Oleh : Atep Afia Hidayat - Setiap individu manusia dilahirkan sebagai penjual sekaligus pembeli, di dalam dunia yang merupakan arena jual beli. Bukanlah kehidupan tak lain dari sebuah forum perniagaan? Setiap individu berlomba-lomba mencari nilai tambah atau keuntungan dalam perniagaannya. Setiap individu yang mampu bertahan hidup disebabkan modalnya yang berbunga. Tetapi pada akhirnya semua modal tersebut akan dicabut kembali, tinggal bunganya yang diperoleh.
Konglomerat banyak yang memiliki hutang ke bank atau sumber dana lainnya, total bunganya bisa mencapai sekian ratus milyar rupiah. Tetapi meskipun dililit hutang yang menumpuk, mereka masih tampak sebagai penjual yang terhormat hingga batas waktu yang telah ditetapkan. Sedangkan kelompok-kelompok yang meliputi pedagang gurem atau pedagang asongan adalah mereka yang berskala modal kecil, dengan penggunaan sumber daya yang minimal. Mereka sama juga dengan para konglomerat, melakukan aktivitas bisnis dengan sasaran mencari nilai tambah. Seorang pedagang asongan dengan omset Rp. 50.000,- per hari sudah merasa cukup puas, sedangkan konglomerat besar dengan omset 10.000 kali lipat dari nilai tersebut masih dianggap kecil.
Dari gambaran di atas dapat dikemukakan, bahwa kelas penjual tergantung pada faktor modal dan sumberdaya manusia. Di tinjau dari segi morfologi manusia, tak ada perbedaan yang menonjol antara orang paling kaya di Indonesia dengan seorang tuakng cendol di pinngir jalan. Bahkan mereka sama-sama penjual, memjajakan dagangannya dan berusaha memperbesar modalnya, Cuma dalam skala usaha yang berlainan.
Lantas apakah seorang koruptor juga ikut serta dalam proses jual beli. Apakah tindakannya tergolong proses jual beli? Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa yang dinamakan proses jual beli terdapat beberapa faktor yang ikut serta di dalamnya, yang meliputi penjual, barang yang diperjual belikan, harga dan pembeli. Sedangkan seorang koruptor tidak menggunakan “modal”, kecuali modal nekad, juga tidak melibatkan pihak pembeli. Ia hanya memiliki motivasi mencari nilai tambah yang maksimal.
Koruptor tidak menjual apapun, bisa dikatagorikan pada kelompok pencuri atau perampok. Dalam segi penyimpangan sosial seorang koruptor lebih rusak dari seorang pencuri.
Proses jual beli meliputi semua aspek kehidupan. Seorang penjual juga merupakan seorang pembeli, demikian pula sebaliknya. Barang yang diperjual-belikan bisa meliputi apa saja, bahkan senyuman sekalipun. Terdapat orang-orang yang “mahal” untuk tersenyum, “mahal” untuk berbuat baik dan “mahal” untuk berbicara pada sesamanya. Hal ini disebabkan aspek kepribadian yang tidak seimbang. Anggapannya bahwa investasi dalam bentuk senyuman tidak akan menghasilkan laba serta tidak akan memberikan nilai tambah.
Obral barang dagangan kita, tentu banyak pembeli berdatangan. Jual dengan harga yang miring. Tentu saja barang yang dijual itu harus bermutu, dengan layanannya harus memuaskan. Ikat unsur psikologis pembeli supaya menjadi pelanggan yang setia. Jadilah penjual yang baik, tentu keuntungan dengan mudah akan diperoleh.
Dunia adalah arena perniagaan dan investasi, dengan sasaran mencari nilai tambah yang optimal. Berbagai cara ditempuh, dari mulai proses mempengaruhi, membujuk hingga pemaksanaan dengan kasar. Jual beli terjadi antara individu, kelompok dan negara. Proses jual beli bisa mendatangkan kerjasama dan perdamaian, sebaliknya bisa pula menimbulkan sengketa dan perang.
Tetapi pada akhirnya akan terdapat semacam forum, persidangan atau pengadilan yang memeriksa hasil jual beli setiap orang. Di sana akan diketahui berapa nilai total usaha sampai batas waktu yang ditentukan, lantas dikurangi modal yang telah diberikan. Berapa laba atau nilai tambahnya dan itulah hasil usaha yang benar-benar akan dinikmati.
Di dalam persidangan itu, sang auditor tidak bisa dipengaruhi, meskipun dengan gaya negosiasi macam apapun, juga tidak ada yang bisa dijadikan sebagai koneksi. Sebab peristiwa itu akan terjadi di akherat, di mana kurs mata uang negara manapun tidak berlaku. Yang berlaku hanyalah kurs nilai amal, yang tak lain dari nilai tambah dalam proses jual beli yang terjadi selama hidup di alam perniagaan, alam dunia. (Atep Afia)
Surya Dwiatmaja @C12-SURYA
ReplyDeleteArtikel yang menarik. Saya setuju dengan perumpamaan pada awal artikel ini yang menyatakan bahwa dunia ini adalah arena jual-beli dan kita adalah para penjual sekaligus pembeli. Seorang karyawan merupakan penjual yang menjual keahliannya kepada perusahaan tempat ia bekerja. Perusahaan sebagai pembeli membeli keahlian karyawan tersebut dengan memberikan gaji bulanan. Karyawan tersebut juga merupakan seorang pembeli karena ia membelanjakan gaji tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan perusahaan yang merupakan penjual dengan menjual keahlian karyawannya baik dalam bentuk jasa maupun dalam bentuk produk ke customer. Namun yang perlu diperhatikan disini dalam melakukan jual-beli janganlah kita melakukan cara-cara curang sehingga dapat merugikan pihak lain.
Selain itu, saya juga setuju dengan perumpamaan konglomerat dengan pedagang asongan. Konglomerat memiliki omset milyaran rupiah karena ia mengelola dan mengolah modal yang besar sedangkan pedagang asongan hanya memiliki omset jutaan rupiah karena hanya mengolah modal yang kecil. Hal tersebut terjadi karena omset merupakan persen-an kelebihan dari modal yang diolah. 10% dari satu miliyar dengan 10% dari satu juta tentulah berbeda..
Wassalam.
Yusuf affandi @B09_YUSUF
ReplyDeletePenjual menjual barang yg mereka jual untuk keuntungan usahanya dan pembeli memuaskan dirinya dengan apa yg mereka beli dari si penjual. Namun dalam konteks ini koruptor bukanlah salah satu dari mereka karena koruptor tidak punya barang untuk dijual tidak pula Mengeluarkan sen untuk mendapatkan kepuasan. yg mereka lakukan hanya mencari keuntungan tanpa modal tanpa jasa, mencari kepuasan dengan cara yg kotor dan merugikan orang lain tentunya.