Segala sesuatu memang butuh keseriusan, bahkan bernafas pun harus serius. Ada cara-cara bernafas yang baik, ada bernafas yang ala kadarnya. Dampaknya jelas berbeda, karena perbedaan kebiasaan bernafas, maka hasil yang dituai oleh orang yang bernafas dengan benar, badan akan berasa lebih segar, pikiran dan perasaan lebih jernih. Sebaliknya, akibat seseorang memiliki kebiasaan bernafas yang buruk, maka badannya pun akan loyo, cepat lelah dan mudah ambruk, sementara pikiran dan perasaan berasa buram.
adanya. Sebaliknya pribadi yang penuh kesungguhan akan menjalani kehidupan
dengan sikap dan gaya hidup yang khas, kokoh dan terarah, disertai rencana yang
matang, kehidupan dijalani dengan perhitungan yang cermat.
Ada pribadi yang abal-abalan, ada masyarakat yang abal-abalan, bahkan ada
juga Negara dengan Memang segala hal harus dilakukan secara sungguh-sungguh,
jangan abal-abalan, baik menyangkut urusan internal maupun urusan yang
melibatkan orang lain. Terhadap siapapun, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin,
sama-saja, perlakukan mereka secara jelas, tegas dan sungguh-sungguh. Tidak ada
pengabaian, tidak ada pengecualian dan pengecilan, bahkan penihilan. Selamat
tinggal abal-abalan.
Akan tampak berbeda antara pribadi yang abal-abalan dengan pribadi yang
penuh kesungguhan. Pribadi abal-abalan ditandai dengan sikap dan gaya hidup
yang semberono dan ngawur, tidak punya rencana dan target, kehidupan dijalani
apa pemerintah yang abal-abalan. Di Negara abal-abalan banyak persoalan yang
tidak tuntas, hanya diambangkan dan lambat-laun dilupakan. Negara abal-abalan
diwarnai oleh pemerintah yang tidak serius, tidak fokus dan tidak becus.
Sebenarnya arena kehidupan tidak bisa dijalani dengan abal-abalan.
Bagaimana masa depannya jika sejak semula melangkah dengan abal-abalan. Padahal
kesempatan menjalani kehidupan kian menyusut. Padahal kehidupan harus
dipertanggung-jawabkan secara keseluruhan. Padahal kehidupan senantiasa
diperhitungkan secara cermat, baik menyangkut waktu, daya atau energi,
perasaan, pikiran, ucapan, tindakan, kedudukan, harta, dan sebagainya.
Segalanya terkena hisab atau audit.
Sebagai gambaran, dalam 24 jam terakhir, atau 24 x 60 x 60 detik, apa saja
yang dikerjakan, dikatakan, diputuskan, dibeli, dipikirkan, dirasakan, dan
sebagainya. Sebelum diaudit oleh auditor yang tidak bisa dibohongi atau disuap,
cobalah mengaudit diri sendiri. Kira-kira hasil auditnya sangat memuaskan,
memuaskan atau tidak memuaskan.
Cara hidup yang abal-abalan hanya akan membawa nasib buruk. Ya,
bagaimanapun nasib ditentukan oleh cara berpikir. Di mana urutannya cara
berpikir mempengaruhi kebiasaan; kebiasaan berimbas sikap; sikap menentukan
karakter; dan karakter membentuk nasib. Dengan demikian, mulai dari cara
berpikir, kebiasaan, sikap dan karakter jangan abal-abalan, tak lain supaya
tidak terjadi nasib yang abal-abalan.
Seriuslah ! Langkah demi langkah, detik demi detik harus dijalani dengan
penuh kesungguhan. Selamat tinggal abal-abalan ! (Atep Afia Hidayat)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.