Oleh
: Atep Afia Hidayat - - Begitu cepatnya perkembangan yang terjadi dalam dunia bisnis, hingga secara
akumulasi mampu memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Tetapi, ternyata aspek
pertumbuhan itu kurang diimbangi dengan pemertaan, maka terjadilah kasus
kesenjangan sosial dan ekonomi. Kesenjangan makin melebar jika upaya kearah
pemerataan tidak dijalankan secara intensif.
Prinsip
umum dalam dunia bisnis, yakni mencari benefit
yang maksimum. Faktor modal dan berbagai sumberdaya dikerahkan untuk
mendapatkan out put yang memiki nilai
lebih. Untuk mencapai sasaran tersebut banyak hal yang harus “dikorbankan”,
meskipun “pengorbanan” itu secara tidak langsung.
Dalam
konteks “pengorbanan” tersebut seringkali terjadi penyimpangan, umpamanya
tenaga kerja yang dibayar tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hingga
upah tersebut tidak bisa menutupi kebutuhan dasar (basic need) dari tenaga kerja. Dalam model relasi yang demikian,
berarti unsur tenaga kerja yang mensubsidi pelaku bisnis. Lantas, apakah hal
tersebut tidak menyimpang dari etika bisnis? Apakah pelaku bisnis yang
bertindak bisa dikatakan memiliki tanggungjawab sosial?
Tenaga
kerja merupakan faktor produksi, di samping modal, bahan baku, mesin dan lahan.
Para pelaku bisnis biasanya berupaya menekan ongkos produksi, yakni untuk
memperoleh benefit yang maksimum.
Upah tenaga kerja yang dibayar rendah merupakan langkah efisiensi yang sangat
keliru. Sebab, bagaimanapun tingkat upah ini akan berkaitan erat dengan tingkat
produktivitas.
Upah
yang rendah menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan fisik minimum (KFM), lebih
jauh lagi akan menimbulkan penurunan motivasi kerja. Padahal, tenaga kerja
merupakan aset terpenting bagi setiap perusahaan, merupakan faktor yang
menentukan tinggi rendahya produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Etika
Bisnis dan HIP
Mulai
tahun 1975 diperkenalkan kebijaksanaan mengenai ketenagakerjaan dalam bentuk
HIP (hubungan Industrial Pancasila). Di dalam HIP diatur antara pelaku proses
produksi (tenaga kerja), pengusaha pemilik modal (pelaku bisnis), konsumen dan
pemerintah, supaya antara unsur-unsur tersebut terjadi interaksi dengan sifat
saling mufakat dan saling merasa memiliki. Dalam HIP juga pemerintah
mengeluarkan kebijakan mengenai KKB (Kesepakatan Kerja Bersama), yang meliputi
ketentuan upah minimum (KUM), jaminan keselamatan kerja dan tunjangan.
Etika
bisnis dalam kaitannya dengan masalah ketenagakejaan sebenarnya sudah cukup
dirinci di dalam HIP. Tetapi, ternyata sampai saat ini penyimpangan-penyimpangan
dari etika tersebut sering terjadi.
Agar
perkembangan bisnis selalu dalam kondisi yang sehat, maka etika bisnis harus
tetap ditegakkan. Sebab, bagaimanapun bisnis bukan sekedar kegiatan ekonomi
semata, tetapi, juga menyangkut tanggungjawab sosial. Bisnis akan terus tumbuh
jika lingkungan sosial kondusif. Lingkungan sosial meliputi tenaga kerja dengan segenap
permasalahannya. Gejolak sosial yang muncul, seperti dalam bentuk aksi pemogokan, akan menimbulkan
kemandegan pertumbuhan perusahaan.
Menyangkut
Masyarakat
Bisnis
tumbuh ditengah-tengah masyarakat, bahkan segala aktivitas selalu berkaitan
erat dengan masyarakat. Dengan demikian masyarakat senantiasa menerima dampak
eksternal dari berbagai kegiatan bisnis, baik dampak positif atau negatif.
