Oleh : Atep Afia Hidayat - Konferensi Tingkat Tinggi Asean ke 18, berlangsung di
Jakarta Convention Center (JCC) tanggal 7 dan 8 Mei 2011. Saat ini Asean
beranggotakan negara-negara Filipina (pendiri), Indonesia (pendiri), Malaysia
(pendiri), Singapura (pendiri), Thailand (pendiri), Brunei Darussalam (7
Januari 1984), Vietnam (28 Juli 1995), Laos (23 Juli 1997), Myanmar (23 Juli
1997) dan Kamboja (16 Desember 1998). Sementara Timor Leste akan bergabung
secara resmi mulai tahun 2012. Ya, kondisi saat ini di kawasan Asia Tenggara
terdapat belasan negara yang berdaulat.
Namun jika
kita tengok sejarah masa lampau, sekitar tahun 1293 sampai tahun 1500,
diperkirakan sebagian besar wilayah Asean itu merupakan satu negara, yaitu Majapahit.
Sedangkan mulai tahun 600-an sampai 1100-an, sebagian besar wilayah Asean masuk
Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian di kawasan Asia Tenggara pernah terjadi
beberapa kali kasus disintegrasi bangsa dan negara yang besar.
Disintegrasi
Negara Sriwijaya dan Majapahit terutama disebabkan oleh adanya invasi bangsa
lain. Keruntuhan Sriwijaya misalnya diawali dengan adanya serangan dari Raja
Chola dari Koromandel sebelah tenggara Semenanjung India, pada tahun 1025.
Sedangkan kehancuran Majapahit terutama disebabkan kehilangan tokoh besar
seperti Hayam Wuruk dan Gajah Mada, serta meletusnya Perang Paragreg tahun
1401-1406. Perang tersebut merupakan perang saudara memperebutkan kekuasaan
daerah bawahan, sehingga masing-masing mulai melepaskan diri (disintegrasi).
Kalau kita
menelaah sejarah Turki, maka sebelumnya dikenal sebagai Kesultanan Utsmaniyah
(1299-1923), dikenal sebagai Kekaisaran Turki Ottoman. Selain Turki yang
sekrang, wilayahnya juga meliputi 29 Provinsi yang mencangkup Mediterania
Timur, Eropa Tenggara, Eropa Tengah sampai Afrika Utara. Pada abad ke 16 dan 17
negara ini menjasi super power terutama karena kekuatan pertahanan maritimnya.
Paling tidak ada tiga penyebab berankanannya negara ini, yaitu gerakan
separatisme, nasionalisme dan misionaris. Bagaimanapun Kekaisaran Turki Ottoman
meliputi beragam suku dan bangsa yang tersebar di benua Asia, Eropa dan Afrika.
Sepanjang sejarah yang dikenal mungkin inilah negara terbesar di dunia.
Kasus
kehancuran negara besar juga terjadi pada Romawi dan Bizantium, yang sempat
Berjaya sebelum Turki Ottoman. Peta dunia
memang selalu berubah, selalu ada saja negara yang mengalami disintegrasi,
menjadi dua, belasan, bahkan bisa saja puluhan negara. Dulu mungkin tak ada
orang yang mengira Uni Soviet yang begitu kuat, bahkan mendapat sebutan Super
Power, ternyata berantakan, bubar dan terpilah menjadi 15 negara merdeka dan
berdaulat, seperti Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, Georgia, Rusia dan
sebagainya. Uni Soviet “hidup” antara kurun waktu 1917 sampai 1991.
Di belahan
dunia lainnya pun proses disintegrasi negara terjadi, misalnya di Korea,
Ceko-slowakia, Yugoslavia, dan sebagainya. Entah di mana lagi kasus
disintegrasi bangsa dan Negara itu akan terulang. Yang jelas semua bangsa dan
Negara memiliki potensi untuk bercerai-berai, tidak hanya negara besar, tetapi
juga negara kecil. Faktor penyebabnya bisa beragam, mulai dari persoalan
internal seperti adanya kelemahan dalam faktor kepemimpinan sampai adanya upaya
pemisahan (separatis) dari wilayah bawahan. Sedangkan factor eksternal bisa
berupa invasi militer atau campur tangan asing dalam bentuk sosial, ekonomi dan
politik.
Bagaimanapun
setiap negara yang merasa kuat, pasti memiliki kepentingan terhadap negara di
sekitarnya. Bahkan terhadap negara yang lokasinya jauh sekalipun, jika
sekiranya dianggap memiliki potensi tertentu. Sebagai gambaran bagaimana invasi
yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan kawan-kawannya terhadap beberapa Negara
di Timur Tengah, tak lain karena persoalan jaminan masa depan energi semata. Dengan
dalih atau alas an yang direkayasa sedemikian rupa, sehingga invasi itu
terkesan tidak melanggar aturan.
