Oleh : Atep Afia Hidayat - Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta)
meskipun luas wilayahnya relatif kecil, yaitu hanya 661,52 km2 daratan,
berstatus daerah propinsi yang dikepalai oleh seorang Gubernur. Hal itu
mengingat posisinya yang begitu strategis, menjadi pusat semua aktivitas
politik, Hankam, perekonomian, sosial budaya, pendidikan, dan sebagainya.
Posisi DKI Jakarta menjadi semakin penting
dengan munculnya era globalisasi di semua bidang. DKI Jakarta menjadi tulang
punggung atau garis depan dari berbagai proses interaksi global. Ternyata
wilayah daratan yang hanya 0,035 persen dari luas wilayah Republik Indonesia
itu dihuni oleh sekitar 4 persen penduduk Indonesia. Berdasarkan Sensus
Penduduk 2010, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai hampir 9,6 juta jiwa.
Ekosistem Jakarta sudah berada dalam posisi
yang tidak seimbang (disequilibrium). Kondisi sumberdaya alam sudah terkuras
dan nyaris habis. Unsur-unsur seperti air bersih, udara bersih, jumlahnya amat
terbatas. Sebagian besar air dan udara berada dalam wujud yang paling tercemar.
Bahkan di kawasan-kawasan tertentu udaranya tergolong paling kotor di dunia.
DKI Jakarta sudah padat dengan penduduk,
hingga sebagian pemukiman tak layak huni. Pemukiman kumuh tersebar secara
merata di lima kota yang ada, baik Jakarta Pusat, Jakarta barat, Jakarta Utara,
Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
DKI Jakarta memang tak mugkin lagi memberikan
kehidupan yang nyaman bagi sebagian penduduknya, maka tak heran jika sebagian
warga lantas mencari tempat pemukiman di daerah penyangga seperti Kota Sepok,
Bekasi, Tangerang dan Tangerang Selatan, bahkan ada yang sampai Kabupaten
Tangerang, Bogor dan Bekasi.
Kondisi ekosistem Jakarta semakin
terdegradasi. Memang ada upaya penyelamatan atau pemulihan, namun hasilnya tak
bisa diharapkan terlalu banyak. Sebagai contoh Proyek Kali Bersih (Prokasih),
yang hingga saat ini masih cukup populer, hasilnya memang cukup lumayan, paling
tidak bisa meningkatkan minat sebagian penduduk untuk turut memelihara
kebersihan sungai.
Namun gebrakan tersebut tampaknya baru sampai
taraf “menggugah” kesadaran sebagian penduduk, dan belum berhasil “menggerakan”
penduduk untuk terjun ke sungai-sungai dan membersihkannya dari berbagai
limbah.
Sungai-sungai di Jakarta umumnya masih tampak
kusam, hitam-legam, bahkan ada yang mengandung bahan berbahaya beracun. Tak
dapat dipungkiri, masih ada kalangan pengusaha atau penduduk biasa yang
“membandel” membuang limbah atau sampah dengan seenaknya.
Tidak mustahil perairan sekitar Jakarta
mengandung logam berat dalam konsentrasi yang melampaui ambang batas yang
ditetapkan, tak lain karena masih banyak kalangan industri yang “nakal”, tak
menggubris peringatan dinas-instansi yang berwenang. Sudah selayaknya pengusaha
yang “membandel” tersebut “dijewer”.
Dalam lokakarya Mengacities of the Pacific Rim
: the Burder of Air Pollution di Jakarta, pertengahan Februari 1993, antara
lain terungkap, bahwa Jakarta merupakan satu dari delapan kota besar dunia yang
paling kotor udaranya. Sumber utama pencemaran udara di Jakarta ialah kendaraan
bermotor, yang sebagian besar sistem pembakarannya tak sempurna, hingga gas
karbon monoksida, nitrogen oksida dan hidrokarbon terlepas ke udara.
