Judul Buku : Orang Miskin Dilarang Sekolah (Seri Dilarang
Miskin)
Penulis : Eko Prasetyo
Penerbit : INSIST Press Yogyakarta
Peresensi : Atep Afia Hidayat
Kemiskinan menjadi faktor
pembatas yang nyata bagi sebagian anggota masyarakat untuk mengakses
pendidikan. Padahal sudah jelas tingkat pendidikan merupakan salah satu
indikator bagi indek pembangunan manusia. Kalau puluhan juta masyarakat masih
dijebak kemiskinan, dengan sendirinya berpengaruh langsung terhadap kualitas
bangsa secara keseluruhan. Buku “Orang Miskin Dilarang Sekolah” yang ditulis
oleh Eko Prasetyo dan diterbitkan oleh Insist Yogyakarta, secara gamblang
menyampaikan kritik cerdas mengenai fenomena orang miskin dan hasratnya untuk
bersekolah.
Buku setebal 256 halaman
tersebut terbagi dalam lima bagian. Bagian pertama diberi topik “Yang Pintar,
Yak Kaya”, mengungkap : Sekolah Hanya Bikin Miskin; Kapitalisme Pendidikan;
Orang Miskin Disiksa Di Negeri Sendiri; Apa yang Diinginkan oleh Buku ini?
Ternyata tuntutannya sederhana, pendidikan wajib murah ! Keterlantaran orang
miskin dalam pendidikan harus menjadi perhatian serius, dalam hal ini negaralah
yang paling bertanggung-jawab. Karena Negara dikelola oleh pemerintah (rejim
yang berkuasa), dengan sendirinya pemerintahlah
yang mengemban amanat.
Dalam hal ini, komponen pemerintah yang mengurusinya
ialah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Rapor keberhasilan
Kemendikbud sebenarnya bisa dilihat dari tingkat putus sekolah. Jika angka
putus sekolah SD, SMP, SMA/SMK atau perguruan tinggi tidak bisa diturunkan
sampai tingkat paling rendah, sudah sepantasnya Mendikbud dengan sukarela
mengundurkan diri, karena tidak mampu.
Bagian kedua diberi topik
“Sekolah Di Bawah Kuasa Modal”, mengungkap: Kompetisi “Liar” Antar Sekolah;
Sekolah jadi Sasaran Para Pengusaha; dan Kesimpulan. Menurut penulis, salah
satu penyebab merosotnya kualitas pendidikan ialah adanya kebijakan pemerintah
yang keliru, terutama berkaitan dengan liberalisasi pendidikan.
Tak dapat
dipungkiri pendidikan sudah menjadi bisnis dan industry, dengan dalih
kepedulian sosial para pengusaha pun beramai-ramai mendirikan sekolah unggulan,
sekolah berstandar internasional, universitas kelas dunia, dan sebagainya,
dengan ongkos masuk yang “selangit”. Kondisi ini makin meminggirkan orang
miskin, ditengah keterhimpitannya dalam kehidupan hanya mampu berobsesi tentang
sekolah.
Bagian ketiga diberi topik
“Sekolah yang mengantar Musibah”, menjelaskan: Sekolah Sumber Utama Kekerasan;
Guru Teraniaya di Lingkungannya; dan Kesimpulan. Penulis mengungkapkan, bahwa
siswa seperti batang korek api yang digenggam erat di tangan pengurus dan guru
sekolah. Sedangkan guru dan pengurus juga bukan mahluk yang independen, karena
keduanya sangat tergantung pada penguasa di atasnya. Ya, begitulah dunia
pendidikan kita, nyaris kurang ada independensi, bahkan sampai ujian siswa pun
di atur oleh rejim yang berkuasa.
Bagian keempat dengan topik
“Sekolah Kemana Lulusannya ?”, mengungkapkan: Sekolah Buat Calon Penganggur;
Sekolah Luluskan Penjahat. Judul-judul tersebut tampak bombastis, namun
realitanya tidak terlalu meleset. Faktanya jumlah pengangguran terdidik makin
bertambah banyak, ribuan perguruan tinggi menghasilkan ratusan ribu lulusan,
yang terserap dunia kerja atau yang mampu berusaha mandiri hanya sebagian kecil
saja. Dengan makin banyaknya koruptor, manipulator, rampoktor sampai copetor, yang
ternyata umumnya lulusan sekolah,
menjadi timbul pertanyaan, sekolahnya di mana, apa saja yang diperoleh dari
sekolah?
Menurut penulis, edukasi
berasal dari bahasa latin educare,
yang artinya “membawa keluar”. Sekolah sebenarnya bermula dari sana, membawa
anak keluar sehingga bisa menyentuh realitas langsung masyarakat. Disebutkan,
bahwa sekolah lebih banyak member jawaban yang definitive ketimbang pertanyaan
yang menggairahkan.