Hikmah dan
pembelajaran dari diselenggarakannya KTT Asean ialah ternyata bahwa sepuluh
negara di Asia Tenggara itu dahulunya pernah menjadi bangsa dan negara yang
satu, dengan satu pemimpin, dengan kesatuan visi dan misi. Kalau digabungkan
Asean memiliki luas hampir 4,5 juta kilometer persegi, dengan jumlah penduduk
lebih dari 500 juta orang. Dalam hal ini melebihi luas wilayah dan jumlah
penduduk Uni Eropa.
Di Kawasan
Asean perlu ada upaya untuk menghindari konflik internal supaya hubungan antar
negara berlangsung harmonis. Selain itu, kawasan ini bisa berkembang lebih maju
dan sanggu penyaingi kawasan lain. Saat ini konflik internal terjadi di antara
bebera negara Asean, seperti antara Thailand dan Kamboja. Jika dibiarkan
berlarut-larut maka tak mustahil akan dijadikan alasan negara-negara tertentu
untuk ikut campur tangan yang seolah-olah membawa misi perdamaian, sebagaimana
terjadi di Afganistan, Irak, Libya dan sebagainya.
Dilihat
dari luas wilayah dan jumlah penduduk, maka Indonesia merupakan komponen
terbesar di Asean. Dengan sendirinya peranan Indonesia harus lebih eksis.
Kepemimpinan Indonesia di kawasan regional Asean harus lebih efektif dan proaktif.
Hal yang
lebih penting ialah beragam kasus disintegrasi pada era sebelumnya, baik yang
terjadi di kawasan Asia Tenggara maupun di belahan dunia lainnya, selayaknya
menjadi bahan pembelajaran yang penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagaimanapun
NKRI memiliki potensi disintegrasi yang besar, mulai dari bentuk negara yang
terdiri dari 17.504 pulau, adanya beragam suku bangsa, bahasa dan latar
belakang budaya, infrastruktur politik yang lemah, persoalan carut-marut hukum,
dan sebagainya. Dalam hal ini aspek kepempimpinan nasional menjadi faktor
penentu keutuhan NKRI. Rakyat Indonesia yang saat ini berjumlah 237 juta jiwa,
tersebar di 33 Propinsi, 399 Kabupaten dan 98 Kota, sangat memerlukan
pengayoman atau naungan, yaitu berupa pemerintahan yang kuat, bersih dan
berwibawa.
Kalau
dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara yang
besar. Untuk jumlah penduduk termasuk 5 besar dunia, sedangkan luas wilayah
termasuk 10 besar dunia. Sudah selayaknya pemipin Indonesia pun harus masuk
minimal 10 pemimpin besar dunia. Faktor kepemimpinan bangsa memang begitu
menentukan, supaya bangsa dan negara Indonesia mendapat kedudukan terhormat di
tengah-tengah bangsa dan Negara di dunia.
Pemimpin
Indonesia harus mengedepankan ke-indonesia-annya. Misalnya dalam forum-forum
internasional, seperti KTT Asean, pemimpin Indonesia dalam mengemban visi dan
misi bangsa dan negara, harus menggunakan Bahasa Indonesia. Ya, karena Bahasa
Indonesia merupakan salah satu bahasa besar di dunia.
Perhatikanlah berbagai
situs web sepuluh besar dunia seperti Google, Facebook, Yahoo dan Wikipedia
menyediakan fasilitas Bahasa Indonesia. Ya, karena Bahasa Indonesia penggunanya
mencapai ratusan juta orang . Oleh sebab itu, Pak Presiden, gunakanlah Bahasa
Indonesia saat anda sedang mengemban atau menjalankan visi dan misi bangsa dan
Negara.
Bagaimanapun, Indonesia adalah bangsa, negara dan bahasa yang besar.
Dengan cara seperti itulah Indonesia akan terkesan lebih eksis, lebih besar dan
lebih kuat, sehingga NKRI bisa terhindar dari disintegrasi. (Atep Afia).
Kurniyanto Bayu Anggoro
ReplyDelete@E02-Bayu, @Tugas B05
Pemerintah yang seharusnya mengambil peran utama untuk mencegah terjadinya disintegrasi.
@E34-Sylvana, @Tugas B05
ReplyDeletemenghandle bangsa yang besar bukanlah perkara mudah, banyak persoalan yang muncul ketika aneka kepentingan dibenturkan dalam momen yang bersamaan terlebih lagi jika bangsa tersebut ditunggangi asing dan aseng yang memang menginginkan desintegrasi agar terjadi hal-hal yang mereka inginkan namun tidak diinginkan oleh bangsa kita semisal peperangan dan perpecahan wilayah, banyak ancaman yang mengintai indonesia baik dari dalam maupun dari luar, maka dari itu kita dan tni serta pemerintah harus memposisikan diri sebagai unsur bangsa yang tinggal dan melindungi bangsanya agar tidak di bombardir oleh kepentingan asing yang dapat memecah belah bansa indonesia