Umpamanya
dengan pembukaan industry baru, dampak
eksternal positif yang muncul, antara lain terjadinya penyerapan tenaga kerja.
Selain itu, terjadi juga peningkatan pendapatan masyarakat di sekitarnya.
Dengan munculnya bisnis baru ditengah-tengah masyarakat, bisa memacu kegiatan
perekonomian domestic.
Hal itu ditandai dengan meningkatnya keluar masuk uang
dan barang, juga sarana transportasi menjadi tersedia. Beberapa kota baru
tiba-tiba muncul dan banyak diekspos, misalnya Cikampek, Cikarang, Cilegon,
Bontang, Batam dan Lhoksumawe. Kota-kota kecil tersebut dulunya kurang
dikenali, lantas mendapat perhatian besar, antara lain karena kehadiran
berbagai aktivitas bisnis, terutama sektor industri.
Dengan
munculnya kawasan bisnis baru, masyarakat disekitarnya akan mengalami
transformasi sosial, ekonomi bahkan budaya. Arah transformasi tersebut bisa
positif, bisa pula sebaliknya. Contoh yang negatif, umpamanya meningkatnya
budaya komsumerisme dan pemindahan status kepemilikan lahan.
Dengan
dibukanya kawasan industri baru atau pusat-pusat bisnis, terjadilah upaya pembebasan
tanah, kasus ini bisanya menyebabkan kekurangpuasan dalam hal ganti-rugi, yang
penyelesaiannya bisa berlarut-larut. Jika penanganan proses “pemindahan status
pemilik lahan” ini kurang seksama dan tidak disertai tanggungjawab sosial, maka
bisa menimbulkan dampak eksternal bisnis yang negatif, yakni meluasnya
pengangguran dan kemiskinan.
Kehadiran
berbagai sektor bisnis di tengah-tengah masyarakat, selalu menimbulkan dampak
eksternal positif dan negatif. Masalahnya, jenis dampak eksternal yang mana
paling dominan. Di sinilah letak pentingnya etika bisnis dan tanggungjawan sosial,
bisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan, tetapi juga berupaya untuk ikut
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Paling tidak, kegiatan
bisnis tersebut tidak merugikan masyarakat.
Menyangkut
Lingkungan
Aktivitas
bisnis terutama sektor industri, seringkali menimbulkan dampak lingkungan yang
negatif. Dalam berbagai proses produksi dihasilkan gas polutan atau limbah
bentuk padat dan cair. Dampak dari pelimbahan yakni merosotnya mutu lingkungan
yang secara langsung menyebabkan merosot pula mutu hidup masyarakat sekitarnya.
Udara yang dihirup menjadi tercemar. Selain itu, limbah banyak berupa racun
yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat.
Jika
kasus pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi, maka sudah
menunjukkan terjadinya penyimpangan etika bisnis dan degredasi tanggungjawab sosial
dari pelaku-pelaku bisnis. Padahal biaya kompensasi untuk merehabilitasi
lingkungan yang rusak jauh lebih mahal, juga biaya itu hanya sebagian kecil
saja yang ditanggung pelaku bisnis, sebagian besar lainnya justru ditanggung
oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, atau subsidi dari pemerintah.
Etika bisnis yang baik harus dianut oleh semua pengusaha karena terlibat dalam praktik tidak etis, yang mungkin termasuk melanggar hukum, dapat mengakibatkan denda berat atau kurangnya kepercayaan oleh anggota masyarakat.
ReplyDeletePada intinya, bersikap etis sebagai orang bisnis membangun citra kehandalan dan menetapkan reputasi dengan pelanggan Anda, dua hal yang sangat penting untuk bisnis. Kebanyakan orang bisnis tidak mengambil minat dalam menerapkan etika bisnis. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa membuat keuntungan adalah hal yang paling penting tapi mereka menyadari kemudian, tidak peduli seberapa keras mereka mencoba, mereka tidak mencapai tujuan mereka.
