Oleh : Atep Afia Hidayat
Setiap individu manusia dianugrahi beban tertentu dalam kehidupannya. Terdapat bermacam-macam tanggapan atau respon terhadap beban yang disandangnya. Antara lain ada yang menerima dengan jiwa lapang, ada yang “menambah berat” beban dan ada juga yang menganggap “enteng”. Umpamanya, seseorang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), maka tanggapannya terhadap beban tersebut, ada ayang menerima dengan logis, banyak pula yang mengalami stress.
Beban tak lain merupakan masalah, problem atau kasus yang menuntut pertanggungjawaban. Respon seseorang terhadap beban yang disandangnya, tergantung pada situasi dan kondisi kejiwaannya. Banyak orang yang “melarikan diri” dari beban, tak lain disebabkan oleh ketidaksiapan faktor kejiwaan tersebut.
Beban itu harus dipikul, asalkan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas “memikul”. Jika di luar batas kemampuan, maka kita tinggal berserah diri kepada Allah SWT, Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Setiap individu manusia memiliki kapasitas dan kemampuan tertentu dalam menyandang beban. Seseorang bisa bertahan hidup dalam suhu yang ekstrim, misalnya di daerah kutub atau puncak gunung, tetapi orang lainnya tidak mampu. Sebuah tantangan dari alam bisa menjadi beban bagi seseorang, tetapi tidak demikian bagi yang lainnya.
Setiap individu manusia memiliki ciri umum, yakni berupa tumbuh dan bekembang. Dengan demikian terdapat cara tertentu untuk meningkatkan kapasitas, sehingga kekuatan untuk memikul beban bertambah. Dalam hal apapun setiap orang bisa tumbuh dan berkembang, asalkan terdapat upaya kearah itu. Bukankah semacam rintangan dan tantangan untuk meraih sukses tak lain merupakan beban, di mana kesanggupan kita diuji. Sudah terang, jika tanpa persiapan yang matang, seseorang tak akan mampu menyelesaikan suatu ujian tersebut, kesanggupannya relatif kurang jika dibandingkan dengan mereka yang telah melakukan persiapan.
Tetapi, bagaimanapun juga terdapat suatu beban yang di luar kesanggupan kita untuk memikulnya, dan kita berhak meminta dispensasi dari Allah S.W.T.
Beban mental, pikiran dan fisik, mana yang paling berat ? Seorang lifter mampu mengangkat sekitar 200 kg, untuk itu sang lifter memerlukan persiapan berupa latihan yang teratur dan penyehatan tubuh. Seorang lifter adalah penyandang beban fisik. Selain itu, tentu saja di antara mereka juga banyak yang menyandang beban mental dan pikiran, terutama menyangkut kehidupan yang dirasakannya.
Seorang yang memiliki reputasi internasional, baik dari kalangan politisi, profesional, olah ragawan, penyanyi atau pemain film menyandang beban fisik, pikiran sekaligus mental dalam kesehariannya. Bagaimanapun reputasi itu perlu dipertahankan.
Terdapat unsur relatifitas dalam konsep beban. Maksudnya, beban sangat dipengaruhi oleh waktu, situasi dan kondisi. Si A akan memandang sesuatu sebagai “beban” jika kemampuannya berada dibawah kemampuan untuk mengatasi beban yang sesungguhnya. Tetapi, beban tersebut akan dipandang “bukan beban” jika si A telah melipatgandakan tingkat kemampuannya.
Setiap individu semestinya mendayagunakan waktunya meningkatkan kemampuannya dalam segala hal. Seorang pemain sepak bola seperti Lional Messi senantiasa melakukan latihan yang intensif untuk meningkatkan kualitas permainannya, sehingga kontribusi bagi tim yang diusungnya bisa lebih maksimal. Penghasilan Messi di klub barunya PSG Perancis yang mencapai Rp. 591 miliar per tahun, atau Rp. 1,7 miliar per hari, tentu saja sepadan dengan beban fisik, mental dan pikiran yang diembannya.
Setiap individu dianugerahi beban, yang sebenarnya disesuaikan dengan taraf kemampuannya. Di antara beban dan kemampuan itu selalu berkorelasi, jika kemampuan seseorang meningkat maka bebannya pun meningkat pula, juga sebaliknya. Beban studi di Universitas jauh lebih berat daripada beban di sekolah lanjutan atas. Namun bagi sebagian orang yang menjalannya, beban yang diraskannya relatif sama. Hal itu karena adanya peningkatan kemampuan pada peserta didik. Demikian pula, beban kerja seorang manajer jauh lebih berat dengan seorang supervisor. Dalam aspek kehidupan yang lebih luas dan kompleks, penganugrahan beban itu disesuaikan dengan taraf kemampuannya masing-masing pribadi.
Nah, mau sampai dimana posisi kita, sangat tergantung pada kapasitas atau kemampuan untuk mengatasi beban-beban kehidupan tersebut. Beban-beban itu selalu “menimpa” setiap orang, tetapi tentu saja terdapat cara-cara untuk menjinakkannya. Paling tidak, kita semakin dituntut untuk meningkatkan porsi latihan dan kedisiplinan. Hari ini, esok atau lusa, kita akan didatangi beban-beban kehidupan. Lantas, sudah siapkan kita menyambutnya ?
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.