Menurut data tahun 1990, ternyata di Jakarta
ada sekitar 1,65 juta kendaraan bermotor, dan tahun 2011 ini melonjak menjadi
sekitar 12 juta. Merupakan jumlah terbanyak dibanding jumlah kendaraan bermotor
propinsi lain, termasuk Jawa Timur yang mencapai 9,2 juta.
Maka tak heran jika kemacetan lalulintas
mewarnai wajah Jakarta hampir setiap jam. Di Jakarta tiada hari tanpa kemacetan
lalulintas. Kecuali pada hari lebaran yang memang sebagian besar penghuninya
“mudik”. Seluruh kendaraan bermotor di Jakarta tersebut, tentu saja
mengeluarkan gas buangan, sisa pembakaran, yang jika digabungkan secara
keseluruhan bisa mencapai jutaan liter. Padahal hampir setiap detik udara kotor
itu dihembuskan, apalagi jika ditambah polutan asal industri dan rumah tangga.
Untuk menetralisir dampak pembakaran Bahan
Bakar Minyak (BBM) tersebut tentu tidak mudah, sebab hingga saat ini belum ada
alat dan teknologi canggih untuk meredam tingkat polusi sebesar itu. Upaya yang
ditempuh selama ini baru dalam taraf “introduksi” atau langkah awal, umpamanya
melalui “Program Langit Biru”.
Untuk menetralisir dampak pencemaran udara, di
Jakarta perlu terus dikembangkan program penghijauan, seperti melalui gerakan
sejuta pohon.
Pohon yang ditanam meliputi pohon pelindung,
pohon produktif dan pohon hias. Gerakan sejuta pohon di DKI Jakarta hendaknya
bukan sekedar basa-basi, terutama mengingat fungsi vegetasi yang amat strategis
dalam ekosistem.
Dalam suatu kawasan padat seperti Jakarta,
pohon tak ubahnya berperan sebagai “paru-paru” kota, yang bertugas membersihkan
udara kota, menyerap polutan, dan mempertinggi kadar oksigen. Salah satu
aktivitas pohon atau tumbuhan ialah melakukan fotosintesis, di mana karbon
dioksida bereaksi dengan air plus dukungan cahaya, untuk membentuk glukosa
ditambah oksigen. Dengan adanya berjuta-juta di Jakarta, diharapkan konsentrasi
karbon dioksida dan berbagai polutan lainnya bisa menurun, selain itu kondisi
udara pun diharapkan semakin bersih.
Jakarta memang sangat kekurangan pepohonan.
Hutan yang ada di Jakarta hanya sekitar 475 hektar, atau hanya sekitar 0,72
persen dari luas wilayah secara daratan keseluruhan. Itupun sebagian besar
justru berada di wilayah Kepulauan Seribu yang termasuk Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu.
Sebagian besar permukaan DKI Jakarta memang
ditumbuhi hutan beton dan aspal, yang justru berdampak kurang menguntungkan
terhadap kondisi ekosistem. Dengan berdirinya gedung-gedung pencakat langit
umpamanya, jelas menyebabkan penyinaran matahari berlangsung tidak optimal. Hal
tersebut menimbulkan degradasi terhadap kualitas ekologi.
Persoalan lingkungan di Jakarta memang makin
rumit dan kompleks, namun dengan adanya upaya program kali bersih, program
langit bersih dan penanaman sejuta pohon, diharapkan menjadi fenomena yang
positif terhadap pemeliharaan lingkungan secara global. (Atep Afia)
Ciptakan lingkungan yang no polution dengan menanam seribu pohon dari sekarang.
ReplyDeletememang tidak mudah untuk menciptakan jakarta yang hijau, bersih dan segar karena sudah terlalu banyak polusi yg tersebar.hal ini akan menjadi lebih buruk lagi jika kita hanya diam saja tanpa adanya sebuah tindakakn kearah yang lebih baik. perlu adanya sebuah tindakan untuk menjadikan kota jakarta sebagai kota hijau yang asri dan keikutsertaan berbagai pihak agar tindakan itu dapat terlaksana. penanaman seribu pohon mungkin sudah terlaksana namun perawatannya apakah sudah berjalan dengan baik?. ini lah yang harus kita perhatikan agar kedepannya jakarta bisa mnejadi tempat yang nyaman
ReplyDeleteSemua nya tidak ada yang tidak mungkin di lakukan. Kita harus turun tangan untuk melestarikan lingkungan termasuk di jakarta untuk lebih hijau dan asri. Dengan menanam pepohonan di lahan yang tidak terkelola dengan baik mungkin bisa di jadikan sebagai lahan hijau.
