Pages

KAA Media Group

Sep 6, 2013

Habis SBY Terbitlah Jokowi ?

Oleh : Atep Afia Hidayat – Jokowi menjadi Presiden RI  2014 – 2019 itu merupakan harapan sebagian rakyat. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden RI 2004 – 2009 dan 2009 – 2014 itupun merupakan keputusan sebagian rakyat melalui salah satu pesta demokrasi terbesar di dunia. Kenapa harus Jokowi, bukankah belasan bakal kandidat calon presiden lainnya juga memiliki peluang yang sama. Ya, siapapun boleh berobesesi menjadi presiden RI, tetapi tentu saja harus mendapat dukungan rakyat. Paling tidak kita harus memberikan apresiasi kepada siapapun yang bersedia memikul tanggung jawab untuk menjadi presiden RI, yang konsekuensinya harus mau dan mampu mengurusi hajat hidup sekitar seperempat milyar rakyat Indonesia.

Ketika SBY berhasrat menduduki jabatan presiden, maka beliau bersama teman-temannya segera membangun sebuah kendaraan politik bernama Partai Demokrat (PD).  Ternyata kekuatan PD saja belum dianggap cukup sebagai mesin politik yang menggerakan roda pemerintahan,  sehingga harus membangun koalisi dengan Partai Politik (Parpol)  lain seperti Golkar, PKS, PAN, PKB dan PPP.  Padahal dalam pemilihan presiden (Pilpres) SBY meraup lebih dari enam puluh persen dukungan pemilih. Namun kekuatan eksekutif harus ditopang oleh kekuatan legislatif, sehingga posisi di parlemen menjadi kuat, itulah yang menjadi alasan kenapa harus berkoalisi. Lantas apa yang diberikan SBY untuk Parpol pendukungnya, ya antara lain kursi menteri. Oleh sebab itu para ketua dan tokoh Parpol beramai-ramai menduduki kursi orang nomor satu di kabinet. Tak heran jika banyak kementerian yang dipimpin oleh menteri dengan latar belakang yang tidak sinkron atau pengalaman yang minim. Sudah bisa diduga kinerja departemen atau kementerian pun tidak terlalu kinclong, bahkan beberapa di antaranya mendapat rapor merah.

Berdasarkan pesan undang-undang dasar (UUD) SBY harus mengakhiri masa kekuasaannya pada tahun 2014, beliau tidak ada hak untuk dipilih kembali. Cukup dua periode memberikan pengabdiannya sebagai Presiden RI. Nah. Ternyata tahun depan ada lowongan kerja yang sangat menggiurkan, bayangkan : “menjadi Presiden RI”. Maka tokoh nasional atau orang yang “merasa” menjadi tokoh nasional pun beramai-ramai memperkenalkan diri kepada publik sebagai Capres. Beberapa nama jauh-jauh hari sudah muncul melalui iklan di televisi atau terpasang di spanduk dan baliho yang dipasang di pinggir jalan atau pusat keramaian. Tebar pesona pun membanjiri wajah republik terbesar keempat di dunia ini. Namun tampaknya pilihan rakyat semakin mengerucut pada beberapa nama, antara lain Jokowi.

Jokowi atau Joko Widodo adalah pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961. Dengan demikian alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) ini tahun depan akan berusia 52 tahun. Untuk ukuran Capres di Indonesia memang masih relatif muda, mengingat deretan bakal Capres lainnya rata-rata sudah berkepala enam. Namun Barack Obama menjadi Presiden Amerika Serikat dalam usia yang lebih muda, yaitu 47 tahun. Bahkan Soekarno, Presiden RI yang pertama naik kekuasaan pada saat berusia 44 tahun, dan Soeharto menjadi presiden kedua RI pada usia 47 tahun. Ya, pendek kata usia bukan menjadi faktor halangan bagi seseorang untuk menjadi Presiden RI, kecuali kalau terlalu muda atau terlalu tua.

