menjelaskan juga bagaimana cara sikap profesionalisme negara negara maju agar pembaca dapat belajar dan mempraktekkan etos kerja negara tersebut. tentunya pembaca adalah suatu sumber daya juga.
Terimakasih
@E14-Imam, @Tugas B05
ReplyDeleteGlobalisasi berdampak pada ekonomi terutama ekonomi lintas negara, jepang, china, korea jauh meninggalkan negara maju seperti amerika karna mereka memiliki kualitas dalam SDM dan produknya. Indonesia juga bisa menurut saya dengan jumlah laut yang luas, pertanian, hutan, tambang harus nya indonesia bisa hanya saja SDM kita kurang baik sehingga bisa diambil alih oleh pihak asing sebut saja freeport.
@E14-Imam, @Tugas B05
ReplyDeleteGlobalisasi berdampak pada ekonomi terutama ekonomi lintas negara, jepang, china, korea jauh meninggalkan negara maju seperti amerika karna mereka memiliki kualitas dalam SDM dan produknya. Indonesia juga bisa menurut saya dengan jumlah laut yang luas, pertanian, hutan, tambang harus nya indonesia bisa hanya saja SDM kita kurang baik sehingga bisa diambil alih oleh pihak asing sebut saja freeport. Dan harus nya kita mencontoh bagaimana negara tersebut bisa maju, apa yang mereka lakukan kita ambil positif nya bagaimana mreka bekerja
Yoppy Pratama, 41616110106, KWU SENIN
ReplyDeleteBudaya Profesionalisme, di Indonesia masih banyak yang belum diterapkan,
Profesi dan personal, harus dipisahkan tidak bisa dicampur adukan, Dengan SDM yang baik, maka pekerjaan pun membaik bisa bersaing pada globalisasi saat ini
Nasrullah 41817110097 kwu senin.. Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memang diakui dunia, hingga ada yang pernah mencalonkan sebagai “macan Asia”. Hal tersebut menjadi bukti, bahwa Indonesia berpeluang besar untuk mensejajarkan diri dengan negara-negara “ekonomi maju”. profesionalisme merupakan tuntutan mutlak dalam upaya mengantisipasi globalisasi ekonomi yang slalu menjadi meningkat di era globalisasi ini.
ReplyDeleteDodi Tri Wibowo 41116120100 KWU Senin
ReplyDeletepesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memang diakui oleh dunia. hal ini menjadikan Indonesia berpeluang sejajar dengan negara maju dengan ekonomi yang kuat. profesionalisme menjadi tuntutan yang mutlak
Jamal Jipesya (41816120082) KWU Senin
ReplyDeleteBudaya profesionalisme memang wajib diterapkan, hal ini menjadi harga yang wajib jika ingin mewujudkan suatu tujuan. Perekonomian yang didasarkan profesionalisme jelas mempunyai nilai yang lebih tinggi, karena melalui prosesw yang matang.
sulistianingsih 43116120091 KWU senin
ReplyDeleteBudaya Profesionalisme, di Indonesia masih banyak yang belum diterapkan,
Profesi dan personal, harus dipisahkan tidak bisa dicampur adukan, Dengan SDM yang baik, maka pekerjaan pun membaik bisa bersaing pada globalisasi saat ini.
terimakasih
ANGELA MERICI RIANAWATI – 41117110127-KWU KAMIS
ReplyDeleteSaya seyuju dengan ini “Menyongsong era tinggal landas faktor kualitas sumberdaya manusia, termasuk budaya profesionalisme, perlu lebih ditumbuhkembangkan” maka dari itu untuk mengembangkannya haru di ubah midset yang baru. Perlu adanya pembaharuan pemikiran serta fasilitas seperti Seminar-seminar Interpreneur.
Terimakasih.