Oleh : Atep Afia Hidayat – Memasuki usia kemerdekaan ke 66, ternyata bangsa Indonesia belum mandiri.
Dalam berbagai aspek masih tergantung pada bantuan bangsa lain. Posisi bangsa
yang belum mandiri terutama disebabkan oleh kondisi pemerintahan yang belum
kuat, serta adanya kelangkaan negarawan. Hanya bangsa yang mandirilah yang bisa
tampil dalam kancah pergaulan internasional dengan posisi terhormat.
Setelah kemerdekaan dan kedaulatan
sebagai suatu bangsa diraih, bangsa Indonesia telah memulai diplomasi antar
bangsa. Tujuannya selain untuk memperoleh dukungan bangsa-bangsa lainnya,
sekaligus untuk mendukung bangsa-bangsa lainnya yang ingin memperoleh
kedaulatannya. Bangsa Indonesia selama ratusan tahun mengalami penindasan dan
perampasan oleh bangsa lainnya. Pengalaman tersebut memberikan pelajaran yang
sangat berarti, terutama menyangkut kemandirian, ternyata bangsa-bangsa yang
kurang mandiri akan dicaplok oleh bangsa lainnya yang lebih mapan dan mandiri.
Era kolonialisme memang sudah
berlalu, namun kenyataannya dunia belum terbebas dari agresi dan intimidasi.
Bangsa-bangsa yang lebih mandiri masih mengeksploitasi bangsa-bangsa yang belum
mandiri. Hal tersebut merupakan hukum alam, di alam yang kuat akan memangsa
yang lemah. Tidak ada pilihan lain, bangsa Indonesia perlu segera menuju
kemandiriannya.
Peta dunia tak pernah statis, dari waktu ke waktu selalu
terjadi perubahan. Ada negara yang baru muncul, ada pula yang terpecah dan
berantakan. Uni Soviet, Yugoslavia dan Cekoslowakia terhapus dari peta dunia,
sebagai gantinya muncul negara-negara Rusia, Georgia, Armenia, Turkmenistan,
Kazakstan, Latvia, Kroasia, Slovania, Serbia, Bosnia, Ceko, Slowakia dan
beberapa Negara lainnya.
Lantas, apakah bubarnya
bangsa-bangsa tersebut lantaran perekonomiannya yang rapuh, atau adakah
penyebab lainnya? Ternyata ekonomi bukan penyebab utama pecahnya bangsa-bangsa
tersebut, yang menjadi pemicu tak lain rendahnya kemandirian dalam politik,
ideologi dan kepemimpinan. Sebuah bangsa memerlukan pemimpin yang kuat.
Makin
besar bangsa tersebut selayaknya pemimpinnya pun makin kuat. Kasus Yugoslavia
setidakya menjadi bukti, bahwa peran seorang pemimpin bangsa dalam
mempersatukan bangsa sangat dominan. Yugoslavia sepeninggal Presiden Josip Broz
Tito lantas menjadi lemah. Factor pemersatu lenyap, maka masing-masing etnis
pun berupaya untuk mendapatkan kedaulatannya.
Bangsa Indonesia bisa mengambil
hikmah dari kasus Yugoslavia atau Uni Soviet, ternyata kemandirian itu harus
meliputi berbagai aspek, mulai dari ekonomi, politik, ideologi, sosial-budaya,
pertahanan-keamanan, dan sebagainya. Apalagi bagi bangsa Indonesia yang sangat
majemuk, bahkan termasuk yang paling majemuk dibanding bangsa lainnya, berbagai
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara itu harus benar-benar mandiri.
Dalam pergaulan antar bangsa
simbiosis memang tak bisa dihindarkan. Ada simbiosis yang saling menguntungkan
(mutualisme), hanya menguntungkan satu pihak tetapi tidak merugikan pihak lain
(komensalisme), dan merugikan satu pihak tetapi menguntungkan pihak lainnya
(parasitisme). Penjajahan merupakan bentuk simbiosis parasistisme, sedangkan
kerjasama bilateral merupakan simbiosis mutualisme. Sudah sejak lama bangsa
Indonesia menjalin simbiosis atau hubungan dengan bangsa-bangsa lainnya.