Sementara Jokowi masih asyik dalam mengurusi Pemda dan warga Provinsi DKI Jakarta, para kandidar Capres lainnya sudah mulai merancang strategi dan membuat publikasi yang gencar.  Namun tampaknya pesona Jokowi sudah melekat di hati sebagian rakyat, sehingga fenomena Jokowi ini tidak hanya melanda Jakarta, tetapi juga kota dan desa di provinsi lainnya. Pemberitaan mengenai sepak terjang Jokowi menjadi santapan empuk beragam media, baik televisi, surat kabar maupun media online. Tidak ada hari tanpa pemberitaan Jokowi, bahkan topik mengenai Jokowi menempati papan atas berita paling populer di banyak media. Tak heran jika Budayawan, sejarawan, dan juga tokoh Betawi, Ridwan Said (dalam kompas.com) , menyatakan bawha para tokoh yang memperebutkan kursi nomor satu di Indonesia diingatkan agar tetap menginjak pada realita. Sebab, presiden merupakan pilihan rakyat, bukan partai politik. Menurutnya  saat ini orang sedang menyorot Joko Widodo, bukan  tokoh lainnya.

Sama ketika SBY  mencalonkan diri menjadi presiden dipasangkan dengan siapapun tetap berpeluang menang,  karena keberpihakan rakyat padanya begitu kuat. Nah, siapapun yang menjadi pendamping Jokowi sebagai kandidat Cawapres tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap peraihan kemenangan, karena Jokowi begitu dikehendaki rakyat.

Status Jokowi adalah kader PDIP dengan ketua umum Megawati Soekarnoputeri. Nah, bersediakan Megawati meredam keinginannya untuk kembali  menjadi Capres, dan dengan tulus ikhlas memberikan dukungan politik secara penuh kepada Jokowi. Sebagai  “kompensasi” bisa saja memasangkannya dengan Puan Maharani sang putera mahkota untuk menjadi kandidat Cawapres.

Namun pasangan Jokowi-Puan tampaknya belum menjadi pilihan yang ideal, salah satu alasannya “jam terbang” dan faktor “ketokohan” Puan masih dianggap belum mumpuni. Ada nama lain yang sangat ideal jika dipasangkan dengan Jokowi, lantas siapa dia ? Jawabannya Prabowo Soebianto, mantan Pangkostrad yang juga pendiri Gerindra. Tak dapat dipungkiri sebagian rakyat masih menginginkan sosok militer dalam pemerintahan, karena masih dianggap menimbulkan rasa aman. Lantas, bersediakan Megawati memilih opsi ini dan bisakah Prabowo berbesar hati untuk dijadikan kandidat Cawapres ? Padahal di sisi lainnya Prabowo begitu optimis bahwa perolehan Gerindra pada Pemilu 2014 bisa meraih suara di atas 20 persen, sehingga dirinya pun berpeluang menjadi Capres (Republika, 29 Juli 2013 hal 23).

Prabowo jelas merupakan seorang ahli strategi yang unggul dan tentu saja piawai membaca situasi dan fakta di lapangan. Berbagai hasil survei membuktikan bahwa elektabilitas Jokowi mengungguli Prabowo dan jauh meninggalkan kandidat lainnya. Sebagai gambaran, Survei Nasional partisipasi Politik dan Perilaku Memilih Pra-Pemilu 2014 yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menunjukkan hasil bahwa tokoh yang paling banyak dipilih  berturut-turut : Jokowi (31 persen), Prabowo (21,8 persen), Aburizal Bakrie (13,7 persen), Megawati (12,6 persen), dan tidak tahu (12,6 persen). Nah, ada juga pihak  yang beraanggapan bahwa seandainya Jokowi tidak maju dalam Pilpres 2014, maka Prabobowo akan memenangi Pilpres. Ya, perlu ada negosiasi tingkat tinggi antara Megawati – Prabowo – Jokowi dan antara PDIP – Gerindra.  Perlu juga diperhatikan hasil pemilu legislatif apakah perolehan suara PDIP lebih besar dari Gerindra, atau malah sebaliknya.

