Oleh : Atep Afia Hidayat - Dua ribu
empat belas adalah tahun yang sangat dinanti oleh kebanyakan orang Indonesia.
Kenapa ? Karena 2014 penuh asa dan menimbulkan harap-harap cemas. Berharap
terjadinya perubahan yang positif, setidaknya terjadi kebangkitan nasional.
Bercemas terjadinya perubahan yang negatif, terutama jika terjadi kebangkrutan
nasional.
Tidak ada
satu pihak pun yang bisa memastikan dan menjamin bahwa mulai 2014 bangsa
Indonesia akan bertambah baik, begitu pula sebaliknya. Tidak seorang manusia
pun yang tahu. Ya, 2014 bakal digelar salah satu pesta demokrasi terbesar di
dunia. Namun jika membandingkan dan melihat pencapaian dari pesta demokrasi
2009, seolah menjadi skeptis. Ternyata proses demokrasi yang berongkos sangat
mahal itu tidak menghasilkan kondisi bangsa dan negara yang lebih baik. Bisa
dikatakan sarua keneh, sami mawon atau sama saja, jika dibandingkan dengan era
di mana demokrasi masih terbelenggu.
Proses
demokrasi belum menghasilkan pemerintah yang piawai dan unggul, sehingga rakyat
dan negara bisa terkelola dengan baik. Mungkinkah karena rakyat salah memilih,
atau ada yang salah dalam penyelenggaraan dan proses demokrasi. Menjelang
Pemilihan Umum 2014 (Pemilu 2014), para aktor perpolitikan nasional sudah mulai
bersiap. Ada pemain baru yang benar-benar baru, ada pemain baru padahal wajah
lama, tentu saja pemain lama masih tetap eksis. Tak heran dalam penjajakan
calon presiden muncul istilah loe lagi loe lagi (L-4). Pemilu 2014 bakal
menjadi ajang pertarungan sengit antara berbagai kelompok politik untuk
memperebutkan kekuasaan tertinggi di negara berpenduduk terbesar keempat di
dunia ini.
Meskipun
sejatinya demokrasi adalah untuk rakyat, dari rakyat dan oleh rakyat, namun
seringkali hasil akhir hanya menyisakan kepedihan rakyat. Bagai kacang lupa
kulitnya, setelah dinyatakan sebagai pemenang pesta demokrasi, malah janji
terhadap rakyat begitu saja dilupakan. Kondisi saat ini memberikan gambaran
yang sangat transparan, di mana banyak tokoh politik, wakil rakyat dan
pengelola negara malah menghamburkan dan menilep uang rakyat. Terlalu.
Padahal
kalau kilas balik digelar, pada kampanye Pemilu 2009 lalu begitu rajin
menggembar-gemborkan anti korupsi dan pro rakyat. Hal yang terjadi ternyata
pemerintahan yang terbentuk sama sekali tidak bisa mengurangi aktivitas para
koruptor. Di sisi lainnya, pemerintahan yang terbentuk tidak mampu melindungi
kepentingan rakyat kecil. Diberbagai pelosok negeri banyak wong cilik atau
jelema leutik yang tertindas. Keberadaannya terhempas arus kapitalisme yang
makin tidak terbendung.
Potret
hasil buram Pemilu 2009 seyogyanya menjadi bahan pembelajaran dan referensi
bagi rakyat, supaya lebih kritis dan cerdas dalam menentukan wakil-wakilnya di
parlemen, dan dalam memilih siapa yang akan menjadi mandatarisnya. Hindari
memilih Parpol dan bakal calon yang abal-abalan dan bereputasi buruk. Kondisi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendatang, sangat ditentukan oleh
pesta demokrasi yang akan digelar tahun 2014. Nah, 2014 bangkit atau bangkrut ?
(Atep Afia/KangAtepAfia.com)
wida isdyantie
ReplyDelete@E31-wida
@Tugas B05
indonesia adalah negara demokrasi, namun pada saat ini demokrasi indonesia dapat dikatakan kurang baik, mengapa? karena banyak yang menggunakan demokrasi dengan seharusnya. misalnya saja pada saat kampanye , para calon yang akan maju terkadang menggunakan uang atau yang lainya untuk menarik hati masyarakat, disini jelas terlihat bahwa demokrasi bisa digantikan dengan uang, saya juga setuju dengan pernyataan diatas bahwa para calon hanya memberikan janji palsu, apa yang dijanjikan tidak direalisasikan.
"semoga NKRI menjadi negara Demokrasi yang baik"