Judul
Buku : Waspadai Zat Aditif dalam Makanan
Penulis
: Desy Wijaya
Penerbit
: BUKUBIRU (2011)
Peresensi
: Atep Afia Hidayat
Makanan
tersedia dalam beragam bentuk dan sajian, ada yang masih mentah atau olahan,
ada yang berharga murah meriah ada juga yang mahal bukan kepalang. Namun
ternyata setiap jenis makanan berpotensi mengandung bahan kimia berbahaya bagi
kesehatan tubuh, dengan kata lain setiap makanan berpotensi mengandung racun.
Nah,
lebih tepatnya setiap makanan yang sudah tersaji di meja makan yang ada di
rumah kita, atau makanan yang dijajakan oleh pedagang di pinggir jalan, bahkan
yang dihidangkan di hotel dan restoran “berbintang-bintang”, umumnya mengandung
zat aditif tertentu dengan fungsi tertentu. Apakah zat aditif dalam makanan itu
dan kenapa bisa menimbulkan datangnya penyakit yang mematikan ? Buku “Waspada
Zat Aditif dalam Makananmu”, yang ditulis oleh Desy Wijaya, dan diterbitkan
oleh Buku Biru, Yogyakarta, berhasil mengupas tuntas hal tersebut.
Buku
dengan jumlah halaman 175 tersebut, terbagi dalam 10 Bab. Bab Pertama
menguraikan ikhwal pengetahuan umum tentang zat aditif. Dijelaskan bahwa
definisi zat aditif merupakan zat yang
ditambahkan pada makanan dan minuman selama proses produksi, pengemasan, atau
penyimpanan dengan maksud tertentu. Bahan tersebut ternyata diperlukan untuk
menambah rasa, memberi warna, melembutkan tekstur dan mengawetkan makanan.
Dengan memanfaatkan beragam zat aditif memang makanan menjadi lebih berasa,
bisa lebih gurih atau lebih manis; Penampilan makanan pun menjadi makin
berwarna, mulai merah, hijau, biru, kuning, putih, coklat, dan sebagainya,
warna apa saja bisa, tentu saja menjadi semakin menggiurkan; Ketika dicicipi
makanan pun akan menjadi lebih lembut dan renyah; Hal yang paling penting,
makanan bisa bertahan lebih lama. Namun dari berbagai kegunaannya tersebut,
tersimpan banyak kerugian, terutama bagaimana dampak kesehatannya.
Dalam
Bab Pertama buku tersebut juga dijelaskan mengenai ragam zat aditif menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mulai dari zat pengawet makanan, zat
pemberi warna, zat pemanis, zat penyedap rasa, zat emulsi yang berbahan lemak
dan air; zat penstabil dan pemekat, zat peningkatan nutrisi dan zat pengembang
kue. Sebenarnya selain zat adatif buatan peranannya makin menggeser kedudukan
zat adatif alami. Sebagai contoh untuk pemanis makanan, peranan gula pasir,
gula aren atau madu mulai digeser sakarin, dulsin, siklamat, aspartam dan
sorbitol.
Supaya
tidak berdampak buruk bagi kesehatan, penggunaan zat aditif buatan ada aturan
penggunaannya. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan tubuh dalam mentolelir
beragam zat asing yang masuk dalam proses metabolisme. Persoalannya aturan
penggunaan zat aditif buatan hanya dipatuhi oleh industri pangan besar, lantas
bagaimana dengan industri rumahan termasuk pedagang makanan kecil. Bahkan untuk
penggunaan zat pewarna, seringkali ditemukan kasus penggunaan zat pewarna non
makanan. Padahal ada yang dikenal dengan Acceptable Daily Intake (ADI), yaitu
jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan relatif aman
bagi kesehatan. ADI berkaitan dengan Batas Penggunaan Maksimum (BPM).
Bab
Kedua mengupas tuntas tentang zat pewarna. Ternyata penggunaan zat pewarna
makanan sudah sejak sekitar 3.500 tahun yang lalu, terutama penggunaan daun
pandan, daun suji, kunyit dan sebagainya. Sedangkan pewarna buatan mulai
dikenal pada awal abad ke -20. Dalam bab ini disajikan informasi mengenai
beberapa pewarna buatan yang sering digunakan dan dampaknya terhadap kesehatan,
seperti pewarna kuning terang dari Tartrazine (E 102), biasa digunakan untuk es
krim, pasta, kentang dan sebagainyam, ternyata bisa memicu asma, hiperaktivitas
dan menimbulkan defisit mineral seng dalam tubuh.