Ya, dalam hitungan bulan maka akan tibalah pada acara pesta demokrasi tersebut. Kubu SBY melalui PD-nya tentu saja memasang strategi untuk melanjutkan kekuasaan, berbagai kegiatan pun digelar, antara lain konvensi PD untuk menjaring Capres. Namun dari beberapa nama yang muncul tampaknya sulit untuk menandingi populeritas dan elektabilitas Jokowi dan Prabowo. Begitu pula dengan Parpol lainnya seperti Golkar, PKS, PAN, PKB, PPP, Hanura, Nasdem, PBB dan PKPI sudah merancang strategi supaya Pemilu 2014 bisa dijadikan batu loncatan untuk masuk ke kekuasaan eksekutif, bahkan beberapa Parpol sudah demikian percaya diri memproklamirkan Capres-Cawapresnya.  Namun  ketiadaan kandidat yang mumpuni dan diinginkan rakyat menyebabkan Parpol tersebut untuk tiba di puncak kekuasaan menjadi relatif sulit. (Atep Afia)

Sumber Gambar:
lampost.co





10 comments:

  1. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang semua keputusannya berorientasi pada rakyat, dimana rakyat mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan untuk kesejahteraan hidupnya.
    Sangat beruntung di negara Indonesia tercinta ini, kita menganut sistem ini sbg sistem pemerintahan negara.

    Pendapat saya mengenai artikel diatas, siapapun mempunyai kesempatan yang sama untuk menempati posisi sebagai RI 1, asal beliau memiliki iman yang kuat dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya secara merata dari Sabang sampai Merauke.

    mengenai Pemilu 2014 mendatang, memang kenyataan saat ini Pak JOkowi memiliki kharisma yang unggul dibanding tokoh cawapres yang lain. menurut saya hal ini karna realisasi yang diwujudkan Beliau terhadap janji2 beliau sewaktu mencalonkan diri Pilgub Jakarta 2013.

    jadi kesimpulannya, Masyarakat itu butuh aksi nyata, bukan hanya janji. Terima Kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaaa ini tu negara demokrasi pak jadi siapa yang bisa menunjukan kerjanya bagus trus berani membuat keputusan yang bagus menurutnya rakyat bisa menilai lah bagaimana presiden yang di ingginkan nanti dan pula sekarang ini rakyat sudah bisa melihat dari televisi bagaimana kerjanya

      dan pada pemilu 2014 jokowi memang mengunguli lawan lawannya tapi kalau dia jadi presiden maka jakarta gagal menjadi ibu kota yang di inginkan warga jakarta

      Delete
  2. Indonesia merupakan negara yang demokrasi dimana masyarakatnya bebas memilih sesuai dengan keinginannya sendiri atau tidak dibatasi oleh siapapun

    Tapi kalau menurut saya jika pak jokowi maju untuk menjadi presiden RI tahun 2014 mustahil, karna sepak terjang pak jokowi belum teruji bisa juga dikatakan pengalaman pak jokowi sebagai pemimpin belumlah panjang. Lagian jika pak jokowi jadi presiden, banyak masyarakat nanti yang dimanjain contohnya aja jakarta mendekati akhir tahun buruh selalu demo untuk meminta kenaikan gaji nah,pak jokowi sesalu menuruti apa kehendak mereka, jika dipikir-pikir kan banyak dampaknya,

    kalau saya gak setuju pak jokowi menjadi presiden RI 2014. Tapi, kalau tahun 2019 saya setuju,
    jadi masyarakat jangan hanya melihat satu kota, tapi tidak melihat satu negara

    ReplyDelete
  3. Dengan melihat aktual cara kerja jokowi sekarang ini dalam menangani jakarta masyarakat merasa mulai merasa mempunyai seorang pemimpin yang bisa memberikan solusi solusi terhadap masalah yang mereka miliki.

    tetapi janngan terburu buru menentukan pilihan karena tugas jokowi sekarang adalah membenahi ibu kota jakarta terlebih dahulu biarkan beliau ini menyelesaikan tugasnya sampai akhir dan kita bisa menentukan keputusan dari hasil akhir jokowi dalam membenahi jakarta

