Untuk bidang usaha tertentu ada juga super konglomerat yang cenderung
memonopoli, tidak membiarkan perusahaan lainnya untuk tumbuh menjadi
pesaingnya. Sebelum adanya Undang-Undang No 5 Tahun
1999, Tentang Larangan Praktek Monoploi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka kasus yang demikian terjadi tanpa
hambatan. Dalam industri mie instant umpamanya, sebuah perusahaan dari grup super
konglomerat tertentu menguasai hampir 90 persen pangsa pasar yang ada, dan
berhak dinobatkan sebagai pabrik mie instant terbesar di dunia.
Jika ditelusuri
ke hulunya ternyata industri bahan baku untuk mie instant, yaitu tepung terigu,
juga dikuasai oleh perusahaan serumpun, yang juga merupakan pabrik tepung
terigu terbesar di dunia. Karena adanya “lampu kuning” dari pemerintah,
keinginan menambah investasi dalam komoditi serupa terpaksa ditunda. Kini
perusahaan tersebut melebarkan sayapnya ke industri kecap, saus dan bumbu
masak, tentu saja didukung strategi pemasaran yang canggih.
Kehadiran perusahaan raksasa yang
mengelola industri mie instant tersebut merupakan aset nasional. Komoditi yang
dihasilkan merupaan bahan pangan yang bisa menunjang program diversifikasi
pangan. Apalagi bagi mahasiswa dan karyawan yang kost, mie instant seolah sudah
menjadi makanan pokok.
Dalam setiap tahunnya perusahaan tersebut melempar
milyaran bungkus produknya ke pasar, tentu saja menghasilkan pajak yang tak
sedikit. Selain itu mampu menampung ribuan tenaga kerja dengan puluhan ribu
anggota keluarganya. Namun tetap saja hal yang bersifat monopolistic tidak
menyehatkan perekonomian nasional.
Sebuah perusahaan yang tumbuh pesat
tanpa pesaing dikhawatirkan akan menjadi “jago kandang”. Dalam skala nasional
memang berada di atas angin, namun dalam skala global ternyata tidak berkutik,
umpamanya karena terlalu mengandalkan proteksi dan subsidi tertentu dari
pemerintah.
Hal yang demikian jelas menyebabkan keunggulan kompetitif perusahaan
tersebut menjadi berkurang. Ketika dihadapkan pada pasar global yang harus
bersaing secara sempurna tak banyak yang bisa dilakukan, “KO” oleh perusahaan
dari negara lainnya yang sudah terbiasa dalam ajang persaingan yang ketat.
Dari sekian banyak perusahaan raksasa
yang ada di Indonesia, tak banyak yang mampu berkiprah aktif dalam pasar
global, hal itu karena terbiasa “dinina-bobokan”, karena sudah kadung menjadi
“jago kandang”. Namun tak dapat dipungkiri, ada juga perusahaan Indonesia yang
telah mampu “go internasional”, antara lain mendapat kepercayaan investor
asing, sahamnya laku di pasar modal internasional.
Monopoli suatu perusahaan dalam jenis
usaha tertentu bagaimanapun kurang menyehatkan iklim perekonomian, kecuali
untuk bidang-bidang yang menjadi hajat hidup ornag banyak, maka monopoli oleh
perusahaan negara tak mungkin dihindari, misalnya monopoli perlistrikan oleh
PLN, pelabuhan oleh PT Pelindo, bandara oleh PT Angkasa Pura, transportasi
kereta api oleh PT KAI dan sebagainya.
Sedangkan untuk jenis usaha lainnya seperti makanan dan
minuman, otomotif, kimia, telekomunikasi dan sebagainya monopoli layak
dihindari. Selain berpengaruh terhadap internal perusahaan yang tumbuh
“sebatang kara”, juga kurang menyehatkan pasar. Mekanisme penentuan harga tidak
mengikuti persaingan sempurna, namun cenderung ditentukan oleh produsen.