ReplyDeleteMenurut saya, jika ingin kota Jakarta menjadi sedia kala, langkah awal pemerintahan adalah memanfaatkan lahan kosong yang berada di wilayah DKI Jakarta menjadi taman kota jangan dijadikan tempat penjualan/bisnis kali kali lah kita lirik lingkungan. Kedua seharusnya ada pembatasan melintas terhadap kendaraan yang tidak mengusung sistem Injeksi yang kita ketahui bahwa injeksi adalah sistem pembuangan pada kendaraan yang sempurna dan sebagai standar euro/dunia. Ketiga harus adanya sebuah pembatasan penduduk.
ReplyDeletemenurut pendapat saya penanaman pohon di Jakarta merupakan hal yang sedikit mengurangi polusi di jakarta tapi hanya sedikit tidak begitu memberi dampak yang signifikan di karenakan kerusakan lingkungan jakarta yang sudah parah. dan di tambah lagi dengan penyedian taman yang sangat sedikiit sehingga menyebabkan susahnya area hijau di jakarta. pemerintah sebaiknya lebih menekankan bangunan liar yang ada dijakarta dan menggusurnya secara musyawarah agar tidak terjadi kericuhan. dan buatkan area liar tersebut menjadi area hijau. seperti waduk di pluit.
ReplyDeleteCara menyelamatkan ekosistem Jakarta yg paling sesuai adalah dengan menambahnya lingkungan hijau seperti taman2. Layaknya di Bandung yg banyak taman gitu, seharusnya di Jakarta yg merupakan ibukota mempunyai taman2 kota. Penyuluhan terhadap kalangan atas juga berpengaruh sebenarnya, agar otak mereka peduli lingkungan dengan menjadikan lahan kosong tersebut sebagai taman atau daerah penghijauan, bukan dijadikan gedung2 tinggi.
ReplyDeletehutan kalimatan rusak karna warga kalimantan bisa menghasilkan uang itu dari hutan tersebut
ReplyDeleteJakarta goes green! Menanam pohon di rumah atau menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan yaaaa...
ReplyDeleteKita tidak akan pernah dapat menghargai pohon selama kita tak pernah mendengarkan bahasa pohon. Seperti pepatah bijak dari China 500 SM, "jika engkau berpikir untuk satu tahun ke depan, semailah sebiji benih, jika engkau berpikir untuk sepuluh tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon". Ingat pula, kata Al Gore, "Plant trees, Lots of trees," (An Inconvenient Truth, Al Gore, 2007).
ReplyDeletePendapat saya, sudah sangat sulit untuk memperbaiki ekosistem yang ada di Jakarta.
ReplyDeleteSemuanya hanya bisa mengurangi dan itupun presentasenya sangat kecil dibanding limbah atau kotoran yang tercipta.
Hanya tinggal menunggu waktu saja Jakarta benar-benar rusak.
jakarta minim akan ruang terbuka hijau karena padatnya penduduk jakarta. apabila ingin ikut serta dalam menanam pohon dijakarta mulailah menanam pohon di depan perkarangan rumah masing-masing.
ReplyDeletemaksimalkan ruang terbuka hijau yang ada saat ini dengan lebih banyak menanam pohon.
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia menjadi pilihan bagi masyarakat untuk mencari peruntungan dan pekerjaan. Hal ini berimbas kepada kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang hijau di wilayahnya. Bahkan diwilayah Jakarta sudah sangat sulit kita menemukan hutan, bahkan untuk melihat tanah pun sedikit sulit karena semua sudah di cor atau di aspal.