    ReplyDelete
  4. dewasa ini memang sangat mudah untuk membuat suatu popularitas terhadap seseorang, juga sangat mudah juga membuat popularitas seseorang tersebut hilang atau rusak. ya.... faktor media, yang sudah sangat berkembng menjadi faktor utama mudahnnya seseorang untuk menjadi populer. 5tahun yang lalu siapakah yang sudah mengenal seseorang bernama Jokowi, paling hanya tertentu , warga sekitar Kota Solo dan Sekitarnnya, ataupun juga warga disekitar Jawa Tengah, itupun tidak semua. namun coba lihat sekarang, hampir seluruh warga se Indonesia sudah mengetahui ataupun menganal seseorang bernama Jokowi, terutama setelah suksesnya Beliau menjadi orang nomor 1 di DKI JAKARTA. kepopuleran ini pun menjadi membuatnnya selalu dikait-kaitkan dengan peningkatan statusnnya menjadi orang nomor 1 di Indonesia. Lantas apakah sudah siap seorang Jokowi mempimpin negara ini?? tampaknnya hal ini masih menjadi perdebatan berbagai kalangan. sebagian masyarakat mengungkapkan kepercayaannyaa dan keyakinannya pada seorang Jokowi untuk memimpin negara ini, berdasar pada kedekatan dan kesederhanaan serta keputusan-keputusan cepatnny a untuk menyelesaikan berbagai masalah terutama masalah - masalah besar di Ibu kota Jakarta, dan menganggap sosok Jokowi adalah dambaan masyarakat pada pemimpin saat ini. akan tetapi tidak sedikit orang yang belum sepenuhnnya mempercayai atau meyakini dirinnya akan sukses mempimpin negara ini. alasannya adalah karena JOkowi belum terbukti sukses mempimpin dan menyelesaikan masalah besar di Jakarta, walaupun sudah terbukti Jokowi sukses dan mampu dicintai masyarakatnnya di Kota Solo. akan tetapi beberapa pengamat juga mengatakan pengalaman yang matang seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk memegang peran orang nomor sati di Indonesia ini dengan berbagai masalah yang masih membelenggu negara ini.

    ReplyDelete
  5. menurut pendapat saya, siapa pun berhak menjadi capres dan cawapres. Namun orang yang telah pernah memiliki sepak terjang dan bukti kerja di dunia politik mempunyai peluang yang lebih besar karena masyarakat telah mengetahui kinerjanya.

    Di sebuah media juga pernah disebutkan oleh partai PAN bahwa Jokowi tidak perlu menjadi capres karena dinilai tidak nasionalis. Menurut saya hal ini tidak baik karena tidak seharusnya ketum PAN mengumumkan seperti itu di media umum karena siapa pun berhak jd capres karena pada akhirnya rakyat lah yang memilih.

    Kepada capres dan cawapres sebaiknya juga ikut memilih mentri yang menduduki kursi mentri agar kemenrian NKRI bisa maju dan terus berkembang.

    ReplyDelete
  6. Dengan melihat aktual cara kerja jokowi sekarang ini dalam menangani jakarta masyarakat merasa mulai merasa mempunyai seorang pemimpin yang bisa memberikan solusi solusi terhadap masalah yang mereka miliki.

    tetapi janngan terburu buru menentukan pilihan karena tugas jokowi sekarang adalah membenahi ibu kota jakarta terlebih dahulu biarkan beliau ini menyelesaikan tugasnya sampai akhir dan kita bisa menentukan keputusan dari hasil akhir jokowi dalam membenahi jakarta

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Rifqi Fadhlurrahman
    @A14

    Indonesia saat ini memasuki era yang semua sektornya berkerja kerja dan kerja peralihan dari masa Pak SBY ke Pak Jokowi ini sangat terasa perbedaanya banyak program program yang sangat menjanjikan untuk memajukan indonesia yang paling menjanjikan adalah tol laut menuju irian jaya untuk menyetarakan harga harga bahan pokok. untuk masalah pantas atau tidak pantasnya, semua orang berhak menjadi pemimpin karena pada akhirnya yang memilih adalah rakyat. dengan terpilihnya jokowi ini rakyat mempercayai harapan mereka pada presiden terpilih. pemimpin yang terpilih seharusnya mengimplementasikan semua janji janjinya.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.