Salah satu bentuk simbiosis ialah
pinjaman luar negeri untuk pelengkap dalam pembiayaan pembangunan. Namun
berbagai pinjaman tersebut diterima jika tidak ada ikatan politik serta dengan
syarat-syarat yang tidak memberatkan dan dalam batas kemampuan untuk membayar
kembali. Kebijaksanaan pinjaman luar negeri Indonesia seharusnya sangat
hati-hati, hal tersebut tak lain untuk memelihara status kemandirian sebagai
suatu bangsa. Bagaimanapun bangsa yag mandiri tidak akan menerima bantuan
dengan syarat-syarat tertentu, di mana persyaratan tersebut merongrong
kewibawaan atau membuat kemandirian terdegradasi.
Untuk menjadi bangsa yang terhormat
dalam kancah pergaulan antar bangsa, jelas diperlukan kewibawaan. Ada ungkapan
yang menyatakan bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan dibawah, artinya
siapa yang memberi lebih terhormat dan lebih berwibawa daripada yang menerima.
Selama ini bangsa Indonesia memang masih berstatus sebagai penerima batuan
bangsa lain. Namun suatu saat bangsa Indonesia harus tampil sebagai bangsa
pemberi bantuan atau pinjaman kepada bangsa-bangsa lainnya. Obsesi tersebut
akan terwujud jika tujuan pembangunan nasional telah terealisasikan.
Bagaimanapun “tangan di atas lebih
baik dari tangan di bawah”. Bangsa yang mandiri tak lain merupakan bangsa yang
mampu memenuhi berbagai keperluannya secara mandiri, tidak mengandalkan bantuan
bangsa lainnya. Namun kondisi yang demikian memerlukan kerja keras dalam jangka
panjang. Selama ini rakyat sudah bekerja keras, namun pemerintah yang berkuasa
masih terkesan jalan ditempat. (Atep Afia)
C03-ARIF
ReplyDeleteSeiring bertambahnya usia artikel ini sudah banyak berubah pula indonesia.
sekarang indonesia bukan hanya sebagai penerima bantuan, dalam berbagai masalah yang terjadi di palestina negara Indonesia menjadi salah satu negara yang konsisten untuk memberi bantuan pada mereka.
namun indonesia juga belum sepenuhnya tidak menerima bantuan dari negra lain, sebagai contoh Indonesia juga mendapat bnatuan dari 4 negara lain saat terjadi masalah asap di Riau.
terimakasih
Kurniyanto Bayu Anggoro
ReplyDelete@E02-Bayu, @Tugas B05
Selain dapat mencukupi kebutuhan sendiri, kemudian selalu membantu bangsa lain.
Double keren…
Pazrin Salsabila @E01-Pazrin
ReplyDeletejika ingin mandiri, maka puaskanlah rakyatnya terlebih dahulu. sekarang mungkin INdonesia sudah merdeka dari penjajah namun jauh daripada itu kita masih dibelenggu ketindasan, ketidakmerataan antara pusat dan daerah menjadi paradigma yang sering kita lihat, bangsa yang mandiri seharusnya bisa memenuhi apa yang dikehendaki rakyatnya, meski sulit tetapi bangsa ini dibuat dan didirikan dengan susah payah maka seharusnya generasi mudalah yang bisa memandirikan Negara ini.
@E34-Sylvana, @Tugas B05
ReplyDeleteKeserakahan pemimpin kita membuat bangsa indonesia tergadaikan ke bangsa lain, banyak sumber daya alam yang di kelola asing sehingga membuat orang-orang kita hanya menjadi budak di negeri sendiri, tak ayal fenomena ini menjadi sangat miris ketika anak bangsa karya karyanya tidak dihargai dan malah diambil alih bangsa lain., semoga kedepannya indonesia berbenah diri soal kemandirian bangsa