Bagian kelima dengan topik
“Sekolah itu Mustinya Murah”, berisikan hanya satu judul tulisan: Jalan
Radikal. Ada sepuluh jalan yang diusulkan supaya orang miskin bisa sekolah, di
antaranya anggaran pendidikan (APBN) harus benar-benar 20 persen atau lebih;
Pemotongan gaji pejabat tinggi untuk dialokasikan bagi dunia pendidikan;
Menarik pajak pendidikan melalui perusahaan besar; Berikan sanksi yang tegas
dan keras bagi koruptor sector pendidikan; Adanya partisipasi aktif media massa
untuk meliput secara tajam dan berani mengenai komitmen sejumlah kalangan untuk
pendidikan; dan Adanya keterbukaan atau transparansi lembaga pendidikan.
Si miskin butuh sekolah,
ternyata sekolah tidak murah. Si miskin terbentur biaya, bahkan untuk masuk
sekolah dasar (SD) sekalipun. Dengan demikian kendala utamanya adalah biaya,
ongkos, dana atau anggaran. Dibutuhkan puluhan sampai ratusan triliun rupiah
untuk membebaskan si miskin dari ongkos sekolah.
Kalau memperhatikan kebocoran
anggaran Negara yang begitu berjibun,
yang setiap hari selalu diekspos media cetak, elektronik dan internet, maka
penyebab utama si miskin tidak bisa sekolah adalah faktor kemampuan dan
keseriusan pengelola Negara. Kalau pemerintah mumpuni, tegas, jujur dan adil
sebenarnya Negara ini akan menjadi makmur, semua orang pun bisa sekolah. (Atep
Afia).
Mengutip dari paragraf " Si miskin butuh sekolah, ternyata sekolah tidak murah. Si miskin terbentur biaya, bahkan untuk masuk sekolah dasar (SD) sekalipun. Dengan demikian kendala utamanya adalah biaya, ongkos, dana atau anggaran. Dibutuhkan puluhan sampai ratusan triliun rupiah untuk membebaskan si miskin dari ongkos sekolah."
ReplyDeleteSaya sangat prihatin dengan Negara Indonesia yang mewajibkan sekolah 9 tahun, tetapi yang lulusan sarjana pun susah mendapatkan pekerjaan. Untuk apa mengeluarkan biaya banyak kalau itu tidak ada gunanya. Masyarakat masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Orang kaya sekolah keluar negeri sedangkan orang miskin mengemis-ngemis untuk sekolah.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKalau memperhatikan kebocoran anggaran negara yang begitu brjibun yang setiap hari diekspos oleh media cetak,elektronik dan internet, maka penyebab si miskin tidak bisa sekolah adalah faktor kemampuan dankeseriusan negara.Kalau pemerintah mumpuni,tegas,jujur dan adil sebenarnya negara ini akan menjadi makmur dan semua orang bisa sekolah.
ReplyDelete@B21-Djarwoto
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMengutip dari paragraf " Si miskin butuh sekolah, ternyata sekolah tidak murah. Si miskin terbentur biaya, bahkan untuk masuk sekolah dasar (SD) sekalipun. Dengan demikian kendala utamanya adalah biaya, ongkos, dana atau anggaran. Dibutuhkan puluhan sampai ratusan triliun rupiah untuk membebaskan si miskin dari ongkos sekolah."
ReplyDeleteSaya sangat prihatin dengan Negara Indonesia yang mewajibkan sekolah 9 tahun, tetapi yang lulusan sarjana pun susah mendapatkan pekerjaan. Untuk apa mengeluarkan biaya banyak kalau itu tidak ada gunanya. Masyarakat masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Orang kaya sekolah keluar negeri sedangkan orang miskin mengemis-ngemis untuk sekolah.
B33-Fitria
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSangat prihatin dengan adanya kasus ini, dan saya berharap pemerintah dapat memperhatikannya lebih untuk masyarakat yang kurang mampu karena semua berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
ReplyDelete@C20-Erna
Sangat prihatin dengan adanya kasus ini, dan saya berharap pemerintah dapat memperhatikannya lebih untuk masyarakat yang kurang mampu karena semua berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
ReplyDelete@C20-Erna
@E32-Theo, @Tugas B05
ReplyDeleteMenurut saya, saya setuju dengan tulisan di atas dikarenakan di negara ini masih menentukan karir seseorang dari sebuah gelar maka pemerintah harus menyediakan fasilitas dan sistem pendidikan yang baik, dan untuk pelaksana juga pengawas anggaran dari pemerintah harus mengawasi apakah dana yang digelontorkan untuk pendidikan sudah tepat sasaran atau belum dan jika ada yang bermain dengan dana tersebut harus ditindak tegas hanya dengan demikian maka dana pendidikan akan tersalurkan dengan baik ke masyarakat kurang mampu
Priyo Dwi Wijaksono @E17-Priyo, Tugas B05
ReplyDeleteSaya harap pemerintah bisa lebih tegas lagi dalam mengelola anggaran pendidikan.
Semoga kedepannya pendidikan gratis di Indonesia bisa lebih terealisasi dengan lebih baik lagi.
@D14-Raafi,@Tugas A05
ReplyDeleteMasih bnyak yg ingin bersekolah tetapi terbentur dengan biaya , maka bersyukurlah kita yg masih bisa bersekolah , harapannya pmerintah lebih bijaksana lagi terhadap pendidikan di negara kita ini