@B-13 Mokh Alfan Novianto, Tugas TB-05
ReplyDeleteBisnis harus beretika, etika bisnis harus menjiwai setiap aktifitas bisnis didunia, karena bisnis merupakan aktifitas manusia secara sukarela, maka aktifitas bisnis harus didasari oleh etika. Aktifitas bisnis harus dilandasi etika bisnis, Pebisnis perlu memahami bahwa dengan bisnis beretika mereka mampu memperoleh keuntungan, meskipun berbisnis tidak dengan etika juga akan memberikan kepada mereka keuntungan. Dengan demikian sebaiknya pebisnis memahami bahwa mereka perlu melaksanakan etika berbisnis tanpa berbohong atau tanpa berbuat curang untuk memperoleh keuntungan sesaat. jika pebisnis mengerti dan memahami maka mereka tidak akan mau melakukan tindakan bisnis korup yang merugikan konsumen.
@D12-Agus, Tugas TB-05
ReplyDeleteEtika bisnis dan tanggung jawab sosial yang harusnya berjalan berbarengan dimana ketika kita berbisnis memang kita tidak boleh merugikan siapapun juga, dang memang harus setiap kita pelaku bisnis harus memiliki tanggung jawab ssosial yang lebih.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@E13-Elgi, @Tugas B05
ReplyDeletedalam berbisnis harus selalu mengedepankan etika, karena di dalam bisnis yang di jalani pasti akan menyangku berbagai pihak, yang sudah di bahas dalam artikel salah satunya menyangkut dengan lingkungan sekitar, sudah di pastikandampak negatif terhadap lingkungan pasti terjadi, sebagai yang elakukan bisnis harus bisa meminimalkan dampak dari limbah dengan melaqkukan pengolahn limbah agar limbah yang di buang tidak terlalu merugikan lingkungan sekitar
Sita Amaliasari 43116120056-KWU Kamis
ReplyDeleteBerkembangnya bisnis di Indonesia memang sangat bagus untuk pertumbuhan ekonomi. Namun sebaiknya perkembangan bisnis dibarengi dengan tanggung jawab sosial yang ada di sekitarnya. Para pelaku usaha seharusya menyadari akan hal ini. Kenyataannya tanggung jawab sosial tidak banyak diterapkan oleh opara pelaku usaha.Contohnya tanggung jawab sosial terhadap lingkungan disebutkan Jika kasus pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi. Disini peran pemerintah seharusnya ada. Sebaiknya pemerintah menindak tegas para pencemar lingkungan. Dengan memberi perjanjian dan sanksi misalnya.
Dwi Prastika-43117110345-KWU Kamis
ReplyDeletePerkembangan bisnis di negara berkembang seperti Indonesia butuh support, perhatian, dan kejelian dari pemerintah. Dalam artian,jangan sampai banyak terjadi kasus dimana sebuah bisnis sudah berkembang jauh dengan jumlah pekerja yang banyak, tetapi jika ditelusuri kelayakannya mulai dari keterkaitan dengan internal (pekerja) atau dengan eksternal seperti lingkungan atau masyarakat sekitar ternyata jauh dari kata layak atau bisa dikatakan bermasalah. Maka hal ini akan lebih sulit jika harus dibenahi.
Sedari awal bisnis akan dijalankan, pemerintah harus mampu memberikan edukasi kepada pihak pelaku bisnis serta mampu bersikap tegas jika memang usaha yang akan didirikan ternyata banyak melanggar aturan.
Selain memperjelas dan memperketat aturan tersebut, proses pengawasan juga sangat diperlukan agar keep on track.
Oleh karenanya, butuh kepedulian dari semua pihak untuk sama-sama berusaha mewujudkan perkembangan bisnis yang baik dengan berpedoman pada etika bisnis dan tanggungjawab sosial.
Ade ika 46116120043 kWU senin
ReplyDeleteUntuk memulai sutu bisnis dan memanajemen karir kita harus mengetahui etika berbisnis yang baik. Artikel ini sangat membantu para pebisnis pemula.