Oleh
: Atep Afia Hidayat - Sampai dengan saat ini ada dua nama teratas untuk
kandidat RI 1 periode 2014 – 2019, tak lain dari Joko Widodo (Jokowi) dan
Prabowo Soebianto (Prabowo). Meskipun partai politik (Parpol) pengusungnya
dalam pemilihan umum anggota legistlatif
(Pileg) tidak mencapai angka 20 persen, nama kedua nama itu kadung populer di
masyarakat termasuk berdasarkan hasil
beberapa survey.
Jokowi
dan Prabowo sudah begitu percaya diri, dan mungkin dalam benak mereka
masing-masing tinggal menghitung bulan untuk segera menduduki kursi RI-1.
Keduanya begitu terobsesi dan berambisi, dengan berbagai strategi dan maneuver yang
dimainkannya dalam pentas politik nasional.
Lantas,
siapa yang lebih berpeluang ? Sulit diprediksi mengingat perolehan suara Parpol
pengusungnya dalam Pileg 9 April 2014 masih tergolong rendah, masih kalah
dengan suara Golput. Perolehan suara kemaren PDIP pada kisaran 18 – 19 persen
dan Gerindra 11 – 12 persen. Adapun Partai Golkar pada kisaran 14 – 15 persen,
namun mengusung Capres Aburizal Bakrie (ARB) yang relatif kurang populer dibanding
Jokowi dan Prabowo.
Dalam
ajang Pileg baik efek Jokowi maupun Prabowo memang cukup nyata dalam menaikan
perolehan suara Parpol dibanding Pileg sebelumnya, namun di sisi lainnya ada
bakal kandidat Capres yang memiliki efek yang relatif lebih besar, yaitu efek
Rhoma Irama yang mendongkrak kenaikan suara PKB sampai 100 persen. Lantas
akankah Rhoma Irama yang akan menjadi Mr X sebagai kandidat Capres pesaing
Jokowi dan Prabowo tersebut ?
Belakangan
ini Jokowi tampak lebih progresif dalam bergerilya mencari dukungan berbagai
pihak, mulai dari beberapa ketua Parpol, mantan Perdana Menteri Malaysia
Mahathir Mohamad sampai Dubes Amerika Serikat, Robert O Blake, dan beberapa
perwakilan duta besar lainnya. Optimisme
Jokowi makin mengkristal akan pencapresan dirinya, meskipun kritik datang dari
berbagai pihak, mulai dari isu mengenai realisasi program kerja sebagai gubernur DKI yang belum nyata,
sampai tudingan sebagai Capres boneka. Ya, banyak pihak yang mengkhawatirkan
setelah memenangi Pilpres Jokowi bakal dikendalikan Megawati. Meskipun di sisi
lainnya Jokowi dengan tegas menepis hal tersebut.
Di
sisi lainnya kubu Prabowo juga aktif merencanakan koalisi dengan beberapa
Parpol lainnya, bahkan akhir bulan April ini bakal ditentukan siapa bakal
Cawapres yang akan mendamping Prabowo.
Sebenarnya
dengan berbekal suara Pileg yang dalam kisaran belasan persen, peluang Jokowi
dan Prabowo untuk memenangkan Pilpres masih terlalu berat. Diperlukan strategi
koalisi dengan Parpol lain untuk meraih dukungan pemilih. Namun itupun belum
menjamin keduanya bakal lolos ke putaran kedua Pilpres, sebab faktor Mr X
sebagai Capres lainnya tidak dapat dikesampingkan.
Berdasarkan
hasil peraihan suara dalam Pileg dapat dikelompokan menjadi Parpol papan atas,
menengah dan bawah. Parpol papan atas meraup suara di atas 10 persen, papan
menengah lima sampai sepuluh persen, dan papan bawah di bawah lima persen.
Persoalannya
untuk katagori papan atas ini peraihan suara masih jauh dari apa yang
diharapkan, idealnya meraih suara di atas 30 persen, bahkan 50 persen. Sebagai dampaknya ya itu tadi, sulit
memprediksi Capres mana yang paling berpotensi memenangkan Pilpres. Dampak
lainnya ialah sebagaimana terjadi pada dua periode sebelumnya, pemerintahan
hasil koalisi cenderung berkinerja lemah, dan lebih banyak menguras energi untuk
menyelesaikan persoalan yang timbul
dalam koalisi.
Dengan
demikian, tantangan yang dihadapi Jokowi, Prabowo atau Mr X jika sudah menjadi
RI 1 menjadi begitu berat. Bagaimanapun dalam parlemen yang terpecah-belah
menjadi sepuluh kotak, sulit mencari kata sepakat, termasuk dalam urusan
mengedepankan kepentingan rakyat. Mesekipun sebenarnya sewaktu kampanye Pemilu
seribu janji manis sudah ditabur untuk segenap rakyat. (Atep Afia).
Sumber Gambar:
http://medianuranisumedang.blogspot.com/2012/11/12-gokil-abis-bila-rhoma-irama-jadi.html
Menurut saya, Koalisi ataupun tidak, tidak berpengaruh. asalkan Kinerja yang ditampilkan jelas, wakil rakyat baik itu di MPR maupun Ddi DPR merupakan orang-orang dengan kapasitas yang baik dibidang nya masing-masing. Sebaik nya, yang lebih ditekankan adalah bukan urusan koalisi ataupun tidaknya, melainkan siapa yang akan menduduki kursi pemerintahan yang mewakili rakyait nanti nya, dengan memperhatikan kualitas dan loyalitas terhadap rakyat itu sendiri.
ReplyDeleteMenurut saya jokowi memenangkan pemilihan presiden sekarang karena memang dia sudah menguasai pemerintahan terbukti walaupun jokowi telah di jelek-jelekan toh dia tetap menang pemilu jadi tampa menjelek-jelekan satu sama lain masyarakat sudah bisa menilai mana yang pantas untuk memimpin NKRI
ReplyDeletemenurut saya,koalisi ataupun tidak itu tidak berpengaruh dalam kinerja yang ditampilkan jelas.sebaiknya kita tidak usaha membahas koalisi atau tidak,itu tidak penting tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita memperhatikan kualitas dan loyalitas terhadap rakyat itu sendiri dan menilai mana yang lebih baik untuk menjadi pemimpin kita kelak.
ReplyDeletemenurut saya,koalisi ataupun tidak itu tidak berpengaruh dalam kinerja yang ditampilkan jelas.sebaiknya kita tidak usaha membahas koalisi atau tidak,itu tidak penting tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita memperhatikan kualitas dan loyalitas terhadap rakyat itu sendiri dan menilai mana yang lebih baik untuk menjadi pemimpin kita kelak.
ReplyDeleteMenurut saya siapa saja koalisinya tidak berpengaruh yang terpenting kinerja dalem membangun negara Indonesia dan dapet mampu menepati janji-janjiny.
ReplyDelete