Dengan
munculnya Undang-Undang No 5 Tahun 1999, Tentang Larangan Praktek Monoploi dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka secara perlahan bentuk monopoli usaha dan
persaingan tidak sehat bisa dikurangi. Kemudian UU tersebut diperkuat dengan PP
No 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebagai contoh, rencana konsolidasi
layanan Flexi dan Esia oleh PT Telkom dan PT Bakrie Telecom sempat dipermasalahkan oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), karena dikhawatirkan melanggar UU Anti Monopoli. Jika
kedua operator telepon tetap nirkabel (FWA) itu bergabung, maka akan menguasai
lebih dari 50 persen pasar layanan CDMA.
Bentuk-bentuk monopoli, oligopoli atau
kartel dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi serta produktivitas dan efisiensi
yang redah. Begitu pula ketergantungan terhadap proteksi dan subsidi yang
berlebihan. Sebagai dampak lanjutannya ialah kemampuan bersaing yang rendah di
pasar global.
Bisa diambil analogi, seorang anak yang
terlalu dilindungi orang tuanya, maka ketika harus berinteraksi dengan
anak-anak lainnya selalu menuntut kehadiran dan proteksi orang tuanya. Anak
tersebut akan tumbuh menjadi “orang yang cengeng”, tidak percaya diri, bahkan
tidak mampu bersaing dengan anak-anak lainnya. Begitu pula perusahaan yang
berkembang karena proteksi, insentif dan subsidi yang “over dosis”, sulit
diharapkan untuk mampu bersaing dengan perusahaan dari negara lain.
Menurut Warren J.Keegan dalam bukunya Global Marketing Management, aktivitas
perusahaan dalam lingkup bisnis global meliputi empat tahap, yaitu : tahap domestik, di mana perusahaan
hanya berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Ketika tingkat persaingan menguat
dan pasar menjadi jenuh, lantas memasuki tahap
internasional, di mana perusahaan selain mengisi pasar dalam negeri juga
memasuki pasar luar negeri (ekspor).
Tahap berikutnya ialah tahap multinasional, di mana perusahaan
tetap mampu menanam modal dam membuat pabrik di luar negeri. Perusahaan masih
berasumsi bahwa setiap negara memiliki konsumen dan kondisi bisnis yang
berbeda, sehingga startegi pemasaran yang diterapkan berbeda antara di negara
satu dengan negara lainnya.
Berikutnya tahap
global, perusahaan telah melihat adanya kesamaan antar konsumen di seluruh
dunia. Sedangkan terakhir ialah tahap
transnasional, perusahaan telah mampu mengkombinasikan strategi sumberdaya
global dengan pasar global.
Perusahaan Indonesia harus mampu
memasuki berbagai tahapan tersebut, mulai dengan domestik, internasional,
multinasional, global, dan transnasional. Hal itu menuntut adanya inovasi,
kreatifitas dan terobosan secara terus-menerus. Namun tentu saja faktor resiko
perlu diperhitungkan secara masak.
Bisnis adalah bisnis, sebuah perusahaan
dalam tahap yang manapun keberadaannya, memiliki misi meningkat aset, omset,
dan laba. Apalagi jika perusahaan dihidupi dengan dana pinjaman, sudah tentu
kewajiban membayar bunga dan melunasi pinjaman pada saat yang ditentukan harus
menjadi prioritas.
Perusahaan-perusahaan
Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang serta menjadi motor utama penggerak
ekonomi nasional. Meskipun belum menjadi price
leader dalam pasar global, namun secara perlahan namun pasti kiprahnya
makin meningkat. Terlebih dalam menghadapi era perdagangan bebas, hal-hal
seperti produktivitas dan efisiensi perusahaan perlu terus-menerus
ditingkatkan. Selain itu pemerintah pun perlu lebih memberikan iklim yang
kondusif bagi dunia usaha, termasuk mengupayakan konsensus nasional untuk
menghambat perembangan gejala monopolistik.
