Oleh : Atep Afia Hidayat – Tak
dapat dipungkiri, bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang paling majemuk
namun satu tujuan dan satu cita-cita. Salah satu hak suatu bangsa yaitu
kemerdekaan, telah berhasil diraih dengan susah payah sekitar 68 tahun yang
lalu. Jadi tahun 2013 ini, Bangsa
Indonesia memasuki 68 tahun penampilannya sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat. Jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya yang telah mengenyam
kemerdekaan ratusan tahun, maka Bangsa Indonesia masih relatif muda. Bangsa
Amerika Serikat misalnya, saat ini sudah berusia 237 tahun.
Walaupun begitu, Bangsa Indonesia
termasuk kaya pengalaman. Bagaimanapun, untuk mewujudkan persatuan di antara
kemajemukan suatu bangsa, setidaknya diperlukan tempaan atau gemblengan yang
terus-menerus. Bangsa Indonesia telah membuktikan kebersamaan dan
keterpaduannya.
Berbagai cobaan memang datang
bertubi-tubi, baik pada masa orde lama, orde baru, maupun orde reformasi, namun
Bangsa Indonesia tak pernah goyah, keutuhannya terjaga bahkan hingga saat ini.
Keutuhan itu selayaknya makin diperkokoh, antara lain melalui terbentuknya
pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa. Pemilihan Umum (Pemilu) tahun
2014 mendatang, diharapkan menghasilkan terbentuknya pemerintahan yang seperti
itu.
Memasuki usia 68 tahun sebagai
suatu bangsa, memang masih relatif muda. Namun berbagai langkah yang ditempuh
telah banyak memberikan hasil, baik itu menyangkut perbaikan kesejahteraan
umum, perkembangan kecerdasan kehidupan bangsa, atau partisipasi aktif dalam
memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Dengan kata lain, peran dan fungsi
pemerintah sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945 sudah berjalan relatif
baik, meskipun belum optimal. Pemerintah Negara Indonesia dibentuk tak lain
untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Untuk melindungi suatu bangsa yang
berpopulasi sekitar 237 juta jiwa, tentu saja diperlukan pemerintahan yang
kuat, bersih dan berwibawa. Apalagi mengingat era globalisasi yang merambah
seluruh segi kehidupan, naungan pemerintah terhadap bangsa harus semakin kokoh.
Sendi-sendi pemersatu bangsa perlu
diperkuat, begitu pula dengan ideologi bangsa harus semakin diperkokoh. Menurut
mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, bahwa Bangsa Indonesia tidak perlu mengubah
ideologi dengan membangun ideologi yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi (knowledge based ideology), atau ideologi yang didasarkan pada kemakmuran
(wealth based ideology). Karena sudah punya ideologi yang didasarkan atas
nilai-nilai dasar kemanusiaan yang luhur.
Bangsa Indonesia memang memiliki
ideologi yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab. Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
dasar kemanusiaan, maka selayaknya jika pengembangan sumberdaya manusia perlu
diprioritaskan dalam pembangunan. Hal tersebut memang sangat beralasan,
mengingat maju-mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada kondisi sumbedaya
manusianya.
Bangsa Indonesia memiliki
sumberdaya alam yang berlimpah, tersebar di 17.504 pulau dan ratusan juta
hektar lautan. Bisa dikatakan, dalam segi sumberdaya alam Bangsa Indonesia
termasuk yang paling kaya di dunia, jauh lebih kaya jika dibanding Bangsa
Jepang. Sumberdaya alam merupakan modal utama pembangunan. Dengan demikian perlu
dikelola secara bijaksana dan memperhatikan unsur kelestarian serta
kesinambungan.
Harta yang berlimpah itu sudah
semestinya bisa dinikmati oleh segenap bangsa. Lantas apa yang perlu diupayakan
agar hasil-hasil pembangunan bisa dinikmati secara merata, bahkan bisa
menjangkau Bangsa Indonesia yang ada di pelosok-pelosok, di pulau-pulau
terpencil, serta di pedalaman pulau-pulau besar.
Tak dapat dipungkiri, bahwa dalam
pemanfaatan sumberdaya alam masih banyak ketimpangan. Sebagian kecil sangat
menikmati, hingga terkesan boros dan rakus, sebagian besar cukup menikmati,
serta sebagian kecil lainnya kurang menikmati. Kenyataannya, hingga saat ini
sekitar 32 juta jiwa Bangsa Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Artinya , sebagian kecil dari populasi Bangsa Indonesia tersebut belum
menikmati hasil pembangunan secara optimal. Dengan kata lain, belum bisa
menikmati hasil-hasil pengelolaan sumberdaya alam.
Memasuki usia 68 tahun
kemerdekaannya, sudah selayaknya unsur pemerataan makin diprioritaskan. Apalah
artinya pertumbuhan jika hanya dinikmati segelintir orang. Bagaimanapun UUD
1945 (hasil amandemen) Pasal 33 mengamanatkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Bangsa Indonesia memang merupakan
salah satu bangsa paling kaya, namun hendaknya berupaya menjadi bangsa yang
efisien, bangsa yang mampu mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya secara
tepat guna. Hanya bangsa yang efisienlah yang akan selalu tampil sebagai bangsa
yang mandiri. Saling ketergantungan antara bangsa memang wajar, namun jika
terlalu menggantungkan diri pada bangsa lainnya bisa menimbulkan kerawanan,
setidaknya kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka akan terongrong.
