Oleh : Atep Afia Hidayat – Dilihat dari aspek kuantitas petani dan keluarganya masih
merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Sedangkan bagian terbesar dari seluruh
petani tersebut ialah petani yang mengelola sawah, menanam padi, atau
bermata-pencaharian dari usaha tani padi sawah. Menyangkut segi kuantitatif
yang makin menyusut memang tak dapat dipungkiri, salah satu alasan kenapa petani meninggalkan sawahnya
hingga jumlahnya makin menyusut, ialah karena
tekanan terhadap lahan.
Tekanan terhadap lahan yang diusahakan terutama di
daerah-daerah transisi yang menjadi sentra industri. Sebagai contoh, di
daerah-daerah seperti Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung
dan Bogor, angka penyusutan luas sawah jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan daerah lainnya. Di daerah-daerah yang sebenarnya menjadi sentra produksi
padi nasional tersebut, sejak beberapa dekade yang lalu telah berdiri ribuan
industri. Di daerah Cikarang, Bekasi umpamanya ribuan hektar sawah telah
dikonversi menjadi kawasan industry, bahkan yang beririgasi teknis.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, laju konversi
lahan sawah mencapai 110 ribu hektar per tahun sejak 2000 lalu. Ternyata
pencetakan sawah baru hanya sekitar 30-52 ribu hektare per tahun, Jika ratusan
ribuan hektar sawah dikonversikan
menjadi tataguna lahan lainnya, maka jutaan orang petani “dipesangon” dan harus
mengubah irama kehidupannya, tidak lagi menggantungkan diri pada usaha tani sawah.
Secara nasional jumlah pemborosan akibat sawah
dialih-fungsikan mencapai ratusan milyar rupiah per tahun, belum termasuk biaya
sosial-ekonomi yang harus dipikul petani. Sebagai kompensasi dari alih fungsi
sawah itu tentu saja harus dicetak sawah baru, padahal selama ini upaya
tersebut hanya dilakukan oleh pemerintah, yakni mengingat biaya investasi yang
tinggi dengan tingkat keuntungan yang bakal diraih kurang layak.
Sebenarnya pemerintah telah menetapkan bahwa sawah
berpengairan teknis sama sekali tidak boleh diubah peruntukannya menjadi areal
bagi kebutuhan lain seperti perumahan dan kawaan industri. Tapi ternyata tata
ruang di daerah kota dan kabupaten tidak
selalu serasi dengan ketentuan dan kepentingan nasional.
Tingkat penyusutan areal persawahan semakin menjadi-jadi,
maka tak heran jika seorang Guru Besar Teknologi Pertanian IPB, Soedodo
Hardjoamidjojo pernah mengemukakan konsep “sawah Lindung”, mengambil analogi
dari “hutan lindung”. Untuk menerapkan konsep tersebut diperlukan adanya
ketegasan dari pihak pemerintah, termasuk dalam penyusunan dan pembakuan tata
ruang. Karena sawahnya dilindungi maka petaninya pun perlu mendapatkan
perlindungan kerja dan usaha, dan kalau memungkinkan diberi insentif yang
memadai.
Melalui keputusan presiden sebenarnya pemerintah pusat telah
melarang sawah beririgasi diubah fungsinya. Ternyata masih banyak daerah
kabupaten dan kota yang belum sepenuhnya
mematuhi peraturan ini. Larangan konversi itu dimaksudkan agar pembuatan lahan
sawah abadi 15 juta hektare bisa cepat terealisasi. Pemerintah pernah membuat
target pembentukan 30 juta hektar sawah abadi, meliputi sawah irigasi dan sawah kering masing-masing
15 juta hektar.
Eksistensi petani akan bertahan jika sepanjang masih
tersedia lahan garapan, untuk petani padi tentu saja ketersediaan sawah sebagai
tempat produksi harus ada jaminan. Penyusutan areal pesawahan yang hampir tidak
terkendali selain menghilangkan masa depan petani juga mengancam kondisi
perberasan nasional. Padahal selain menjadi komoditas sosial dan ekonomi beras
pun menjadi komoditas politik.
Dalam
hal ini diperlukan keseriusan dari pemerintah yang berkuasa untuk melindungi
keberadaan areal pesawahan sekaligus menjamin kelangsungan hidup bagi petani
yang mengelolanya. Selama ini petani telah berperan dalam penyediaan bahan
pangan nasional, petani tidak memerlukan status sebagai “pahlawan swasembada
beras”, petani hanya memerlukan perlindungan iklim usaha yang sehat. Tidak lagi
direpotkan dengan ancaman kehilangan lahan garapan, kelangkaan bibit, pupuk dan
pestisida palsu, permainan harga oleh tengkulak dan beragam gangguan usaha
lainnya. Nah, siapa yang akan berpihak pada keberadaan sawah beserta petaninya
? (Atep
Afia)
Memang benar adanya, banyak sawah-sawah digusur karena peralihan fungsi lahan. Orang orang yang bermodal besar dapat dengan mudah membeli lahan tersebut dan menginvestasikannya di bidang properti.