(Atep Afia)
Dwi Muji Abako
ReplyDelete@C18-Muji, Tugas TC05
Perusahaan di indonesia setiap tahun semakin meningkat, dan perusahaan tersebut hadir dengan berbagai produk yang baru dan berbeda-beda, masing-masing perusahaan akan menampilkan yang terbaik atau keunggulan dari setiap produk yang ditawarkan. Tapi dalam dunia usaha/bisnis selalu ada persaingan antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, namun saat ini perusahaan-perusahaan di indonesia telah memasuki tahapan yang cukup baik, dari tahap domestik hingga ke tahap transnasional.
Nama :Ashim asy’ari (41615110029) TB05
ReplyDeleteperusahaan di indonesia memang sedikit demi sedikit terus berkembang dan meningkat , meski belum bisa menyaingi seutuhnya perusahaan diindonesia yang dimiliki investor asing ataupun perusahaan diluar negeri . memang produksi seperti mie instans di indonesia sangatlah menguasai di indonesia tetapi produk lain seperti otomotif ataupun produk lainnya seperti retail : tas,baju,sandal dll belum menguasai dinegeri sendiri , karena kalah dari segi kualitas,harga dan nama baik perusahaan ternama .
didalam persaingan bisnis sangatlah bergantung progres setiap perusahaan , setiap perusahaan harus selalu melakukan inovasi terus menerus demi menciptakan produk yang bagus dan menarik dan pastinya memperdulikan kualitas dan penyesuaian harga . sehingga perusahaan diindonesia mempunyai peluang untuk mengungguli perusahaan asing secara internasional .
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@C16-BAHRUDIN, Tugas TC05
ReplyDeletePerusahaan Indonesia harus mampu memasuki berbagai tahapan, mulai dengan domestik, internasional, multinasional, global, dan transnasional.Agar persaingan itu sejajar akan tetapi yang terjadi malah saling menjatuhkan, bagaimana mau meguasai negara sendiri bila persaingan dengan pesaing asal negara yang sama saling menjatuhkan, bila di bandingkan dengan pesaing pesaing peruhaan dalam bidang otomotif dan yang lebih besar lagi itu dalam menjatuhkan rata hanya sebatas iklan saja namun di dalamnya padahal bekerja sama.
Dodi Tri Wibowo 41116120100 KWU Senin
ReplyDeletePerusahaan Indonesia harus mampu bersaing dengan perushaan-perusahaan asing yang masuk ke indonesia, dengan inovasi dan kreatifitas yang dimiliki oleh SDM yang mempuni, saya yakin perusahaan lokal akan berbicara banyak bila dibandingkan dengan perusahaan asing
Ariski nugroho 41615120036 KWU kamis
ReplyDeletePerusahaan indonesia sebagai pilar kemakmuran rakyat , karena bila perusahaan dapat berjalan dengan baik pasti memiliki penghasilan yg baik sehingga rakyat dapat hidup makmur
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCaesario Wahyu 41815110174 KWU Kamis
ReplyDeleteDi era globalisasi ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia harus mampu menghadapi persaingan bebas dari benyak negara-negara lainnya. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia hanya fokus terhadap pasar nasional hal tersebut tentunya akan menjadi hal buruk bagi perekonomian Indonesia karna tidak mampunya bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Pemerintah Indonesia juga harus memberikann kebijakan bagi perusahaan-perusahaan nasional agar dapat tumbuh dengan pesar seperti menarik investor-investor untuk menginvestasikan dana yang dimiliki untuk membantu meningkatkan produksi dan daya saing perusahaan-perusahaan nasional sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.
Mudzakar salim 41216110049 - Kewirausahaan 1 kamis.
ReplyDeleteSuatu perusahaan memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain. Dari sisi perdagangan internasional, sasaran kebijakan perdagangan internasional seyogyanya diarahkan untuk mempertahankan daya saing produk Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dan melakukan spesialisasi pengembangan niche di sektor manufaktur serta mengembangkan keunggulan komparatif baru (termasuk di jasa-jasa seperti pariwisata dan ekspor tenaga kerja).
terima kasih.