ReplyDeleteDengan melihat kondisi lingkungan Jakarta yang sangat padat penduduknya dan membuat kita merasa prihatin dengan kondisi ekosistem yang terdegradasi membuat kita jengah, dan sangat ingin melakukan perbaikan.
ReplyDeletecara yang terbaik adalah dengan mengurangi penggunaan BBM dan perbanyak pembangunan hutan kota untuk mengembalikan ekosistem yang ramah untuk ibu kota.
ReplyDeleteAndiny Arifin - @C23-ANDINY
ReplyDeleteTeringat program Menanam 1000 Pohon pada tahun 2013. Jika program tersebut berjalan sesuai kaidah penanaman pohon yang benar, niscaya tahun 2016 ini sudah terlihat siluet pohon-pohon ukuran tanggung baru yang meski belum dapat secara maksimal menjadi penyaring udara, tapi merupakan langkah awal reboisasi kembali. Seperti dipinggir jalan di jalan dari kampung saya ke daerah perkotaan yang berjarak 32 km. Dahulu masih rimbun pepohonan tapi karena pembangunan rumah yang ramai disamping jalan, banyak pohon yang ditebang. Progam penanaman pohon dilakukan oleh para anak pramuka SMP dan SMA dan diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten. Disepanjang jalan dengan panjang sekitar 20 km, ditanami pohon dengan jarak 3 m. Bulan lalu saya pulang, pohon-pohon tersebut sudah tumbuh besar. Memang untuk reboisasi harus adanya aksi nyata dari para aktivis dan dukungan penuh masyarakat Jakarta sendiri.
Hartandi Januar - @B19-HARTANDI
ReplyDeleteMenurut pendapat saya, pemerintah daerah harus membatasi jumlah bangunan atau gedung bertingkat untuk penyerapan air supaya terhindar dari banjir. Namun, masyarakat diwajibkan juga untuk berpartisipasi menanam atau merawat tanaman supaya ikut menjaga lingkungan sekitar supaya lebih baik.
Muhammad Soim, @B20-SOIM
ReplyDeletePencemaran udara dijakarta memang sangat sulit dikendalikan, hal ini memang diakui banyak pihak termasuk kita sendiri. Ini berkaitan dengan banyak hal, mulai dari pemukiman yang sudah terlampau padat, hingga kendaraan bermotor yang tidak terkendali pertumbuhannya.
Artinya setidaknya ada 2 kebijakan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, pertama tentang pembatasan kendaraan bermotor dan kedua tentang pembangunan kawasan perumahan harus disertai penanaman pohon tiap rumahnya, serta juga membeli sebagian kawasan pemukiman untuk dijadikan lahan hijau. Dan tidak kalau penting adalah pemulihan kembali lahan-lahan hijau yang ada dijakarta agar tidak menjadi pemukiman liar.
Demikian, terima kasih.
Samuel Aditya Oka H. @E20-Oka, @Tugas B05
ReplyDeletePenanaman pohon di Jakarta memang diperlukan untuk mendukung pelestarian lingkungan dan ketersediaan udara bersih. Namun sebelum itu dilakukan, sebaiknya pemerintah memperhatikan untuk membuka lahan terbuka hijau agar bisa ditanami beberapa jenis pohon, sehingga menanam pohon untuk menyelamatkan ekosistem di Jakarta tidak hanya menjadi wacana saja, tetapi dapat terealisasi secara nyata.
@E14-Imam, @Tugas B05
ReplyDeleteHanya mereview saja pak, di jakarta kurang dari 1% lahan hijau yg tersedia di wilayah ini ideal yg harus nya bisa mencapai 20% maka dari itu slogan industri hijau bukan sebagai wacana tapi sebagai langkah konkrit membangun jakarta kota sejuk karna kita tahu selain macet kurang nya lahan hijau ini berdampak pada aliran sungai yg bisa menyebabkan banjir karna kurangnya resapan, polusi dimana mana, cuaca yang panas dan itulah potret jakarta saat ini