Oleh : Atep Afia Hidayat - Ada beberapa ungkapan menarik yang saya peroleh dari buku Fight Like a Tiger Win Like a Champion (Darmadi Darmawangsa dan Imam Munandhi): “Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal-hal yang Anda takuti”. “Apa yang Anda takutkan untuk dikerjakan adalah indikator yang jelas mengenai apa yang harus Anda kerjakan berikutnya”
“Keberanian bukanlah tanpa ketidakhadiran ketakutan, tetapi lebih merupakan suatu keputusan bahwa ada yang lebih penting dari ketakutan itu sendiri”
Ketakutan itu hal yang biasa, baik “ketakutan semu” atau “ketakutan obyektif”. Ketakutan semu artinya takut dengan hal-hal yang sebenarnya sama sekali tidak menakutkan. Ada orang dewasa lari terbirit-birit, begitu ketakutan, karena ada sehelai bulu ayam terbang menghampirinya. Ada juga pria dewasa yang tak kurang suatu apapun, takut dengan gadis cantik. Banyak juga mahasiswa yang takut dengan dosen, atau sebaliknya (?)
Ketakutan harus dikelola (manajemen takut). Terlebih dahulu buat daftar takut yang Anda miliki, seobyektif mungkin. Jangan takut, cantumkan semuanya. Kemudian pilah, kira-kira mana yang tergolong takut subyektif dan mana takut obyektif. Takut subyektif adalah takut yang tidak wajar, dengan kata lain terkesan mengada-ada atau lebay.
Bisa saja seseorang memendam atau mengoleksi rasa takutnya berpuluh-puluh tahun, padahal sumber ketakutan itu tidak ada (semu). Takut obyektif adalah takut yang wajar, berlaku umum. Nah, langkah berikut, bagaimana terlebih dahulu menyingkirkan takut subyektif. Misalnya takut dengan kegelapan, cara mengatasinya harus dengan mengambil tindakan, yaitu mencoba diam dalam gelap. Ketika tidur malam, coba lampu dimatikan. Malam pertama mungkin akan gelisah, sulit tidur, lama-lama akan terbiasa juga.
Kalau ketakutan obyektif memang merupakan ketakutan yang wajar. Misalnya takut diterkam harimau ketika saling berhadapan. Takut terbakar ketika berdiri di lokasi kebakaran. Tidak mudah mengatasi rasa takut yang demikian, hal itu merupakan naluri (bawaan orok). Yang dapat dilakukan hanyalah sekedar mengurangi rasa takut jika hal itu benar-benar terjadi. Dengan kata lain, mencoba mengendalikan diri di tengah rasa takut yang berkecamuk. Sebab ada kalanya, malapetaka terjadi karena perasaan takut yang berlebihan, bukan dari sumber ketakutan itu sendiri.
Nah, Anda takut apa ? Coba dekati hal-hal yang anda takutkan itu (Pdkt dengan yang ditakuti…). Lakukanlah apa yang anda takutkan ! Lantas, apa yang anda rasakan ? Semoga bermanfaat….. (Atep Afia)
Kalau ketakutan obyektif memang merupakan ketakutan yang wajar. Misalnya takut diterkam harimau ketika saling berhadapan. Takut terbakar ketika berdiri di lokasi kebakaran. Tidak mudah mengatasi rasa takut yang demikian, hal itu merupakan naluri (bawaan orok). Yang dapat dilakukan hanyalah sekedar mengurangi rasa takut jika hal itu benar-benar terjadi. Dengan kata lain, mencoba mengendalikan diri di tengah rasa takut yang berkecamuk. Sebab ada kalanya, malapetaka terjadi karena perasaan takut yang berlebihan, bukan dari sumber ketakutan itu sendiri.
Nah, Anda takut apa ? Coba dekati hal-hal yang anda takutkan itu (Pdkt dengan yang ditakuti…). Lakukanlah apa yang anda takutkan ! Lantas, apa yang anda rasakan ? Semoga bermanfaat….. (Atep Afia)
Yusuf affandi @B09-YUSUF
ReplyDeleteKetakutan seringkali menjadi pembatas kita untuk belajar menjadi lebih baik, rasa takut memang harus dihadapi bukan malah dihindari supaya kita tau bahwa yg kita takutkan bisa jadi merupakan hal yg mendorong kita untuk maju.