Pemilu merupakan ajang demokrasi, di mana sebuah bangsa akan
menentukan masa depannya, setidaknya lima tahun ke depan. Pemilu di Indonesia
termasuk pesta demokrasi yang terbesar di dunia. Tentu saja begitu gegap
gempita, penuh dengan adu strategi, ada licik, adu duit, adu jagoan, dan
adu-adu lainnya. Meskipun sejatinya Pemilu harus diselenggarakan dengan jujur
dan adil (Jurdil). Namun tak dapat dipungkiri para petualang politik yang nakal
siap bergentayangan, bahkan bisa menodai “kesucian” ajang demokrasi tersebut.
Sebagai aktor utama dalam Pemilu 2014, Parpol yang lolos
seleksi terus bergiat, bagaimanapun genderang “perang” sudah ditabuh. Rakyat
sudah dikotak-kotakan dalam daerah pemilihan (Dapil), untuk selanjutnya
dikotak-kotakan dalam Parpol. Praktis semua rakyat yang sudah memiliki hak
suara terbagi habis dalam sekian jumlah Dapil. Ada Dapil dengan puluhan juta
rakyat, ada juga yang hanya ratusan ribu. Hal itu karena distribusi rakyat
tidak merata.
Namun “pengkotak-kotakan” rakyat menjadi pemilih Parpol
jelas tidak akan terbagi habis sebagaimana Dapil, sebab banyak rakyat yang
tidak peduli Parpol manapun, bahkan tidak melek Pemilu. Kelompok rakyat yang
demikian akan terhimpun dalam “kotak” golongan putih (Golput). Di manapun tak
ada pesta demokrasi yang diikuti 100 persen rakyatnya. Angka 70 persen sudah
terhitung bagus.
Kenapa rakyat banyak yang memilih Golput ? Ternyata alasan utamanya
ialah tidak berkenan dan tidak tertarik kepada salah satu Parpol pun. Kenapa
Parpol tidak menarik bagi mereka ? Karena elite Parpolnya yang tidak sedap
dipandang, tidak nyaman didengar, atau karena memang Parpolnya kalang kabut.
Jelas rakyat sangat butuh Parpol yang dapat dipercaya atau
meyakinkan. Para elit Parpol jangan pernah mebodohi atau melukai hati rakyat,
sebab akan membekas dan terbawa dalam ingatan politiknya. Ketika hari “H”
Pemilu tiba, maka Parpol tersebut akan ditinggalkan, bahkan seluruh Parpol.
Ada sederet nama Parpol sebagai peserta Pemilu 2014.
Sebagian besar sudah menjajakan siapa bakal calon legislatif (Bacaleg) melalui
media cetak, elektronik dan internet. Ada Bacaleg yang memang sudah
berkali-kali jadi Caleg, ada Bacaleg dari kalangan artis, ada juga yang berasal
dari orang-orang yang belakangan terkenal mendadak (atau mendadak terkenal).
Ya, asalkan memenuhi kriteria yang ditetapkan, memiliki energi dan “amunisi”,
sebenarnya siapapun berhak jadi Bacaleg.
Bagaimanapun Parpol merupakan instrumen demokrasi supaya
bangsa dan negara ini tetap berkelanjutan, yaitu dengan terbentuknya
pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa. Harapan rakyat ialah terbentuknya
pemerintah yang ideal dan mampu mengayomi, bukan pemerintah yang terlalu sibuk
dengan kepentingan parpolnya masing-masing. Ya, pemerintah seperti saat ini
memang seperti terkapling menjadi kepentingan-kepentingan Parpol.
Artikel Terkait :
Koalisi Parpol Hanya Pepesan Kosong
Buat Apa Koalisi Parpol
Pesona Perpol dan Republik Impian
Saya sangat sejutu pak bila mengapa banyak rakyat yang golput karena mereka merasa parpol - parpol tersbut hanya menyebarkan janji janji palsu dan harapan harapan yang banyak diinginkan semua orang. Tapi pada kenyataan nya malah sebaliknya mereka setelah menempati bangku-bangku pemerintahan malah sewenang-wenangnya mensalahgunakan jabatan tersebut..
ReplyDeletedan yang lagi heboh-hebohnya saat ini adalah perseteruan antara gubernur DKI Jakarta dengan DPRD DKI
saya sangat setuju sekali apa yang dilakukan oleh pak ahok karena dengan menggunakan e-buddgeting maka meminimalis korupsi yang ada di jakarta .
fera fitria
ReplyDelete@A22
memang wajar bila masyarakat banyak yang golput, karena sudah berkurang masyarakatnya peduli atau tertarik pada parpol karena kebanyakan terjadi penyimpangan dipihak parpol
@D19-Kenny, Tugas A05
ReplyDeleteMenurut saya banyaknya golput akibat dari tidak percayanya orang tersebut terhadap calon pemimpin. Mereka lebih baik tidak memilih di daripada salah memilih. Namun, seharusnya mereka memilih untuk kemajuan dan juga kesejahteraan daerah masing-masing