Oleh : Atep Afia Hidayat – Pertanian tempo doeloe adalah pertanian tradisional yang bersifat boros lahan,
energi dan sumberdaya manusia (SDM). Bagaimana tidak, usaha tani yang dilakukan
hanya menghasilkan tingkat produksi yang rendah dengan kualitas panen yang
kurang baik, serta nilai tambah yang diperoleh sangat minim.
Sebagai dampaknya ialah orang yang mengusahakan atau sang
pengusaha tetap miskin dari generasi ke generasi, bahkan yang terjadi
proses pemiskinan masal. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang dalam tahun 2010 masih sekitar 31
juta jiwa, merupakan masyarakat pertanian, sang pengusaha peranian kelas
gurem beserta keluarganya.
Pertanian adalah satu satu sektor pembangunan, salah satu
mata pencaharian yang ternyata masih ditekuni oleh mayoritas penduduk. Lantas,
kenapa di abad teknologi informasi, abad nuklir, abad bioteknologi atau abad
industri canggih ini masih banyak yang terjun di sektor tradisional.
Apakah karena tidak punya pilihan lain atau tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan jaman ? Memang benar, perkembangan Iptek makin
merambah semua segi kehidupan, bahkan memasuki sektor pertanian. Di beberapa
negara seperti Jepang, Belanda, Amerika Serikat, Jerman atau Taiwan telah
berhasil dikembangkan pertanian modern yang menerapkan prinsip-prinsip industri
dan perhitungan-perhitungan bisnis.
Lantas, apakah pola industri pertanian itu bisa diterapkan
oleh seluruh petani yang ada di dunia, termasuk oleh petani gurem yang
merupakan mayoritas, baik di Indonesia, India, Bangladesh, Amerika Latin atau
Afrika.
Pertanian tradisional di beberapa negara telah mengalami
metamorfosa menjadi pertanian yang modern yang menerapkan prinsip industri,
bisnis dan manajemen. Lalu apakah seorang Mang Udin, petani dengan pemilikan
sawah sepertiga hektar di Karawang, mampu menjadi seorang petani canggih
seperti Mr. Carnegie di Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat, yang
mengusahakan puluhan hektar gandum dan sweet corn.
Di negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan
Jerman masih banyak penduduk yang menggeluti sektor pertanian. Namun kondisinya
amat berlainan dengan mayoritas petani yang ada di Indonesia atau negara sedang
berkembang lainnya.
Petani di negara maju umumnya telah benar-benar menerapkan
prinsip industri, bisnis dan manajemen. Karena untuk itu memang sangat
memungkinkan. Hal-hal seperti lahan garapan yang luas, mekanisme yang
diterapkan secara penuh, penggunaan varietas tanaman unggul, sarana produksi
yang lengkap, dan infrastruktur yang memadai merupakan faktor-faktor pendukung
yang bisa memperbaiki performance usaha taninya.
Mayoritas petani di Indonesia dari generasi ke generasi
hanya menanam padi, dengan pola usaha tani yang kurang mengacu pada orientasi
bisnis. Tatkala seorang petani di Tangerang dimintai komentarnya mengenai usaha
taninya yang cenderung terus-menerus menanam padi, muncul jawaban bahwa dengan
menanam padi seolah menjadi tenang.
Dalihnya kalaupun harganya terpuruk, toh masih tetap
bisa makan. Selain itu menanam padi merupakan bidang yang paling dikuasaianya.
Untuk menanam komoditi lainnya cukup riskan, karena belum “dijiwai”. Menanam
padi memang telah dilakukan secara turun-menurun, entah sudah memasuki generasi
ke berapa.
Meskipun ada introduksi teknologi yang lebih maju, namun
nilai tambah yang diperoleh belum begitu merangsang. Kehidupan petani
begitu-begitu saja, bahkan ada kecenderungan terjadi involusi pertanian, yaitu
sebagai akibat luas pemilikan lahan yang makin sempit, baik karena dijual atau
dialihkan pada keturunannya.
Itulah
kondisi mayoritas petani dan pertanian di Indonesia. Itulah wajah asli
pertanian Indonesia, masih dibutuhkan namun cenderung dipinggirkan. Maka tak
heran jika pembangunan pertanian terkesan jalan di tempat. (Atep Afia)
Artikel yang menarik...mengajak kita sejenak untuk merenung dan melihat akan kondisi pertanian di negeri kita ini.
ReplyDeleteYa, sungguh sangat jauh pertaninian negeri kita bila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Jepang, Belanda, Amerika Serikat, Jerman atau Taiwan yang telah berhasil dikembangkan pertanian modern yang menerapkan prinsip-prinsip industri dan perhitungan-perhitungan bisnis. Kemajuan teknologi masih belum bisa menjangkau dan mendongkrak pertanian kita ditambah kultur sistem partanian kita yang dari tahun ke tahun masih begitu saja, di mana para petani masih berorientasi pada penanaman tamanan pokok seperti padi, jagung, kedelai..dengan cara-cara tradisional yang pada akhirnya baik dari segi produktivitas maupun packaging masih jauh dari harapan. Para petani masih bergerak pada sektor primer semata, hanya menanam dan menanam dari hasil bumi saja. Padahal kalau kita bisa olah dengan pendekatan sistem industri, tentu akan memberikan nilai tambah. Ini, menjadi PR bagi pemerintah, bagaimana menjadikan pertanian kita bisa maju seperti negara-negara lain yang telah mendekatkan sistem pertanian industri.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete@C16-BAHRUDIN, Tugas TC05
ReplyDeletepertanian indonesia ?
inti dari artikel di atas yaitu kurangnya perhatian dari pemerintah , mungkinn dalam berbicara janji pemerintah itu bisa saja namun yang di bawahnya tidak mendukung janji pemerintah dan bahkan memakan sendiri(korupsi)modal untuk petani sebgai perhatian dari pemerintah .
@B13-ALFAN, Tugas TB 05
ReplyDeleteSeharusnya di Indonesia harus dikembangkan lagi masalah teknologi dalam bidang pertanian seperti di negara maju lainnya. pemerintah harus memperpanjang jalur industri pertanian di indonesia yang semula di indonesia panen jagung hanya dapat dimanfaatkan dengan cara dibakar atau direbus kini bisa juga diolah dengan teknologi industri menjadi makanan ternak dan sebagainya jadi lebih ada nilai jual lebih
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@E13-Elgi, @Tugas B05
ReplyDeletedi indonesia sangat sulit merubah cara nenek moyang dengan cara-cara modern dalam bidang pertanian, sudah sanagt melekat sekali warisan-warisan nenek moyang di diri masing-masing,kalau memang bisa berubah dengan prinsip industri mungkin membutuhkan waktu yang lama.