Ternyata
banyak pelaku industri pangan kecil yang bersikap curang, yaitu menggunakan
bahan pewarna non pangan, bahkan untuk tekstil, kertas dan cat, seperti
Rhodamin B dan Methanil Yellow. Waspada warna
merah terang yang terdapat dalam terasi, kerupuk dan aneka jajanan,
sebab ada kemungkinan berasan dari Rhodamin B. Bagaimanapun lebih baik
menggunakan pewarna makanan alami, dalam bab ini dijelaskan mengenai beragam
sumber dan jenis pewarna alami.
Bab
ketiga membahas secara gamblang mengenai zat pengawet. Zat pengawet makanan
memiliki sifat antimikroba, seperti sulfit dioksida, sulfur dioksida, garam nitrit, garam nitrat, asam sorbat,
dan sebagainya. Adapun beberapa zat pengawet
sintetis makanan yang direkomendasikan Departemen Kesehatan antara lain
asam benzoat, kalium nitrat, dan kalsium bisulfat. Beberapa zat pengawet yang
dilarang seperti dietilpirokarbonat (DEP), nitrofuran, kloroform , dan
sebagainya.
Hal yang
sangat membahayakan, ternyata berbagai zat pengawet non pangan seperti formalin
dan boraks sudah banyak digunakan dalam pembuatan dan pengolahan jenis makanan
tertentu. Formalin antara lain digunakan dalam pembuatan, pengolahan atau
penyimpanan mi basah, tahu, bakso, ikan basah, ikan asin, ayam potong, dan
sebagainya.
Padahal bila terserap dalam sistem pencernaan, formalin berpotensi
besar menimbulkan gangguan terhadap organ kulit, mata, hidung, saluran
pernafasan, saluran pencernaan, hati, saraf, paru-paru, ginjal dan organ
reproduksi. Formalin atau formaldehida sebenarnya memiliki kegunaan untuk
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian. Selain itu sering dipakai dalam
membalsem untuk mematikan bakteri sehingga menjadikan mayat atau bangkai awet
dan tahan lama.
Zat
pengawet non pangan lainnya yaitu boraks, sifatnya memperbaiki tekstur dan
tampilan makanan seperti bakso, lontong, ketupat, mi basah, kecap dan
sebagainya. Boraks atau asam borat biasanya digunakan untuk bahan solder, bahan
pembersih, pengawet kayu dan pembasmi
kecoa. Apajadinya jika melalui semangkok bakso boraks masuk ke dalam tubuh ?
Bab
berikutnya berturut-turut membahas tentang zat pemanis (Bab 4), zat penyedap
dan penguat cita rasa (Bab 5), zat antioksidan (Bab 6), zat pemutih dan
pematang tepung (Bab 7), zat pengemulsi, pemantap dan pengental (Bab 8), zat
pengatur keasaman (Bab 9), dan zat pengikat logam (Bab 10). Selain itu
dilengkapi dengan tips menggunakan bahan kimia secara aman dalam bahan makanan.
Perkembangan
industri pangan begitu pesat, baik yang bersifat padat teknologi dan berskala
besar maupun yang padat karya dengan basis rumahan. Namun ternyata kasus
penyalah-gunaan dalam bentuk pemakaian bahan aditif secara berlebihan makin
sulit terdeteksi, bahkan pemakaian bahan pewarna dan pengawet non pangan
semakin marak, dan nyaris tidak ada pengawasan dan sanksi yang dijatuhkan.
Sebagai dampaknya makin banyak masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan,
tak lain karena “racun” dalam makanan.
Buku ini
sangat bermanfaat dan layak dimiliki oleh setiap keluarga di Indonesia,
terutama sebagai panduan dalam mengelola dan menyajikan makanan yang aman dan menyehatkan. (Atep
Afia).
Satriana Nova @B18-Nova
ReplyDeleteArtikel ini sangat bermanfaat bagi pembaca sebagai panduan dalam mengelolah dan menyajikan makanan yang aman dan menyehatkan. Dan menghindari dari zat zat berbahaya dalam makanan.
Ivan Pratama Syawal
ReplyDelete@c21-IVAN TUGAS TC05
Menurut artikel yang saya baca diatas buku itu sangat menarik untuk dibaca karena setiap bab membahas zat-zat yang terkandung pada makanan dan dampak kepada makanan tersebut.
@E18-ariski,TugasB05
ReplyDeleteMenurut artikel resensi buku diatas memang harus diperhatikan tentang bahanya pemakaian zat adiktif dimakan dalam kehidupan sehari-hari pasti kita menemukan banyak makanan dengan berbagai warna dan rasa sehingga kita juga patut waspada dengan makanan yang kita konsumsi agar kita dapat mengetahui ciri-ciri makanan tersebut mengandung zat adiktif kita bisa lebih lengkap membacanya diBuku Biru dengan judul waspadai zat adiktif pada makanan
Semoga bisa lebih bermanfaat lagi