ReplyDeleteSebenarnya mudah saja, semuanya kembali bermuara pada ekonomi. Jika sawah digusur, dijadikan industri misalnya, petani bukan diberikan ganti rugi, tetapi diberikan pekerjaan di perusahaan tersebut supaya si petani tidak jadi menganggur. Pemerintah perlu membuat undang-undang ini supaya kuat dihadapan hukum.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete@C16-BAHRUDIN, Tugas TC05
ReplyDeleteTekanan terhadap lahan yang diusahakan terutama di daerah-daerah transisi yang menjadi sentra industri. Sebagai contoh, di daerah-daerah seperti Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung dan Bogor, angka penyusutan luas sawah jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya.
dari daerah daerah yang disebutkan di atas memang benar terjadi penyusutan akan tetapi daerah tersebut menjadi lebih sedikit maju dengan adanya pabrik pabrik di area meraka terbukti petani beralih profesi ke juragan kontakan karena lebih menguntungkan dan anaknya pun bisa bekerja di pt daerahnya tersebut,, seharusnya petani petani pelosoklah yang harusnya di beri perhatian lebih agar petani tidak lagi alih profesi .
@B-13 Mokh Alfan Novianto, Tugas TB-05
ReplyDeleteSeharusnya pemerintah tidak semudah itu mengizinkan penggusuran sawah menjadi industri meskipun hal itu akan membuat perekonomian suatu daerah menjadi lebih maju karena sawah merupakan tempat kerja bagi para petani dan petani yang digusur belum tentu dapat secepat itu beralih profesi karena belum terbiasa dengan keadaan dan sawah yang di gantikan oleh industri akan mengakibatkan dampak seperti pencemaran pada lingkungan sekitar
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@E13-Elgi, @Tugas B05
ReplyDeletesangat miris sekali bila sekolompok petani yang hanya perpenghasilan dari hasil panennya mengalami tekanan karena penyusutan lahan untuk berbagai bisnis, seharusnya petani-petani ini di kembangkan kreatifitasnya dalam mengembangkan komoditas tanaman, sehingga nantinya akan berimbas pada permintaan hasil pertanian lokal yang lebih banyak di bandingkan mengimpor dari negara lain.
ADE IKA 46116120043 KWU-SENIN
ReplyDeletememang sangat disayangkan lahan persawahan banyak gusur dan fungsi alihkan menjadi lahan industri atau perumahan. semestinya pemerintahh lebih berhati-hati dalam pembangunan dan pemerintah seharusnya menindak lanjuti akibat yangg terjadi pada saat sekarang ini. Penyusutan areal pesawahan yang hampir tidak terkendali selain menghilangkan masa depan petani juga mengancam kondisi perberasan nasional. Padahal selain menjadi komoditas sosial dan ekonomi beras pun menjadi komoditas politik.
Dalam hal ini diperlukan keseriusan dari pemerintah yang berkuasa untuk melindungi keberadaan areal pesawahan sekaligus menjamin kelangsungan hidup bagi petani yang mengelolanya. Selama ini petani telah berperan dalam penyediaan bahan pangan nasional, petani tidak memerlukan status sebagai “pahlawan swasembada beras”, petani hanya memerlukan perlindungan iklim usaha yang sehat. Tidak lagi direpotkan dengan ancaman kehilangan lahan garapan, kelangkaan bibit, pupuk dan pestisida palsu, permainan harga oleh tengkulak dan beragam gangguan usaha lainnya.
Maftuh Rizki/41117110101/KWU kamis
ReplyDeletekita seharusnya harus berkaca pada pemerintahan Presiden Soeharto karena berjasa besar di bidang pembangunan ekonomi dan pertanian karena mampu menurunkan tingkat inflasi dari 650 persen menjadi 12 persen dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya. Selain itu, Pak Harto juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.
pemerintah harus kritis terhadap pembukaan lahan lahan industri dari tanah persawahan.
apabila kita fokus terhadap pertanian indonesia makan akan tercipta masa seperti jaman pak harto yang dimana indonesia mengimpor beras ke luar.
Rico Pratama/41516110183/KWU Kamis
ReplyDeleteSebenernya sangat disayangkan, karena hasil pertanian tersebut adalah kebutuhan pokok kita sehari-hari. Seperti Padi, Sayuran dan buah-buahan. Jika di Indonesia sudah tidak memiliki lahan perpertanian, kita mau makan pake apa?
Galang Abid Hermawan 41117110050 kwu kamis
ReplyDeleteMemang benar, sekarang banyak petani yang kehilangan sawah karena peralihan lahan yang berimbas pada kesejahteraan keluarga. Misalnya sawah digusur akan dibuat jalan tol