Bangsa yang memberikan bantuan akan
mempengaruhi kebijaksanaan internal bangsa penerima bantuan. Dibalik bantuan
yang diberikan biasanya ada maksud-maksud tertentu, bisa berupa motif ekonomi,
politik atau petahanan-keamanan.
Dalam kancah politik internasional
memang terjadi “adu pengaruh” antara bangsa, terutama di antara bangsa-bangsa
yang tergolong mapan dan stabil. Untuk memperluas pengaruh, salah satu cara
yang biasa ditempuh tak lain dengan memberikan bantuan.
Seluruh bangsa di dunia kini
dihadapkan pada era globalisasi, di mana kompetisi diberbagai sektor semakin
ketat, tidak saja di bidang ekonomi, teknologi atau informasi, namun juga di
bidang-bidang yang sangat sensitif.
Sebagai contoh, apa yang terjadi di
Uni Soviet, yaitu keruntuhan ideologi komunis yang lantas diikuti oleh bubarnya
Bangsa Uni Soviet menjadi lima belas bangsa (Armenia, Azerbaijan, Belarus,
Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Latvia, Lithuania, Moldavia, Rusia,
Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina dan Uzbekistan), kemudian menyebar ke Yugoslavia
(terbentuk bangsa-bangsa Slovenia, Kroasia, Makedonia, Bosnia-Herzegovina,
Montenegro, Serbia dan Kosovo), serta Cekoslowakia (terbentuk bangsa Ceko dan
Slowakia).
Disintegrasi bangsa-bangsa yang
besar memang ada kaitannya dengan globalisasi informasi. Selain itu,
disintegrasi juga disebabkan adanya pemerintahan yang kurang kuat dan tidak
berwibawa. Jika sudah terjadi ketimpangan yang semakin menganga, maka sebagian
rakyat yang merasa “di-anak-tiri-kan” akan menuntut kedaulatannya, serta akan
memberikan mandat kepada siapa yang mampu menampung aspirasi dan memperhatikan
kepentingannya.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa
bangsa yang tidak efisien, artinya tidak atau kurang menerapkan prinsip tepat
guna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lambat laun akan mengalami proses
disintegrasi. Selain itu, bangsa yang tidak efisien senantiasa diwarnai gejolak
politik dan gelombang protes.
Kehidupan berbangsa dan bernegara
yang diwarnai oleh banyak ketimpangan, stratifikasi sosial yang semakin
kontras, antara lain karena pengelolaan sumberdaya alam dan distribusi hasil
pembangunan yang tidak dilandasi unsur pemerataan. Pembangunan berlangsung di
berbagai bidang, namun tidak tepat guna, hal itulah yang memperuncing keadaan.
Berbagai ketimpangan pun menjadi semakin kontras, unsur-unsur pemersatu pun
mengalami degradasi.
Sudah selayaknya Bangsa Indonesia
belajar banyak dari kasus-kasus yang terjadi pada bangsa lain tersebut. Dengan
sekuat tenaga, Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu tetap dipelihara, agar
situasi dan kondisinya tetap mantap dan stabil. Tak ada cara lain, Bangsa
Indonesia harus menjadi bangsa yang efisien, bangsa yang tepat guna, baik dalam
kehidupan internal atau eksternal dalam rangka pergaulan antar bangsa.
Indonesia merupakan bangsa dan negara
yang serba majemuk, baik dalam stratifikasi sosial, sosiokultural, etnografis
maupun religiusitas. Sudah selayaknya dalam kondisi bangsa yang sangat
pluralistik tersebut, prinsip-prinsip efisiensi berbangsa dan bernegara tetap
dipelihara. Untuk tercapainya semua itu diperlukan pemerintahan yang kuat,
bersih dan berwibawa. (Atep Afia)
@C03-ARIF
ReplyDeleteSemoga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang efisien, bangsa yang tepat guna, baik dalam kehidupan internal atau eksternal dalam rangka pergaulan antar bangsa.
Kurniyanto Bayu Anggoro
ReplyDelete@E02-Bayu, @Tugas B05
Walaupun usia Negara Indonesia masih tergolong muda, namun sudah banyak pengalaman. Namun, tujuan yang terpenting adalah Pancasila. Kemudian juga demi terwujud perbaikan kesejahteraan umum, perkembangan kecerdasan kehidupan bangsa, atau partisipasi aktif dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Pazrin Salsabila @E01-Pazrin
ReplyDeleteberideologilah dengan Pancasila, maka besarlah Indonesia. Indonesia memiliki banyak suku budaya, agama, dan budaya, dalam mempersatukan itu hanya Pancasila lah yang paling tepat, sebagai ideologi tertinggi negara ini tentunya mempunyai peranan penting dalam mempersatukan bangasa, sebanyak apapun cobaan bagi negara ini jika ideologi dan tentunya prinsip yang ada didalamnya dilaksanakan dengan baik maka tidak akan goyahlah sedikitpun persatuan bangsa ini.
@E34-Sylvana, @Tugas B05
ReplyDeleteIndonesia ku tercinta merupakan bangsa yang memiliki segala aspek yang istimewa yang Tuhan anugrahkan di bumi pertiwi. Kita, sebagai pewaris tahta kemerdekaan harus semangat dalam membangun bangsa, langkah kecil namun berkesinambungan lebih baik daripada rencana-rencana besar yang hanya sebuah bualan semata, pendidikan yang bak merupakan modal bangsa ini agar dapat besar dan berkembang. Terimakasih indonesiaku