Oleh : Atep Afia Hidayat - Penggunaan
peluru dalam mengendalikan aksi demontrasi sering terjadi. Lantas kenapa peluru
harus “bicara” dalam aksi demontrasi. Kalau dirunut saat peristiwa demonstrasi
terjadi, ternyata peluru “menyahut” karena batu juga “bicara”. Ada demonstran
yang melempar batu dan benda-benda keras lainnya, selain dibalas dengan
tembakan peluru hampa, ternyata peluru tajam pun ada yang turut serta.
Aksi demonstrasi adalah hal yang
biasa dalam kehidupan berdemokrasi. Menyampaikan aspirasi, kepentingan dan
tuntutan kepada pihak yang berkuasa melalui aksi jalanan, dengan melibatkan
jumlah masa yang banyak.
Dalam aksi demonstrasi tentu saja
harus ada pengawasan, pengaturan dan pengendalian, supaya terbebas dari provokator dan anarkhi. Aparat
keamanan berjaga dengan penuh kesigapan, dilengkapi “senjata” standar seperti
tameng, pentungan, water canon, dan sebagainya. Namun ternyata ada pistol yang tidak saja ditempakan ke atas,
namun di arahkan ke demonstran.
Sasarannya jelas bukan bagian tubuh
mematikan, tetapi sekedar melumpuhkan. Tetapi yang namanya peluru tajam, ya
tetap saja membuat bagian tubuh yang terkena luka dan berdarah. Jelas
menembakan pistol ke arah demonstran adalah suatu penyimpangan, pelakunya harus diproses lebih lanjut.
Di sisi lainnya aksi demonstran
melemparkan batu dan benda keras lainnya sangat membahayakan keselamatan aparat
keamanan. Bagaimanapun, polisi adalah aparat yang berkewajiban memelihara
keamanan dan ketertiban di negara ini. Bisa saja Pak Polisi adalah ayah, kakak,
paman sang demonstran.
Demonstran seperti mahasiswa adalah
anak kandung rakyat, begitu pula polisi. Dua-duanya merupakan elemen rakyat
yang posisinya sangat penting. Sebenarnya sangat tidak layak untuk saling
melukai, seharusnya saling melindungi. Alangkah indahnya jika dalam aksi
demonstrasi mahasiswa dan polisi saling menghargai peran masing-masing, saling
bertoleransi, karena kedua pihak mengedepankan suara hati.
Di sisi lainnya, sebenarnya rakyat
memiliki wakil yang resmi. Rakyat telah memberikan mandatnya kepada orang-orang
tertentu yang duduk di kursi parlemen. Mereka yang duduk di DPR mendapat amanah
dari rakyat, untuk memperjuangkan kepentingan dan nasib rakyat. Makin banyak
aksi demonstrasi di jalanan, menunjukkan saluran aspirasi rakyat ke parlemen
makin tersumbat. Sumbatannya terutama karena sifat lupa-lupa ingat dan lupa
diri para wakil rakyat tersebut.
Kenapa harus ada parlemen jalanan
kalau parlemen “beneran” berfungsi secara optimal. Tak dapat dipungkiri, aksi
wakil rakyat seringkali nyeleneh, terkesan mengada-ada, sampai lebay. Contoh
kasus rencana pembangunan gedung dewan yang baru dengan aneka kemewahannya,
termasuk fasilitas kolam renang. Ada lagi berita tentang rencana kunjungan
anggota dewan ke Yunani, hanya sekedar studi banding cara-cara bersidang.
Sebuah gagasan yang tidak kreatif, tidak produktif, bahkan terkesan “primitif”,
terlalu lebay.
Seandainya wakil rakyat di parlemen
bekerja dengan profesional dan penuh kesungguhan, maka sudah bisa diduga,
aksi-aksi demonstrasi atau parlemen jalanan makin jarang terjadi, serta peluru
dan batu pun tidak lagi “bicara”. (Atep
Afia)
@A26-sinta, tugas TA05
ReplyDeletebanyak mahasiswa ataupun pelajar yang demo menunutut keinginan mereka. disini kita tidak bisa menyalahkan aparat, dan juga tidak bisa menylahkan mahasiswa atau pelajar yang ingin aspirasi mereka di dengar. jaman sekarang banyak juga mahasiswa yang demo tidak tau apa yang mereka deokan, mereka hanya ikut-ikut agar terlihat aktifis. dan juga bayak pelajar yag melakukan tauran atau demo menggunakan benda tajam. seharusnya para mahasiswa ataupun pelajar yang ignin didengar aspirasinya melakukan demo dengan tertib tidak mengunakan benda tajam. dan juga untuk pemimpin yang mahasiswa ataupun pelajar ajak untuk mendengarkan aspirasi mereka jangan hanya brlindung di belakang aparat. seharusnya mereka mau mendengarkan aspirasi mereka atau bicara dengan baik-baik kepada mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak terjadi kericuhan.
Pazrin Salsabila @E01-Pazrin
ReplyDeleteintinya adalah "ketidakpuasan", demonstrasi tidak akan terjadi jika adanya kepuasan, entah itu dari kinerja ataupun yang lainnya. Dewasa ini kerap terjadi demo, dan itu berkaca dari kinerja parlemen ataupun pemerintah. Dilapangan memang demo berujung anarkis banyak terjadi, tidak bisa menyalahkan salasatu pihak, kedewasaan aparat dan para pendemo harusnya menjadi hal penting dalam setiap kegiatan demontrasi, batu tidak akan berbicara ketika keluhan tersampaikan dan begitu pula peluru takkan berbicara ketika batu tak berulah. maka saling menghargailah anatara satu sama lain, tetapi penggunaan pistol berpeluru yang menjadi senjata utama untuk membubarkan para pendemo tidaklah etis, seharusnya sebagaimanapun kodisi anarkis aparat tidak boleh terpancing emosi untuk men"dor" para pendemo, ada banyak cara yang lebih manusiawi untuk menghadapi pendemo.